Arahan struktur ruang Kebijakan Pola dan Struktur Ruang

220 dalam konteks wilayah kabupatenkota, provinsi, nasional, serta pembiayaan pembangunan. Dalam bahasan mengenai rencana tata ruang wilayah RTRW yang terkait Teluk Lampung dibahas dalam sub-bab 4.5, telah ditunjukkan bahwa wilayah ini memiliki nilai strategis dalam perspektif ekonomi, geografis, ekologis, dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, terdapat cukup alasan untuk menjadikan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai kawasan strategis provinsi. Dengan demikian, penyelenggaraan penataan ruang dan pengelolaan wilayah pesisir Teluk Lampung, dapat lebih diprioritaskan. Di samping pertimbangan yang lebih luas, strategi implementasi kebijakan tata ruang harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan pemangku kepentingan sebagaimana secara konsensus telah dirumuskan sebagai implikasi strategis dan aksi antisipatif disajikan pada sub-bab 5.5. Untuk pemenuhan kebutuhan para pemangku kepentingan, implementasi kebijakan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung harus dapat mengakomodasi aspek-aspek: 1 Pemenuhan kebutuhan ruang untuk prasarana dan sarana kesehatan dan pendidikan masyarakat pesisir; 2 Pemenuhan kebutuhan ruang untuk pengembangan sentra-sentra usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM yang terkait dengan kelautan dan perikanan; 3 Pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman di wilayah pesisir yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan; 4 Penyusunan struktur dan pola ruang yang sinergis antar kabupatenkota di wilayah pesisir; 5 Penyusunan struktur dan pola ruang yang mampu mendorong pengembangan wirausaha UMKM untuk masyarakat pesisir; dan 6 Penyusunan struktur ruang yang dapat mendorong distribusi penduduk yang proporsional di wilayah pesisir, dan sekaligus menjamin pengelolaan kawasan lindung dan budidaya secara berimbang. Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dan kebutuhan di atas, dapat dirumuskan strategi implementasi kebijakan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung, sebagai berikut: 1 Menetapkan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai kawasan strategis provinsi, dalam peraturan daerah mengenai RTRW Provinsi Lampung, dan menyusun perencanaan tata ruang pada tingkat yang lebih detil; serta diikuti dengan penyusunan dan implementasi Rencana Strategis, Rencana 221 Zonasi, Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi bagi Wilayah Pesisir Teluk Lampung; 2 Menetapkan peruntukan ruang bagi kawasan lindung darat dan konservasi perairan dalam bentuk peraturan daerah pada tingkat provinsi yang sinkron dengan peraturan daerah pada tingkat kabupatenkota; 3 Mempercepat pengembangan prasarana di wilayah pesisir Teluk Lampung untuk dapat mendukung pengembangan pusat-pusat pelayanan dan sektor- sektor ekonomi kerakyatan terutama perikanan, pertanian, dan industri pengolahan skala mikro, kecil dan menengah; 4 Memenuhi fasilitas pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan pada pusat-pusat pelayanan di wilayah pesisir Teluk Lampung; 5 Mendorong pengembangan sentra-sentra usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM yang terkait dengan kelautan dan perikanan, melalui optimalisasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya dan jaringan prasarana wilayah; 6 Mempercepat pengembangan jaringan prasarana wilayah terutama transportasi sebagai bentuk insentif pengembangan wilayah, sehingga dapat memacu pengembangan ekonomi dan distribusi penduduk; 7 Tidak mengembangkan jaringan prasarana wilayah di dalam dan sekitar kawasan yang diperuntukkan berfungsi lindung, sebagai bentuk disinsentif pengembangan wilayah; 8 Melaksanakan secara bertahap konversi kawasan budidaya yang tidak sesuai secara fungsional menjadi kawasan lindung. 8 KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1 Pendekatan sistem dapat memberikan skenario perencanaan wilayah pesisir yang komprehensif, yaitu memadukan ruang daratan dan perairan dengan semua komponen sistem dan interaksinya dapat dianalisis secara simultan serta dilakukan intervensi; 2 Pelibatan pemangku kepentingan melalui analisis prospektif partisipatif, merupakan kunci yang mempermudah perumusan kebijakan tata ruang yang akomodatif terhadap berbagai kepentingan dalam satu wilayah yang sama; 3 Komponen utama sistem berupa populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang di wilayah pesisir Teluk Lampung menunjukkan keterkaitan dan saling mempengaruhi, untuk menjaga hubungan antar komponen secara berkelanjutan, sampai akhir analisis pada tahun 2029 harus dicapai dan dipertahankan suatu proporsi kawasan lindung daratan seluas 54.482 ha 42,09 dan konservasi perairan 4.822 ha 3,02; 4 Perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung mensyaratkan dilakukannya konversi sebagian kawasan budidaya 50,67 menjadi kawasan lindung, serta pengembangan pusat-pusat pelayanan dan jaringan prasarana wilayah; 5 Arahan alokasi ruang dan hierarki pusat pelayanan dapat dirumuskan sesuai simulasi model berdasarkan kondisi dan kemampuan wilayah pesisir Teluk Lampung, skenario ini dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan para pemangku kepentingan dalam menuju pengembangan wilayah yang berkelanjutan. 224

8.2 Saran

Dari hasil penelitian, dapat disarankan: 1 Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, yang meliputi keseluruhan wilayah pesisir Teluk Lampung, agar dilakukan perencanaan wilayah yang lebih detil, pengaturan zonasi, dan segera melaksanakan penyelenggaraan penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung secara utuh. 2 Untuk pelaksanaan penelitian pada tingkat wilayah yang lebih detil agar dilakukan dengan pemodelan probabilistik, dengan demikian aspek ketidak pastian dapat lebih diakomodasi. DAFTAR PUSTAKA Abraham , R.H. 2002. The genesis of complexity. Di dalam: A. Montuori, editor. Advances in Systems Theory, Complexity, and the Human Sciences . New York: Hampton Press. 1-17. Adrianto, L. 2010. Karakteristik sosial-ekonomi-ekologi, perencanaan, dan pengelolaan pesisir dan laut [Working paper]. Bogor: PKSPL-IPB. Aurambout , J.P., A.G. Endress, B.M. Deal. 2005. A spatial model to estimate habitat fragmentation and its consequences on long-term persistence of animal populations. Environ. Monitor. Ass. 109 1-3: 199-225. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1988. Land systems and land suitability Sumatra , Sheet 1110 Tanjungkarang Series of Regional Physical Planning Programme for Transmigration RePPProT. Scale 1:250.000. Bogor. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2000. Peta Lingkungan Pantai Indonesia Skala 1:250.000, Lembar LPI 1110 Merak. Bogor. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2003. Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:250.000, Lembar 1110 Bandar Lampung. Bogor. Blaschke, T. 2001. GIS-based rationalization of indicators and eco-balances for a sustainable regional planning. Paper presented at the conference: Human dimensions research in Austria and in Central European Countries. May 18- 19. Austria: University of Graz. [Bapedalda] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Lampung dan [TELPP] Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper, PT. 1999. Studi Addendum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL Pembangunan dan Pengoperasian Dermaga untuk Kepentingan Sendiri DUKS di Desa Srengsem Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung [BPMD] Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Lampung. 2008. Rekapitulasi perkembangan proyek penanaman modal dalam negeri PMDN dan penanaman modal asing PMA di kabupatenkota se-Provinsi Lampung sampai dengan Desember 2007. Bandar Lampung. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. 2007. Tabel input-output regional Provinsi Lampung. Bandar Lampung. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. 2009. Rencana tata ruang wilayah Provinsi Lampung 2009-2029. Bandar Lampung. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 2000. Revisi rencana tata ruang wilayah RTRW Kabupaten Lampung Selatan 1999-2004. Kalianda. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung. 2001. Masterplan drainase Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung. 226 [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung. 2003. Evaluasi dan penyusunan rencana tata ruang wilayah RTRW Kota Bandar Lampung 2005-2015. Bandar Lampung. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung. 2009. Perencanaan jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis Kecamatan Telukbetung Barat, Telukbetung Selatan, dan Panjang 2011-2013. Bandar Lampung. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pesawaran. 2008. Rencana tata ruang wilayah RTRW Kabupaten Pesawaran 2008-2028. Gedong Tataan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan. 2008a. Lampung Selatan dalam angka. Kalianda. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan. 2008b. Produk domestik regional bruto PDRB Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran. 2008a. Pesawaran dalam angka. Gedong Tataan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran. 2008b. Produk domestik regional bruto PDRB Kabupaten Pesawaran. Gedong Tataan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 2008a. Bandar Lampung dalam angka. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 2008b. Produk domestik regional bruto PDRB Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2001a. Karakteristik penduduk Kabupaten Lampung Selatan, Hasil sensus penduduk tahun 2000. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2001b. Karakteristik penduduk Kota Bandar Lampung, Hasil sensus penduduk tahun 2000. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2008a. Lampung dalam angka. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2008b. Produk domestik regional bruto PDRB Provinsi Lampung. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Pusat. 2000. Kerangka teori dan analisis tabel input- output . Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik Pusat. 2008. Pendataan potensi desakelurahan: Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung. Jakarta. Brown , K., E. Tompkins, W.N. Adger. 2001. Trade-off Analysis for Participatory Coastal Zone Decision-making . Norwich, NR4 7TJ, UK: Overseas Development Group, in collaboration with the Centre for Social and Economic Research on the Global Environment, Univ. of East Anglia.