Simulasi sub-model ketersediaan ruang

188 perikanan budidaya. Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan penggunaan perairan sektor perikanan hanya bersumber dari perikanan budidaya, sedangkan luas perairan perikanan tangkap relatif tetap. Pemanfaatan umum perairan non-perikanan yang meliputi kepentingan militer daerah latihan TNI-AL, perairan daerah lingkungan kerja DLKr dan daerah lingkungan kepentingan DLKp pelabuhan, dan alur keluar masuk DLKr dan DLKp, tidak menunjukkan perbedaan antar skenario Gambar 73. Perbedaan hanya terjadi antar tahun simulasi, yaitu pada tahun 2003 seluas 39,7 ribu ha, kemudian sedikit meningkat pada tahun 2029 menjadi 41,3 ribu ha. Peningkatan yang relatif kecil tersebut bersumber dari penambahan luas perairan pelabuhan DLKr dan DLKp, yang berlaku sama antar skenario. Dengan pola kawasan pemanfaatan umum perairan perikanan dan non- perikanan seperti di atas, secara total kawasan pemanfaatan umum perairan dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 74. Pada skenario optimis, luas total kawasan pemanfaatan umum perairan akan berjumlah 133,5 ribu ha pada tahun 2029, Gambar 71 Skenario perkembangan perairan perikanan budidaya laut 8 9 10 10 11 12 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis Gambar 72 Skenario perkembangan perairan perikanan budidaya laut dan tangkap 88 89 90 91 92 93 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis 39,7 40,0 40,4 40,7 41,1 41,4 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis Gambar 73 Skenario perkembangan pemanfaatan umum perairan non-perikanan Gambar 74 Skenario perkembangan total pemanfaatan umum perairan 128 129 130 132 133 134 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis 189 sedangkan skenario sangat pesimis hanya mencapai 130,4 ribu ha. Perbedaan tersebut didominasi oleh perbedaan penggunaan ruang perikanan budidaya. Peningkatan pemanfaatan umum perairan terutama perikanan, menimbulkan dampak terhadap konversi perairan terumbu karang dan padang lamun yang seharusnya menjadi kawasan konservasi perairan, diubah menjadi perairan perikanan budidaya dan tangkap. Besarnya konversi tersebut akan meningkat sepanjang waktu simulasi. Pada skenario sangat pesimis dengan parameter peubah ”kebijakan” nol, yang berarti tidak ada upaya untuk melestarikan kawasan konservasi perairan, konversi terumbu karang dan padang lamun menjadi besar. Gambar 75 menunjukkan bahwa pada skenario sangat pesimis, konversi akan mencapai 1,3 ribu ha pada tahun 2029. Sedangan pada ekstrim yang lain, skenario optimis dengan upaya yang maksimal, dapat menekan konversi perairan terumbu karang menjadi 0,1 ribu ha. Perbedaan antar skenario tersebut selanjutnya berdampak terhadap penyediaan ruang perairan konservasi. Gambar 76 menunjukkan bahwa upaya dalam skenario optimis dapat menyediakan ruang untuk kawasan konservasi perairan seluas 4,8 ribu ha, yang berupa tutupan terumbu karang dan padang lamun. Luas tersebut merupakan luas ideal untuk kawasan konservasi perairan, dan sesuai dengan luas terumbu karang dan padang lamun di Teluk Lampung Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Lampung, 2007. Di sisi lain, dalam skenario sangat pesimis, sama sekali tidak ada upaya untuk menyediakan ruang perairan bagi kawasan konservasi. Pada skenario ini, konversi tutupan perairan terumbu karang dan padang lamun tidak dikendalikan dan akan terus berlangsung, sepanjang masih dianggap menguntungkan dalam jangka pendek oleh masyarakat. Sementara itu, skenario Gambar 76 Skenario upaya penyediaan kawasan konservasi perairan 1 2 3 4 5 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis Gambar 75 Skenario konversi perairan terumbu karang dan padang lamun 0,00 0,28 0,56 0,84 1,12 1,40 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis 190 pesimis dan moderat berada di antara kedua ekstrim, dengan penyediaan ruang perairan berturut-turut adalah 1,2 ribu ha dan 3,6 ribu ha. Peubah “kebijakan” pada masing-masing skenario, memberikan inkonsistensi tata ruang yang berbeda-beda. Inkonsistensi tata ruang didefinisikan sebagai luas penggunaan ruang daratan dan perairan untuk kawasan budidaya danatau pemanfaatan umum perairan yang seharusnya berfungsi lindung, baik yang telah terjadi maupun yang dikonversi selama kurun waktu simulasi. Inkonsistensi tersebut telah terjadi sejak dimulainya simulasi tahun 2003, sesuai dengan kondisi nyata eksisting yaitu seluas 39,0 ribu ha. Pada semua skenario, inkonsistensi tata ruang akan meningkat, sampai peubah “kebijakan” menunjukkan efektivitasnya dalam menyetir peubah “inkonsistensi tata ruang”. Gambar 77 menunjukkan bahwa pencapaian skenario optimis dalam menurunkan inkonsistensi tata ruang hingga lebih rendah dari tahun 2003, baru dapat tercapai pada tahun 2018. Dalam skenario moderat dan pesimis, pencapaian tersebut berturut-turut baru akan terjadi pada tahun 2020 dan 2025. Sedangkan untuk skenario sangat pesimis, inkonsistensi tata ruang akan terus meningkat, hingga pada tahun 2029 akan mencapai luas 46,7 ribu ha. Adapun luas inkonsistensi tata ruang untuk skenario pesimis, moderat, dan optimis, pada tahun 2029, berturut-turut adalah 33,6; 10,9; dan 0,1 ribu ha. Luas inkonsistensi tata ruang akan mempengaruhi kendala ruang, dan terhubung pada sub-model populasi dan ekonomi. Dengan kendala ruang yang berbeda-beda antara skenario, akan menghasilkan jumlah penduduk, tingkat pengangguran, investasi, dan aktivitas ekonomi PDRB yang berbeda-beda, seperti telah disajikan sebelumnya. Gambar 77 Skenario inkonsistensi tata ruang darat dan perairan 10 20 30 40 50 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R ibu hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis Gambar 78 Skenario rente ruang kawasan budidaya darat dan perairan 10 24 38 52 66 80 2003 2008 2013 2018 2023 2028 R p j ut a per hek tar Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis 191 Tabel 41 Rekapitulasi simulasi sub-model ketersediaan ruang No Peubah Satuan Skenario serta tahun awal dan akhir simulasi Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis 2003 2029 2003 2029 2003 2029 2003 2029 1 Lahan pertanian ribu ha 105,2 103,4 105,2 91,0 105,2 64,9 105,2 51,9 2 Lahan tambak ribu ha 2,5 8,1 2,5 8,1 2,5 7,9 2,5 7,7 3 Lahan permukiman ribu ha 1,5 2,4 1,5 2,5 1,5 3,0 1,5 3,1 4 Lahan bisnis dan industri ribu ha 0,9 3,3 0,9 3,4 0,9 5,6 0,9 6,3 5 Lahan prasarana ribu ha 0,9 2,5 0,9 2,6 0,9 3,8 0,9 4,2 6 Lahan permukiman dan perkotaan ribu ha 3,5 8,6 3,5 8,7 3,5 12,6 3,5 13,9 7 Total lahan budidaya ribu ha 111,4 120,3 111,4 108,1 111,4 85,7 111,4 73,9 8 Penggunaan lahan inkonsisten ribu ha 38,0 45,4 38,0 33,2 38,0 10,8 38,0 - 9 Penyediaan lahan kawasan lindung ribu ha - - - 13,6 - 40,9 - 54,5 10 Perairan perikanan budidaya ribu ha 8,0 8,8 8,0 9,1 8,0 10,2 8,0 11,9 11 Perairan perikanan budidaya dan tangkap ribu ha 88,3 89,1 88,3 89,3 88,3 90,4 88,3 92,2 12 Pemanfaatn perairan non- perikanan ribu ha 39,7 41,3 39,7 41,3 39,7 41,3 39,7 41,3 13 Total pemanfaatan umum perairan ribu ha 128,0 130,4 128,0 130,7 128,0 131,8 128,0 133,5 14 Konversi perairan terumbu karang ribu ha - 1,3 - 0,4 - 0,2 - 0,1 15 Penyediaan kawasan koservasi perairan ribu ha - - - 1,2 - 3,6 - 4,8 16 Inkonsistensi tata ruang darat dan perairan ribu ha 38,0 46,7 38,0 33,6 38,0 10,9 38,0 0,1 17 Rente ruang budidaya Rp jutaha 11,98 29,57 11,98 31,56 11,98 56,46 11,98 67,80 192 Pada akhirnya, sistem secara keseluruhan akan memberikan rente ruang space rent kawasan budidaya darat dan pemanfaatan umum perairan yang berbeda-beda pula. Rente ruang didefinisikan sebagai produk ruang per luas kawasan budidaya, yaitu PDRB harga konstan tahun 2000 dibagi dengan luas kawasan budidaya ha darat dan perairan. Gambar 78 menunjukkan bahwa penurunan inkonsistensi tata ruang akan memberikan peningkatan rente ruang. Skenario optimis akan memberikan rente ruang tertinggi, yaitu mencapai Rp 67,80 juta per ha pada tahun 2029. Pada tahun yang sama, skenario moderat, pesimis, dan sangat pesimis, hanya dapat memberikan rente ruang berturut-turut sebesar Rp 56,46 juta per ha, Rp31,56 juta per ha, dan Rp 29,57 juta per ha.

7.1.6 Pemilihan skenario

Simulasi model dalam skenario sangat pesimis, pesimis, moderat, dan optimis, memberikan hasil yang berbeda. Salah satu skenario harus dipilih untuk digunakan dalam perumusan kebijakan Durance dan Godet 2010. Untuk menetapkan skenario yang digunakan bagi perumusan kebijakan rencana pola dan struktur ruang, dipilih salah satu dari keempat skenario dengan mengacu pada kebutuhan pemangku kepentingan. Kebutuhan ditunjukkan oleh faktor-faktor penentu penataan ruang wilayah pesisir, sebagaimana telah diuraikan pada sub- bab 7.1.1, adalah meliputi: 1 kualitas sumberdaya manusia SDM masyarakat pesisir, 2 penegakan hukum, 3 pertumbuhan penduduk, 4 infrastruktur wilayah, 5 aktivitas ekonomi kerakyatan, dan 6 zonasi wilayah. Kebutuhan pemangku kepentingan diwakili oleh beberapa peubah dalam model, sebagai kriteria untuk memilih skenario yang paling akomodatif terhadap kebutuhan tersebut, yaitu sebagai berikut: 1 Kualitas sumberdaya manusia SDM masyarakat pesisir, diwakili oleh peubah: 1 PDRB per kapita, dan 2 tingkat pengangguran; 2 Penegakan hukum, diwakili oleh peubah: 3 inkonsistensi tata ruang; 3 Pertumbuhan penduduk, diwakili oleh peubah: 4 jumlah penduduk, dan 5 tingkat pertumbuhan penduduk; 4 Infrastruktur wilayah, diwakili oleh peubah: 6 investasi; 193 5 Aktivitas ekonomi kerakyatan, diwakili oleh peubah: 7 perikanan, 8 pertanian, dan 9 industri termasuk industri skala mikro, kecil, dan menengah; 6 Zonasi wilayah, diwakili oleh peubah: 10 luas kawasan lindung, dan 11 rente ruang Dengan demikian, terdapat 11 kriteria yang berbeda dalam pemilihan skenario kebijakan. Alat yang digunakan dalam memilih skenario adalah analisis pembuatan keputusan multikriteria berupa pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja. Karena kriteria yang digunakan memiliki nilai dan satuan yang beragam, digunakan analisis yang sesuai yaitu CPI Marimin 2004. Dari sebelas peubah di atas, diambil nilai rata-rata dari hasil simulasi masing-masing peubah, dan dijadikan sebagai nilai kriteria. Masing-masing nilai kriteria selanjutnya diubah menjadi nilai indeks CPI. Melalui jumlah perkalian sumproduct nilai indeks dengan bobot kinerja, dihasilkan nilai alternatif untuk menentukan skenario yang paling akomodatif terhadap kebutuhan pemangku kepentingan. Penentuan bobot kinerja dilakukan dengan cara memberikan bobot untuk masing-masing masing-masing kebutuhan pemangku kepentingan menggunakan bilangan rasional, sehingga jumlahnya satu. Masing-masing bobot kebutuhan pemangku kepentingan dapat dipecah lagi, sesuai dengan jumlah peubah model yang mewakili kebutuhan yang bersangkutan, seperti terdaftar pada Tabel 42. Analisis dilakukan untuk empat titik tahun yang dianggap dapat mewakili hasil simulasi skenario, yaitu 2014, 2019, 2024, dan 2029. Untuk pengambilan keputusan peringkat nilai alternatif, dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai alternatif dan simpangan bakunya. Skenario dengan peringkat nilai alternatif tertinggi I merupakan skenario yang akan dipilih. Penentuan peringkat nilai alternatif adalah sebagai berikut: 1 Peringkat I adalah: Jika nilai alternatif dari rata-rata nilai alternatif + simpangan baku; 2 Peringkat II adalah: Jika rata-rata nilai alternatif nilai alternatif dari rata-rata nilai alternatif + simpangan baku; 3 Peringkat III adalah: Jika nilai alternatif dari rata-rata nilai alternatif. 194 Kesebelas kriteria dan bobot kinerja masing-masing skenario disajikan disajikan pada Tabel 42, dan rekapitulasi hasil analisis pada Tabel 43. Data lengkap analisis, disajikan pada Tabel Lampiran 48 sampai 55. Tabel 42 Kriteria dan bobot kinerja CPI Kebutuhan pemangku kepentingan Peubah model Satuan Bobot Kinerja Kualitas SDM PDRB per kapita Rp juta per orang 0,0833 Pengangguran 0,0833 Penegakan hukum Inkonsistensi tata ruang ha 0,1667 Pertumbuhan penduduk Jumlah penduduk orang 0,0833 Tingkat pertumbuhan 0,0833 Infrastruktur wilayah Investasi Rp juta 0,1667 Aktivitas ekonomi kerakyatan Pertanian Rp juta 0,0556 Perikanan Rp juta 0,0556 Industri Rp juta 0,0556 Zonasi wilayah Penyediaan kawasan lindung ha 0,0833 Rente ruang Rp juta per ha 0,0833 Tabel 43 Rekapitulasi hasil analisis CPI Tahun Besaran dan Peringkat Nilai Alternatif Skenario Sangat Pesimis Pesimis Moderat Optimis 2014 Nilai alternatif skenario 99,2 100,1 101,5 102,2 Simpangan baku nilai alternatif 1,4 Rata-rata nilai alternatif 100,8 Peringkat nilai alternatif III III II I 2019 Nilai alternatif skenario 95,8 100,1 108,6 113,3 Simpangan baku nilai alternatif 7,9 Rata-rata nilai alternatif 104,4 Peringkat nilai alternatif III III II I 2024 Nilai alternatif skenario 85,9 95,0 120,4 140,9 Simpangan baku nilai alternatif 25,0 Rata-rata nilai alternatif 110,6 Peringkat nilai alternatif III III II I 2029 Nilai alternatif skenario 77,9 89,6 147,4 193,2 Simpangan baku nilai alternatif 53,6 Rata-rata nilai alternatif 127,0 Peringkat nilai alternatif III III II I Kesimpulan Peringkat Skenario III III II I Rekapitulasi hasil analisis CPI pada Tabel 43 menunjukkan bahwa hanya skenario optimis yang menempati peringkat I. Hasil tersebut memberikan kesimpulan tunggal, dan diinterpretasikan bahwa hanya skenario optimis yang paling mampu mengakomodasi kebutuhan pemangku kepentingan dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Dengan demikian, dalam perencanaan kebijakan pola dan struktur ruang wilayah pesisir Teluk Lampung akan mengacu pada skenario optimis. 195

7.2 Kebijakan Pola dan Struktur Ruang

7.2.1 Kebutuhan dan kesesuaian ruang

Kebutuhan ruang diperhitungkan dari simulasi skenario optimis yang telah dipilih sebagai skenario yang paling mampu untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Berdasarkan simulasi skenario, diketahui bahwa sampai akhir tahun simulasi akan dibutuhkan penambahan ruang bagi berbagai penggunaan. Kebutuhan ruang daratan dan perairan untuk masing-masing penggunaan, dihitung sampai dengan akhir simulasi tahun 2029. Hasil perhitungan kebutuhan ruang sesuai dengan simulasi skenario optimis, secara ringkas disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Kebutuhan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung No. Penggunaan Ruang Luas ha 1 Permukiman 3.155 2 Prasarana wilayah jalan, terminal, perkantoran, prasarana kesehatan, pasar, sekolah, dan lain-lain 4.209 3 Bisnis dan industri pabrik, pergudangan, hotel, restoran, dan penunjang lainnya 6.276 4 Pertanian 51.911 5 Budidaya pesisir tambak 7.750 6 Lahan pelabuhan 253 7 Lahan militer 180 8 Lahan wisata pantai 112 Jumlah kawasan budidaya darat 73.845 9 Lindung lahan atas 45.326 10 Sempadan sungai 4.389 11 Sempadan pantai dan mangrove 4.767 Jumlah kawasan lindung darat 54.482 Jumlah penggunaan lahan 128.327 Luas lahan total 129.428 Lahan yang masih dapat dialokasikan 1.101 12 Perairan perikanan budidaya 11.940 13 Perairan perikanan tangkap 80.262 14 Perairan militer TNI-AL 35.417 15 Perairan pelabuhanpelayaran 5.913 16 Perairan direklamasi 1.526 Jumlah kawasan pemanfaatan umum perairan 133.532 17 Kawasan konservasi perairan 4.822 Jumlah penggunaan perairan 138.354 Luas perairan total 159.652 Perairan yang masih dapat dialokasikan 21.298 Keterangan: Luas total lahan bertambah dan perairan berkurang dari tahun 2003 karena adanya reklamasi pantai 196 Kebutuhan ruang di wilayah pesisir Teluk Lampung sampai tahun 2029 dapat dipenuhi, dan masih terdapat lahan dan perairan yang dapat dialokasikan untuk penggunaan lain, masing-masing seluas 1.101 ha dan 21.298 ha. Pada ruang daratan, terdapat prasyarat agar kebutuhan ruang dapat dipenuhi, yaitu harus dilakukan konversi lahan pertanian menjadi penggunaan budidaya lainnya dan menjadi kawasan lindung. Di sisi lain secara kuantitas pemenuhan kebutuhan ruang perairan dapat dicapai, namun secara umum kawasan konservasi perairan tutupan terumbu karang dan padang lamun berada pada perairan tepi yang juga sesuai untuk penggunaan perairan perikanan budidaya dan tangkap. Dengan demikian, dapat terjadi tumpang tindih antara kawasan konservasi dan kawasan pemanfaatan umum perairan. Oleh karena itu, analisis kesesuaian ruang daratan dan perairan diperlukan untuk mengalokasikan ruang sesuai dengan kebutuhan masing-masing penggunaan. Evaluasi yang dilakukan melalui analisis SIG menghasilkan kesesuaian ruang untuk penggunaan pertanian, tambak, permukiman, bisnis dan industri, kawasan lindung daratan dan konservasi perairan, serta pemanfaatan umum perairan perairan perikanan budidaya dan pariwisata, serta perikanan tangkap. Secara ringkas hasil analisis SIG disajikan pada Tabel 45 serta Gambar 79 sampai dengan Gambar 84. Tabel 45 Kesesuaian ruang wilayah pesisir Teluk Lampung No. Kesesuaian Ruang Luas ha 1 Lahan permukiman 19.991 1 2 Lahan bisnis dan industri 6.428 1 3 Lahan pertanian: 2 - Tanaman perkebunan tahunan 61.508 - Tanaman pangan semusim 23.820 4 Lahan budidaya pesisir tambak 8.200 5 Lahan tidak sesuai untuk budidaya kawasan lindung daratan 54.482 6 Perairan perikanan budidaya dan pariwisata 31.097 7 Perairan perikanan tangkap 125.253 3 8 Perairan tidak sesuai untuk kawasan pemanfaatan umum kawasan konservasi perairan 4.822 Keterangan: 1 Kesesuaian lahan permukiman serta bisnis dan industri sudah meliputi kesesuaian lahan untuk prasarana wilayah, pelabuhan, militer, dan wisata pantai. 2 Kesesuaian lahan pertanian dibedakan untuk tanaman perkebunan tahunan dan tanaman pangan semusim 3 Perairan perikanan tangkap sudah meliputi perairan untuk kepentingan militer TNI-AL dan pelabuhanpelayaran 97 Gambar 79 PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN TAHUNAN 197 98 Gambar 80 PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PANGAN SEMUSIM