Sistem dan Model Sistem perencanaan tata ruang wilayah pesisir Studi kasus Teluk Lampung

37 sumberdaya pesisir, akan tetapi kehidupan mereka sangat dipengaruhi secara langsung oleh hasil keputusan tersebut. Kelompok ini merupakan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan mengantungkan kehidupannya dengan sumberdaya pesisir, yaitu nelayan dan pembudidaya ikan. 2 Pemangku kepentingan sekunder, yaitu kelompok yang dapat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan pengelolaan sumberdaya pesisir, akan tetapi kehidupan mereka tidak terpengaruh langsung oleh keputusan tersebut. Kelompok ini merupakan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir tetapi tidak secara langsung menggantungkan kehidupannya dengan sumberdaya pesisir, misalnya pedagang, buruh, pengusaha, dan lain-lain yang bertempat tinggal di kawasan pesisir, . 3 Pemangku kepentingan eksternal, yaitu individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan pengelolaan sumberdaya pesisir melalui lobi, akan tetapi kehidupan atau kepentingan mereka sama sekali tidak berhubungan dengan keputusan tersebut. Kelompok ini dapat berupa organisasi massa, keagaaman, atau lembaga swadaya masyarakat LSM. Sehubungan dengan penelitian dan pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir, pelibatan pemangku kepentingan dari kelompok primer menjadi penting, karena mereka akan menjadi kelompok yang paling dipengaruhi oleh kebijakan dan perencanaan yang akan dibuat Brown et al. 2001. Oleh karena itu, keterwakilan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir, menjadi penting. Untuk menjaring kebutuhan para pemangku kepentingan, dibutuhkan alat analisis yang secara efektif mampu mempertemukan beragam pemangku kepentingan, termasuk pemangku kepentingan primer di wilayah pesisir Teluk Lampung. Menurut Godet dan Roubelat 1998 dan Bourgeois dan Jesus 2004, alat analisis yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah analisis prospektif partisipatif participatory prospective analysis , PPA. Analisis prospektif partisipatif merupakan adaptasi dari berbagai metode komprehensif yang dikemas dalam suatu kerangka kerja operasional yang 38 komprehensif dan cepat. Sifat kognitif dari metode tersebut adalah berupa tipologi “focus on interactions and consensus building”, yang mampu menghasilkan suatu konsensus dari interaksi antara pemangku kepentingan, yang dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan Metode ini didasarkan pada beberapa prinsip yaitu: partisipasi, transparansi, konsistensi, keefektifan, relevansi, dapat diulang, beralasan, dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan Godet dan Roubelat 1998; Bourgeois dan Jesus 2004. Tingkat kedalaman pelibatan pemangku kepentingan dalam analisis prospektif partisipatif, dapat memenuhi tingkat partisipasi kolegiat sebagaimana perspektif Bigg 1989 diacu dalam Cornwall dan Jewkes 1995; serta termasuk dalam tipologi partisipasi interaktif menurut Brown et al. 2001. Secara ringkas prinsip analisis prospektif partisipatif disajikan pada Gambar 7 Gambar 7 Prinsip dasar metode analisis prospektif partisipatif Bourgeois dan Jesus 2004 Peningkatan Kapasitas Hasil Hasil Fitur Fitur Tujuan Tujuan Partisipasi Efektivitas Konsistensi Beralasan Relevansi Transparansi Dapat Diproduksi Ulang Hasil nyata dan cepat Kandungan logika Saling menunjang Interaksi langsung Prosedur standar Reiterasi Pembelajaran dan informasi 39

2.5 Perencanaan Tata Ruang Partisipatif

Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007, penataan ruang didefinisikan sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rustiadi et al. 2009, penataan ruang adalah upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang dari satu keseimbangan ke keseimbangan baru yang lebih baik. Sebagai proses perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang secara formal adalah bagian dari proses pembangunan, khususnya menyangkut aspek-aspek spasial dari proses pembangunan. Penataan ruang dibutuhkan karena pentingnya intervensi publik terhadap kegagalan mekanisme pasar dalam menciptakan pola dan struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama. Adanya intervensi publik akan mencegah degradasi lingkungan sebagai kegagalan pasar seperti terjadinya kerusakan sumberdaya. Penataan ruang perlu dilakukan untuk: 1 optimasi pemanfaatan sumberdaya mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya guna terpenuhinya efisiensi dan produktivitas, 2 alat dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan, dan 3 menjaga keberlanjutan pembangunan Rustiadi et al. 2009. Pada dasarnya penataan ruang merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem yaitu perencanaan, pemanfaatan implementasi rencana, dan pengendalian Rustiadi et al. 2009. Sistem penataan ruang sendiri merupakan bagian penting dari penyelenggaraan penataan ruang, yaitu berupa pelaksanaan penataan ruang. Oleh karena itu, penyelenggaraan penataan ruang yang kuat, hanya akan dimungkinkan bila sub-sistem perencanaan tata ruang telah dilakukan dengan baik. Secara sederhana sistem penataan ruang disajikan pada Gambar 8, dan secara struktural, penyelenggaraan penataan ruang disajikan pada Gambar 9. Sub-sistem perencanaan tata ruang merupakan bagian penting yang memerlukan berbagai tahapan yang didasari oleh pendekatan-pendekatan tertentu, namun pada kenyataannya seringkali perencanaan tata ruang menjadi titik lemah dalam penataan ruang. Secara umum terdapat dua tahap dalam proses perencanaan yang harus dilakukan secara objektif dan rasional, yaitu: 1 pengumpulan data, 2 analisis data. Kedua tahap tersebut akan sangat menentukan dalam tahapan 40 berikutnya, yaitu: 3 menetapkan kebijakan, 4 implementasi, dan 5 monitoring. Bila kedua tahapan proses yang pertama tidak dapat dilakukan secara objektif dan rasional, maka tahapan berikutnya akan menjadi bias dan menghasilkan kebijakan yang salah McLoughlin 1970; Chadwick 1971; Oppenheim 1980; Hall 1996; Taussik 2004; Rustiadi et al. 2009. Diketahui bahwa selama ini data merupakan titik lemah dalam perencanaan, dimana sangat sulit untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat Fedra 2004; Håkanson dan Duarte 2008; Martin dan Hall-Arber 2008. Sistem informasi yang handal seharusnya dapat memberikan data yang berkualitas bagi proses perencanaan, namun sayangnya justru sistem informasi tersebut belum tersedia. Data yang ada umumnya hanya bersifat “resmi” seperti yang dikeluarkan oleh BPS, namun kelengkapan dan kualitasnya sering diragukan. Ketidaktersediaan data dan informasi yang memadai tersebut merupakan salah Gambar 8 Sistem Penataan Ruang Rustiadi et al. 2009 Pengendalian Tata Ruang Perencanaan Tata Ruang Implementasi Rencana Tujuan Outcome Monitoring, evaluasi Izin, insentif dan disinsentif, pengaturan zonasi dan sanksi Implementasi dan , pembiayaan Revisi, perencanaan kembali = Aliran Tindakan = Aliran Informasi