Luas wilayah Geologi pantai dan sistem lahan
89 Satu periode pasut di kawasan pantai Teluk Betung, Bandar Lampung
adalah antara 10 jam hingga 14,5 jam.
No. Arus dan Sedimen
Arus di Teluk Lampung utamanya dibangkitkan oleh pergerakan massa air Samudera Hindia dan Laut Jawa. Massa air laut pasang Samudera Hindia dan
Laut Jawa, masuk ke dalam teluk dari arah selatan ke arah utara dengan volume massa air yang cukup besar. Pulau-pulau yang berada di selatan menyebabkan
terjadinya pembelokan arah massa air, sebagian kecil berbelok ke barat daya sisi kiri teluk dan sebagian besar ke timur laut sisi kanan teluk dengan arah akhir
barat daya. Pembelokan gerakan massa air pasang sisi kanan membentur sisi kanan teluk, dan selanjutnya, terjadi pembelokan dengan arah timur-barat. Pada
waktu air laut surut massa air akan keluar dari teluk Helfinalis 2000. Arus di Teluk Lampung terdiri dari arus pasut yang dibangkitkan oleh
pasut, dan arus non pasut yang utamanya dibangkitkan oleh angin. Data mengenai arus pasut yang diacu dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999,
disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Arus pasut di Teluk Lampung
Kedalaman Kondisi Pasut
V maks knot Arah
o
1 0,2 D
Surut 0,34
258 Pasang
0,40 344
2 0,5 D
Surut 0,26
206 Pasang
0,36 294
3 0,8 D
Surut 0,34
103 Pasang
0,34 334
Keterangan: D = kedalaman -16 m, lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem, Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung
Sumber : Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999
Berdasarkan hasil kajian pada Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung Wiryawan et al. 1999, iklim di perairan pesisir, terutama Pantai Barat
Lampung dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan oleh adanya angin muson dan curah hujan yang tinggi. Angin berhembus dari arah Selatan selama
bulan Mei sampai September, dan dari arah yang berlawanan selama bulan November sampai Maret. Berlawanan dengan arah angin, arus musim di Pantai
Barat Lampung sepanjang tahun mengalir ke arah tenggara hingga barat daya.
90
Gambar 20 PETA
PERAIRAN
91 Kondisi angin musim tersebut mempengaruhi gradien tekanan antara
perairan di barat laut dan tenggara dari pantai barat Sumatera. Kekuatan arus berkisar antara 0,02-0,87 knot. Pada musim barat antara bulan november hingga
maret, arus mengalir dengan kecepatan 0,52-0,87 knot dan mencapai kecepatan maksimum pada bulan desember. Arus pada musim barat ini mengalir dengan
tetap menuju ke arah tenggara. Sedangkan arus pada musim timur antara bulan april hingga oktober melemah dengan kisaran kecepatan 0,02-0,70 knot. Pada
bulan juli arus mencapai minimum, berkisar antara 0,02-0,10 knot. Pada mulut Teluk Lampung, kekuatan arus rata-rata bulanan berkisar
antara 0,02-0,87 knot, dimana kecepatan maksimum terjadi pada bulan januari dan februari, dan kecepatan minimum pada bulan maret dan april. Arus rata-rata
bulanan di Selat Sunda ini umumnya mengalir ke arah Samudera Hindia, kecuali pada bulan maret, agustus, dan oktober. Pada bulan maret, arus mengalir ke timur
laut dari Samudera Hindia menuju Laut Jawa dengan kecepatan rata-rata 0,02 knot. Pada bulan agustus dan oktober, arus mengalir ke timur dengan kecepatan
0,45 knot pada agustus dan 0,10 knot pada oktober. Sebaran sedimen di Teluk Lampung cukup bervariasi mengikuti pola arus
yang terjadi Helfinalis 2000; Witasari dan Wenno 2000. Hasil penelitian Helfinalis 2000 di Teluk Lampung, menunjukkan bahwa pada lokasi-lokasi
dasar perairan yang dipengaruhi oleh arus pasut yang cepat akan didominasi pasir; dan sebaliknya yang dipengaruhi oleh pergerakan arus pasut lemah akan
didominasi sedimen lumpur. Sedimen pasir yang berasal dari aliran sungai akan diendapkan di sekitar muara sungai, sedangkan lanau dan lempung diendapkan di
dasar perairan lepas pantai.
Hasil survei Dishidros TNI-AL 1994 menunjukkan bahwa gelombang di Teluk Ratai pada musim barat memiliki ketinggian antara 0,5-0,75 m, dan pada
saat cuaca buruk dapat mencapai lebih dari 1,5 m. Pada musim timur, tinggi gelombang antara 0,3-0,6 m. Menurut pencatatan Dishidros TNI-AL antara
Gelombang Informasi gelombang di Teluk Lampung didasarkan pada hasil survei
Dishidros TNI-AL 1994 di Teluk Ratai bagian dari Teluk Lampung, serta data pengamatan gelombang dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999.
92 tanggal 8 Januari sampai dengan 16 Februari 1994, menunjukkan tinggi
gelombang berkisar antara 0,2-1,0 m. Berdasarkan data pengamatan tinggi gelombang maksimum dari
Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999, didapatkan informasi tambahan informasi gelombang Teluk Lampung. Pergerakan gelombang dominan
yang terjadi adalah dari arah tenggara dan selatan dengan persentase kejadian berturut-turut sebesar 26,48 dan 31,83. Tinggi gelombang maksimum yang
paling dominan adalah 50 cm dengan persentase kejadian sebesar 58,59. Secara ringkas data gelombang disajikan pada Tabel 10.
Arah tenggara merupakan arah dominan berhembusnya angin. Hal ini terkait dengan orientasi Teluk Lampung yang menghadap ke arah Tenggara.
Dengan kata lain, jika arah angin terbesar adalah dari barat laut misalnya, maka untuk pembangkitan gelombang di kawasan pantai Teluk Betung Bandar
Lampung, tidak akan berpengaruh banyak. Oleh karena itu, pada pangkal teluk Kota Bandar Lampung, gelombang mejadi relatif rendah, disebabkan semakin
dangkalnya kedalaman air batimetri. Dalam perambatan ke arah pantai, gelombang akan mengalami proses refraksi, shoaling pendangkalan, difraksi,
serta refleksi. Proses refraksi merupakan pembelokan arah gelombang untuk mendekati ke arah tegak lurus terhadap kontur dasar pantai. Hal ini menyebabkan
gelombang yang datang di pantai akan mempunyai orientasi yang mendekati tegak lurus terhadap garis pantai. Proses pendangkalan adalah berkurangnya
secara berangsur-angsur tinggi gelombang sebagai akibat pendangkalan kontur laut ke arah pantai. Dengan demikian proses refraksi dan pendangkalan berkait
erat dengan profil pantai. Tabel 10 Arah dan tinggi maksimum kejadian gelombang
Tinggi Gelombang
H maks cm
Arah Datang Gelombang Jumlah
Utara Timur
Laut Timur
Teng- gara
Sela- tan
Barat Daya
Barat Barat
Laut Persentase Kejadian
25-30 0,00
0,00 0,00
0,28 0,56
0,28 0,28
0,00 1,41
30-40 0,56
0,00 0,85
2,82 4,23
3,66 0,86
0,00 12,96
40-50 0,26
1,41 1,69
9,58 7,89
3,94 2,25
0,00 27,04
50 0,00
4,51 7,32
13,80 19,15
9,86 3,94
0,00 58,59
Jumlah 0,85
5,92 9,86
26,48 31,83
7,75 7,32
0,00 100,00
Keterangan : Lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem, Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung Sumber: Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999
93 Kondisi fisik dan profil pantai terbentuk sebagai akumulasi pengaruh
kondisi-kondisi batas yang ada seperti gelombang, arus dan transportasi sedimen baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pantai. Pengaruh kondisi-
kondisi batas ini akan menentukan bentuk pantai, keberadaan vegetasi penutup pantai, kemiringan pantai, dan sebagainya. Proses difraksi adalah proses yang
dialami oleh gelombang jika menemui suatu rintangan. Rintangan tersebut bisa berupa bangunan pemecah gelombang penghalang akan menjadi kecil dibanding
tinggi gelombang datang. Di Teluk Lampung terdapat banyak pulau dengan beraneka ragam ukuran. Dengan demikian pulau-pulau tersebut juga berfungsi
sebagai rintangan yang akan menyebabkan terdifraksinya gelombang yang datang dari laut lepas. Tinggi gelombang yang sampai di pangkal teluk Bandar
Lampung tidak akan terlalu besar karena telah tereduksi oleh proses difraksi. Sedangkan proses refleksi atau pemantulan adalah terpantulnya gelombang
oleh karena mengenai suatu lereng tertentu. Jika pengembangan kawasan pesisir Bandar Lampung dengan menggunakan tanggul yang berdinding tegak maka
gelombang yang dipantulkan akan relatif besar, sedangkan jika menggunakan dinding dengan sisi miring maka gelombang yang dipantulkan akan relatif sedikit
dan sebagian besar gelombang akan berubah menjadi gelombang rayapan.
No. Kualitas air
Kualitas air Teluk Lampung ditunjukkan dengan penggambaran beberapa parameter yang dirujuk dari berbagai sumber, seperti disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Kualitas air Teluk Lampung Parameter
Satuan Kisaran Nilai Baku Mutu
3
1 Suhu
o
28,0-31,5 C
alami
1
2 Salinitas ‰
32-35 alami
1
2 Padatan tersuspensi TSS mgl
35,0-55,4 20
2
3 Oksigen terlarut DO mgl
6,4-7,5 5
2
4 Kebutuhan oksigen biologi BOD mgl
22,8-29,2 20
2
5 Kebutuhan oksigen kimiawi COD mgl
45,8-75,7 -
2
Sumber : 1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung 2007; 2 Yusuf 2005; 3 Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut,
Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut
Padatan tersuspensi TSS merupakan indikasi beban pencemaran berupa padatan tersuspensi yang dapat berasal dari berbagai sumber. Pada perairan Teluk
Lampung, padatan tersuspensi dapat berasal dari berbagai sumber seperti limbah
94 permukiman perkotaan, industri, dan suspensi yang dibawa oleh aliran sungai.
Secara umum, TSS perairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku mutu kualitas air laut untuk biota laut, dan dapat dindikasikan sudah tercemar.
Oksigen terlarut DO merupakan indikasi ketersediaan oksigen di dalam air yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. secara umum peraian Teluk Lampung
menunjukkan indikasi DO masih memenuhi prasyarat yang dapat mendukung kehidupan biota laut.
Kebutuhan oksigen biologi BOD dan kimiawi COD merupakan parameter kualitas perairan yang mengindikasikan tingkat pencemaran. BOD dan
COD merupakan jumah oksigen dalam satuan mgl yang diperlukan untuk mendegradasi oksidasi polutan di dalam air secara biologi dan kimiawi. Baku
mutu kualitas air laut untuk biota laut Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004, hanya mensyaratkan nilai BOD. Perairan yang memiliki BOD 20 mgl,
dapat dinyatakan sebagai perairan yang mampu mendukung kehidupan biota laut dengan baik, dan sebaliknya bila nilai BOD sudah melebihi nilai ambang tersebut.
Secara umum terlihat bahwa poerairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku mutu BOD, dan dapat dindikasikan sudah tercemar.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kualitas air di perairan Teluk Lampung, maka dilakukan analisis data menggunakan
metode STORET-EPA United States-Environmental Protection Agency. Pada metode tersebut kualitas air diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu
Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003:
1 Kelas A: baik sekali, skor = 0, yaitu memenuhi baku mutu 2 Kelas B: baik, -1
≥ skor ≥ -10, yaitu tercemar ringan 3 Kelas C: sedang, -11
≥ skor ≥ -30, yaitu tercemar sedang 4 Kelas D: buruk, skor
≤ -31, yaitu tercemar berat Dengan mengacu pada baku mutu kualitas air laut untuk biota laut
Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004, dilakukan penilaian skoring pada beberapa paramater kualitas air. Hasil analisis Storet disajikan pada Tabel
12, yang menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Lampung, baik di pangkal maupun di mulut teluk tergolong tercemar sedang. Skor nilai pada pangkal dan