Interpretative Structural Modelling ISM

3. Metode Penurunan Oksigen dari Streeter dan Phelps Metode ini bertujuan untuk menentukan nilai asimilasi dengan cara mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor-faktor yang diperhitungkan antara lain waktu perjalanan limbah di sungai dan konsentrasi asam karbonat yang tetap pada saat perjalanan limbah. Dengan metode ini penghitungan dilakukan terus-menerus secara rutin. Hal ini merupakan suatu kesulitan karena tentu akan membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu kelebihannya adalah penghitungan akan lebih teliti karena dilakukan penghitungan waktu perjalanan limbah. 4. Metode Hubungan Kualitas Air dan Beban Limbahnya Dalam metode ini, kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota laut berdasarkan Kep-Men KLH No. 02MenKLH1988. Dari titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi Dahuri, 1999.

2.4. Interpretative Structural Modelling ISM

Berbagai teori telah dikembangkan untuk perencanaan strategi dimana informasi kualitatif dan normatif mendominasi input kebijakan. Salah satu diantaranya adalah “interpretative structural modelling” ISM, yakni teknik permodelan deskriptif yang merupakan alat strukturisasi untuk suatu hubungan langsung Saxena et al., 1992 dalam Marimin, 2004. Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok. Model struktural dihasilkan guna memotret masalah kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Melalui teknik ISM, model mental yang tidak jelas ditranformasikan menjadi model sistem yang tampak visible. Bagian pertama dari teknik ISM adalah melakukan penyusunan hirarki. Penentuan tingkat hirarki dapat didekati dengan lima kriteria Eriyatno, 2003 yaitu 1 kekuatan pengikat bond strength di dalam dan atau antar kelompoktingkat, 2 frekuensi relatif dari oskilasi; tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dibandingkan tingkat di atasnya, 3 konteks; tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu lebih lambat dalam ruang yang lebih luas, 4 liputan; tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat di bawahnya, dan 5 hubungan fungsional, tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya. Sebagai bagian kedua adalah membagi substansi yang sedang ditelaah ke dalam elemen-elemen dan sub-subelemen secara mendalam sampai dipandang memadai. Penyusunan subelemen ini menggunakan masukan dari kelompok yang terkait. Selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen, yang dinyatakan dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan. Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, disusun structural self interaction matric SSIM, kemudian dibuat tabel reachability matrix RM dan perhitungan menurut transivity rule dimana dilakukan koreksi terhdap SSIM sampai diperoleh matriks yang tertutup RM yang telah memenuhi transvity rule kemudian diolah untuk menetapkan pilihan jenjang level pertition. Hasilnya dapat digambarkan dalam bentuk skema setiap elemen menurut jenjang vertikal dan horisontal. Berdasarkan RM, subelemen di dalam satu elemen dapat disusun menurut Driver Power Dependence DP-D menjadi 4 klasifikasi atau sektor seperti terlihat pada Gambar 3.

IV. Independent :

Strong driver weak dependent variables

III. Linkage :

Strong driver – strongly dependent variables

I. Autonomous :

Weak driver – weak dependent variables

II. Dependent :

Weak driver – strongly dependent variables Gambar 3. Matriks driver power dependence DP-D untuk elemen