Arahan pola ruang Kebijakan Pola dan Struktur Ruang

212 Alokasi lahan untuk permukiman adalah meliputi permukiman kawasan perdesaan dan perkotaan. Alokasi ini dilakukan tersebar di seluruh wilayah, namun tetap dengan porsi terbesar di wilayah Kota Bandar Lampung, karena jumlah dan kepadatan penduduknya yang lebih tinggi. Luas lahan untuk permukiman dialokasikan sebesar 3.689 ha, yaitu lebih tinggi daripada kebutuhan yang disimulasi dari analisis sistem dinamik sebesar 3.155 ha. Penyebaran aloaksi lahan permukiman, juga ditujukan untuk lebih meratakan distribusi penduduk di seluruh wilayah pesisir Teluk Lampung. Lahan prasarana merupakan alokasi lahan yang selalu berdampingan dengan permukiman serta bisnis dan industri. Luas alokasi lahan untuk prasarana wilayah jalan, jalur transmisi energi listrik, terminal, perkantoran, prasarana kesehatan, pasar, sekolah, dan lain-lain, adalah sebesar 4.446 ha. Alokasi lahan prasarana wilayah juga memiliki fungsi insentif dan disinsentif bagi pencapaian pola ruang, dengan demikian di sekitar kawasan lindung tidak dialokasikan lahan prasarana, kecuali hanya untuk trase jalan yang harus memotong sebagian kawasan lindung. Sebaliknya, bersamaan dengan lahan yang dialokasikan untuk permukiman serta bisnis dan industri, akan didampingi oleh alokasi lahan untuk prasarana wilayah. Seperti halnya ruang daratan, rencana alokasi kawasan pemanfaatan umum perairan dapat melebihi kebutuhan ruang yang didapat dari analisis sistem dinamik sampai tahun 2029. Rencana alokasi ruang kawasan pemanfaatan umum perairan meliputi luas 153.304 ha, yang terdiri dari peruntukan perairan perikanan budidaya dan pariwisata, perairan perikanan tangkap, perairan militer TNI-AL, perairan pelabuhanpelayaran, dan alur pelayaran. Secara total luas perairan menjadi sedikit berkurang, akibat adanya aktivitas reklamasi perairan pantai menjadi daratan. Alokasi perikanan tangkap dapat digunakan sebagai wilayah tangkap fishing ground, baik menggunakan alat tangkap statis maupun bukan, serta penempatan alat pengumpul ikan fish gathering device, FGD seperti rumpon. Luas alokasi kawasan perikanan tangkap adalah sebesar 81.734 ha. Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa pola ruang perairan akan berbeda dengan daratan, karena tidak dapat dibatasi secara kaku, dan beberapa aktivitas sangat 213 bersifat temporer. Perikanan tangkap yang tidak menggunakan alat tangkap statis seperti bagan tancap, tidak akan menggunakan perairan secara terus menerus, begitu juga halnya dengan perairan latihan TNI-AL hanya akan digunakan pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu, rencana alokasi ruang perairan tidak dapat bersifat rigid, melainkan akan bersifat fleksibel. Secara temporal, perairan latihan TNI-AL yang dialokasikan seluas 35.417 ha, masih dapat digunakan oleh aktivitas perikanan tangkap yang tidak menggunakan alat tangkap statis. Dengan demikian pada dasarnya perairan perikanan tangkap dapat lebih luas daripada rencana alokasinya. Perairan perikanan budidaya dialokasikan bersama dengan perairan untuk pariwisata, dengan luas total 18.880 ha. Luas perairan tersebut diperkirakan masih melebihi kebutuhan perikanan budidaya dari analisis sistem dinamik sampai tahun 2029 yaitu hanya 11.940 ha, karena perairan pariwisata tidak akan membutuhkan ruang yang luas. Aktivitas perikanan budidaya laut akan meliputi budidaya rumput laut, budidaya mutiara, dan keramba jaring apung. Alokasi yang luas bagi perikanan budidaya adalah untuk menunjang sektor perikanan, yang diperkirakan akan semakin bertumpu pada perikanan budidaya, baik budidaya pesisir tambak maupun perikanan budidaya laut. Dengan demikian sektor perikanan diharapkan dapat meningkat dan menjadi penyumbang utama perekonomian wilayah pesisir Teluk Lampung. Alokasi perairan untuk kepentingan pelabuhanpelayaran, yaitu meliputi perairan daerah lingkungan kerja DLKr dan daerah lingkungan kepentingan DLKp pelabuhan, serta alur masuk keluar DLKr dan DLKp, dengan luas total 5.913 ha. Luas alokasi perairan tersebut lebih tinggi daripada luas total saat ini, yaitu hanya 4.726 ha. Alokasi perairan pelabuhanpelayaran harus terbebas dari aktivitas lainnya, karena diperkirakan peningkatan aktivitas angkutan laut akan semakin tinggi dengan meningkatnya perekonomian, sebagaimana ditunjukkan dari analisis sistem dinamik. Aktivitas perikanan tangkap, keberadaan alat tangkap statis seperti sero yang terdapat saat ini, ditunjukkan pada Gambar 38, dan aktivitas lainnya, tidak boleh lagi tumpang tindih dengan perairan kepentingan pelabuhanpelayaran. 214 Untuk meningkatkan kelancaran dan keamanan aktivitas angkutan laut, dialokasikan ruang untuk alur pelayaran. Alur pelayaran yang melintasi Teluk Lampung, tidak lagi merupakan garis, tetapi menjadi ruang memanjang strip dengan lebar 1 km, mulai dari mulut Teluk di bagian selatan sampai pada alur keluar masuk DLKr dan DLKp pelabuhan. Ruang ini merupakan kawasan terbatas bagi semua kegiatan lain, kecuali untuk pergerakan sesaat seperti lalu lintas armada kapal nelayan. Luas alokasi ruang alur pelayaran secara keseluruhan mencapai 11.360 ha.

7.2.4 Arahan struktur ruang

Berdasarkan analisis LQ, terlihat bahwa masing-masing sub-wilayah kecamatan memiliki lebih dari satu sektor ekonomi basis. Lebih lanjut analisis LI dan SI memperlihatkan bahwa tidak terdapat suatu kecamatan di wilayah pesisir Teluk Lampung yang secara tegas hanya terspesialisasi pada satu sektor ekonomi tertentu; ataupun suatu sektor tertentu terlokalisasi di kecamatan tertentu. Ketiga hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan sektor- sektor ekonomi di wilayah pesisir Teluk Lampung, dapat dilakukan secara relatif sama di semua wilayah kecamatan, dengan memperhatikan potensi dan kondisi yang telah berkembang. Sementara itu, hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa kecamatan pesisir di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan, secara relatif memiliki fasilitas pelayanan yang lebih lengkap daripada Kabupaten Pesawaran. Oleh karena itu, berdasarkan kondisi aktual dari skalogram, hierarki pusat pelayanan tinggi ordo I dan II hanya akan berada di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan. Kondisi aktual tersebut harus dirubah sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan yang tersebar di seluruh wilayah pesisir Teluk Lampung. Untuk menuju pada pemenuhan kebutuhan peningkatan ekonomi kerakyatan terutama melalui sektor-sektor perikanan, pertanian, dan industri pengolahan, perencanaan penyediaan dan struktur ruang harus dilakukan secara proporsional. Di sisi lain, hasil analisis LQ, LI, dan SI, menunjukkan bahwa pengembangan sektor-sektor ekonomi dapat dilakukan di semua kecamatan secara 215 proporsional. Dengan alasan tersebut, hierarki pusat pelayanan disusun mengikuti hasil skalogram disajikan pada Tabel 49 dengan sedikit modifikasi, yaitu merubah peringkat Kecamatan Padang Cermin dari III menjadi II, dan berfungsi sebagai salah satu pusat pelayanan di wilayah pesisir Kabupaten Pesawaran. Dengan demikian hierarki pusat pelayanan di wilayah pesisir Teluk Lampung akan menjadi lebih proporsional antara bagian barat dan timur, dan dapat disusun seperti disajikan pada Tabel 51. Tabel 51 Arahan hierarki pusat pelayanan di wilayah pesisir Teluk Lampung No Kecamatan Ordo Pusat Pelayanan 1 Teluk Betung Selatan I 2 Panjang II 3 Kalianda II 4 Bakauheni II 5 Padang Cermin II 6 Sidomulyo III 7 Teluk Betung Barat III 8 Rajabasa III 9 Katibung III 10 Punduh Pidada III Perubahan peringkat Kecamatan Padang Cermin untuk mewakili bagian barat wilayah pesisir Teluk Lampung pesisir Kabupaten Pesawaran, berimplikasi pada perlunya percepatan pembangunan prasarana dan fasilitas pelayanan di wilayah tersebut. Prasarana utama yang diperlukan adalah penambahan jaringan jalan yang lebih menjangkau pusat-pusat aktivitas ekonomi, untuk memperlancar pengangkutan dan distribusi dari input dan produk yang dihasilkan. Selain prasarana jalan, angkutan laut lokal juga perlu dikembangkan agar terdapat hubungan langsung antara bagian barat dan timur wilayah pesisir. Untuk produk wilayah barat yang berorientasi ke Jakarta atau Pulau Jawa, angkutan laut lokal dapat berperan dalam memperpendek waktu tempuh dari Padang Cermin dan Punduh Pidada langsung ke Kalianda atau Rajabasa dan kemudian ke Bakauheni sebagai lintas penyeberangan Jawa-Sumatera. Fasilitas lain yang perlu dipercepat peningkatannya adalah kebutuhan dasar masyarakat yaitu pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, masyarakat di bagian barat wilayah pesisir tidak perlu ke Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung untuk mendapatkan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan. 216 Penyusunan hierarki fungsional pusat pelayanan di wilayah pesisir Teluk Lampung, adalah sebagai berikut: 1 Pusat pelayanan ordo I Kecamatan Teluk Betung Selatan, yaitu pusat yang melayani wilayah pesisir Teluk Lampung danatau wilayah sekitarnya. 2 Pusat pelayanan ordo II Kecamatan Panjang, Kalianda, Bakauheni, dan Padang Cermin, yaitu pusat yang melayani satu atau lebih kecamatan lainnya. Pusat tersebut dikembangkan dengan intensitas yang lebih tinggi untuk memacu pertumbuhan perekonomian di wilayah sekitarnya. 3 Pusat pelayanan ordo III Kecamatan Sidomulyo, Teluk Betung Barat, Rajabasa, Katibung, dan Punduh Pidada, yaitu pusat kecamatan yang melayani wilayah kecamatan itu sendiri. Pusat pelayanan ini dikembangkan untuk menciptakan satuan ruang wilayah yang lebih efisien. Hubungan fungsional antar pusat pelayanan hanya akan berlangsung dengan ditunjang oleh jaringan transportasi sebagai wahana pergerakan orang dan barang antar pusat pelayanan. Moda transportasi di wilayah pesisir Teluk Lampung utamanya adalah angkutan jalan serta angkutan laut dan penyeberangan. Rencana sebaran spasial pusat pelayanan dan orientasi transportasi wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada Gambar 87. Rencana struktur ruang ditujukan untuk meningkatkan dan aktivitas transportasi dan membentuk pola ruang seperti yang telah direncanakan. Orientasi pergerakan barang dan orang akan mengikuti prasarana transportasi dan menuju pusat-pusat pelayanan. Orientasi angkutan jalan serta angkutan laut dan penyeberangan di wilayah pesisir Teluk Lampung, secara spasial direncanakan seperti Gambar 87. Pada tingkat lokalregional, angkutan jalan melayani pergerakan barang dan orang yang berasal dari satu kecamatan menuju kecamatan lain, atau dari dan menuju pusat pelayanan sebagai berikut:  Kecamatan Punduh Pidada berorientasi ke Kecamatan Padang Cermin di Kabupaten Pesawaran, selanjutnya ke Bandar Lampung Kecamatan Teluk Betung Barat dan Selatan, dan sebaliknya. 217 Gambar 87 PETA ARAHAN STRUKTUR RUANG DAN ORIENTASI TRANSPORTASI 218  Kecamatan Ketibung dan Sidomulyo di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Bandar Lampung terutama Panjang, dan sebaliknya.  Kecamatan Rajabasa dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan, berorientasi ke Kalianda, dan sebaliknya.  Kecamatan Kalianda dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Bandar Lampung terutama Panjang, dan sebaliknya.  Orientasi angkutan jalan lokalregional tidak harus selalu bersimpul di wilayah Kota Bandar Lampung terutama Kecamatan Teluk Betung Selatan dan Panjang, melainkan dapat lebih tersebar di beberapa pusat pelayanan lainnya. Orientasi angkutan jalan pada tingkat nasional harus memperkuat peran ganda wilayah pesisir Teluk Lampung dalam sistem angkutan jalan nasional. Peran ganda wilayah pesisir Teluk Lampung dalam sistem angkutan jalan nasional adalah sebagai daerah asal-tujuan, dan perlintasan angkutan jalan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Rencana orientasi angkutan jalan pada tingkat nasional adalah sebagai berikut:  Penumpang dan barang dari Provinsi Lampung termasuk wilayah pesisir Teluk Lampung dan provinsi lain di Pulau Sumatera, melalui Bandar Lampung dan Lampung Selatan kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak-Bakauheni, dan sebaliknya.  Penumpang dan barang dari daerah sekitar Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan, kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak- Bakauheni, dan sebaliknya.  Simpul-simpul angkutan jalan di wilayah pesisir Teluk Lampung Kecamatan Teluk Betung Selatan, Panjang, Kalianda, dan Bakauheni dapat berperan sebagai simpul angkutan jalan nasional. Orientasi angkutan laut dan penyeberangan pada tingkat lokalregional, adalah untuk meningkatkan pelayanan kepentingan transportasi barang dan penumpang yang berasal dari satu kecamatan menuju kecamatan lain, atau dari dan menuju pusat pelayanan di wilayah pesisir Teluk Lampung. Rencana pengembangan orientasi angkutan laut dan penyeberangan lokalregional adalah sebagai berikut: 219  Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada dengan Pulau Kecil terutama Legundi, Puhawang, dan Kelagian di Kabupaten Pesawaran dan Kecamatan Ketibung di Kabupaten Lampung Selatan, berorientasi ke Bandar Lampung Kecamatan Teluk Betung Barat dan Selatan, dan sebaliknya.  Pulau kecil Sebuku dan Sebesi di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Kecamatan Kalianda dan Rajabasa, dan sebaliknya.  Mengembangkan orientasi angkutan laut dan penyeberangan yang menghubungkan Pulau Legundi di Kabupaten Pesawaran dengan Pulau kecil Sebuku dan Sebesi di Kabupaten Lampung Selatan, sehingga terdapat hubungan yang lebih pendek antara bagian barat dan timur wilayah pesisir Teluk Lampung. Orientasi ini dapat meningkatkan efisiensi transportasi barang yang sesuai dengan angkutan laut dan penyeberangan, seperti produk perikanan yang ditujukan ke Jakarta atau Pulau Jawa. Pada tingkat nasionalinternasional, hanya ditekankan pada orientasi angkutan laut untuk pelayanan transportasi barang. Orientasi angkutan ini bersimpul di Kecamatan Panjang, yang mengangkut produk dari Provinsi Lampung termasuk wilayah pesisir Teluk Lampung dan provinsi lain di Sumatera Bagian Selatan, serta sebaliknya memasok kebutuhan ke wilayah tersebut. Orientasi transportasi laut nasionalinternasional adalah sebagai berikut:  Angkutan barang antar pulau dari dan ke luar Lampung yang melalui Laut Jawa dan Selat Malaka, akan melewati alur pelayaran di Pulau Sebuku bagian timur mulut teluk; dan yang melalui Samudera Hindia, akan melewati alur pelayaran di Pulau Legundi bagian barat mulut teluk.  Angkutan barang internasional dari dan ke luar Lampung yang melalui Singapura dan Laut Jawa, akan melewati alur pelayaran di Pulau Sebuku bagian timur mulut teluk; dan yang melalui Samudera Hindia, akan melewati alur pelayaran di Pulau Legundi bagian barat mulut teluk.

7.3 Strategi Implementasi Kebijakan Tata Ruang

Strategi implementasi kebijakan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung dirumuskan dengan memperhatikan berbagai aspek, yang meliputi peran wilayah 220 dalam konteks wilayah kabupatenkota, provinsi, nasional, serta pembiayaan pembangunan. Dalam bahasan mengenai rencana tata ruang wilayah RTRW yang terkait Teluk Lampung dibahas dalam sub-bab 4.5, telah ditunjukkan bahwa wilayah ini memiliki nilai strategis dalam perspektif ekonomi, geografis, ekologis, dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, terdapat cukup alasan untuk menjadikan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai kawasan strategis provinsi. Dengan demikian, penyelenggaraan penataan ruang dan pengelolaan wilayah pesisir Teluk Lampung, dapat lebih diprioritaskan. Di samping pertimbangan yang lebih luas, strategi implementasi kebijakan tata ruang harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan pemangku kepentingan sebagaimana secara konsensus telah dirumuskan sebagai implikasi strategis dan aksi antisipatif disajikan pada sub-bab 5.5. Untuk pemenuhan kebutuhan para pemangku kepentingan, implementasi kebijakan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung harus dapat mengakomodasi aspek-aspek: 1 Pemenuhan kebutuhan ruang untuk prasarana dan sarana kesehatan dan pendidikan masyarakat pesisir; 2 Pemenuhan kebutuhan ruang untuk pengembangan sentra-sentra usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM yang terkait dengan kelautan dan perikanan; 3 Pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman di wilayah pesisir yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan; 4 Penyusunan struktur dan pola ruang yang sinergis antar kabupatenkota di wilayah pesisir; 5 Penyusunan struktur dan pola ruang yang mampu mendorong pengembangan wirausaha UMKM untuk masyarakat pesisir; dan 6 Penyusunan struktur ruang yang dapat mendorong distribusi penduduk yang proporsional di wilayah pesisir, dan sekaligus menjamin pengelolaan kawasan lindung dan budidaya secara berimbang. Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dan kebutuhan di atas, dapat dirumuskan strategi implementasi kebijakan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung, sebagai berikut: 1 Menetapkan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai kawasan strategis provinsi, dalam peraturan daerah mengenai RTRW Provinsi Lampung, dan menyusun perencanaan tata ruang pada tingkat yang lebih detil; serta diikuti dengan penyusunan dan implementasi Rencana Strategis, Rencana