Kemampuan lahan Informasi Geografis Wilayah

154

6.2.3 Penggunaan perairan

Luas total perairan di dalam wilayah studi yang dihitung dari analisis SIG adalah 161.178 ha. Aktivitas utama pengguna ruang perairan adalah angkutan perhubungan laut, TNI-AL, dan perikanan, adapun aktivitas pengguna lainnya adalah pariwisata, permukiman dan perkotaan yang berbatasan dengan perairan. Hasil analisis SIG menunjukkan bahwa perikanan tangkap merupakan aktivitas yang paling banyak menggunakan ruang perairan sebagai wilayah tangkap fishing ground, serta TNI-AL untuk area kepentingan latihan pertempuran laut. Informasi mengenai penggunaan ruang perairan disajikan pada Tabel 38, dan Gambar 38. Tabel 38 Penggunaan ruang perairan Teluk Lampung No. Penggunaan Perairan Luas ha 1. Kepentingan pelayaran 4.330 2. Daerah latihan TNI AL 35.417 3. Perairan wilayah tangkap 80.262 4. Perairan perikanan budidaya 8.000 5. Terumbu karang dan padang lamun 4.823 6. Perairan yang telah direklamasi di Bandar Lampung 450 7. Perairan yang telah direklamasi di Lampung Selatan dan Pesawaran 200 Sumber: Dishidros TNI-AL 1998, Pemerintah Provinsi Lampung 2006a, 2006b, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung 2007, Interpretasi Citra Landsat TM-7 2009 Pada dasarnya penggunaan ruang perairan oleh berbagai aktivitas, tidaklah bersifat kaku, namun lebih bersifat temporal, kecuali untuk perikanan budidaya laut terutama kerang mutiara dan perikanan tangkap yang menggunakan alat tangkap statis. Oleh karena itu, terdapat banyak penggunaan ruang perairan yang tumpang tindih antar berbagai aktivitas, seperti kepentingan perikanan dengan TNI-AL, dan perikanan dengan perhubungan laut. Dari analisis SIG dapat dihitung luas tumpang tindih antara areal perikanan tangkap dengan daerah latihan TNI-AL mencapai 15.877 ha, yaitu sekitar 45 dari daerah latihan merupakan wilayah tangkap bagi nelayan. Tumpang tindih antara daerah lingkungan kepentingan DLKp pelabuhan dengan wilayah tangkap adalah 291 ha, yaitu daerah banyak sero alat tangkap statis. Alur pelayaran juga tumpang tindih dengan wilayah tangkap dan daerah latihan 155 TNI-AL. Di samping itu, kawasan terumbu karang dan padang lamun juga tumpang tindih dengan daerah perikanan budidaya laut kerang mutiara dan keramba jaring apung yang banyak terdapat di wilayah pantai atau dan pulau- pulau kecil Sebuku, Legundi, dan Lahu, serta wilayah tangkap. Kondisi yang perlu diperhatikan secara lebih baik adalah keberadaan terumbu karang yang semakin terancam dengan beragam aktivitas pengguna ruang perairan. Sebagai ekosistem pesisir, terumbu karang dengan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan yang dapat menunjang produksi perikanan, bahan baku farmasi, obyek wisata bahari, bahan hiasan dan akuarium ikan laut, tempat pemijahan ikan, tempat mencari ikan, tempat asuhan dan pembesaran dan pelindung pantai dari hempasan ombak. Kerusakan ekosistem terumbu karang umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan ini akan menyebabkan berkurangnya atau menghilangkan fungsi dan manfaat terumbu karang bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Ancaman terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang akan semakin meningkat, saat ini laju kerusakan terumbu karang mencapai 3 per tahun Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007. Jika tidak mendapat perlindungan, maka keberadaan terumbu karang dapat mengalami kerusakan total dalam waktu beberapa tahun ke depan. Dengan demikian, perlindungan ekosistem perairan harus diperhatikan dalam penggunaan ruang.

6.2.4 Jaringan transportasi

Transportasi di wilayah pesisir Teluk Lampung meliputi dua moda yaitu angkutan jalan serta angkutan laut dan penyeberangan. Secara hierarkis, kedua moda angkutan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tingkatan yaitu lokalregional yang melayani kepentingan lokal antar wilayah kecamatan, atau wilayah kecamatan dari dan ke pusat perekonomian di Bandar Lampung; dan angkutan nasionalinternasional yang melayani kepentingan antar wilayah atau pulau-pulau utama dan ekspor-impor antar negara. Informasi mengenai orientasi transportasi di wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada Gambar 39. 56 Gambar 38 PETA PENGGUNAAN RUANG PERAIRAN 157 Terdapat prasarana jalan nasional yaitu Lintas Tengah Sumatera yang menghubungkan wilayah Bandar Lampung terutama Kecamatan Panjang dengan Kabupaten Lampung Selatan. Jalan penghubung antara wilayah Kota Bandar Lampung dengan wilayah Kabupaten Pesawaran adalah jalan provinsi. Ruas jalan nasional dan provinsi tersebut terhubung dengan jalan kabupaten dan desa yang dapat menjangkau seluruh wilayah kecamatan di pesisir Teluk Lampung. Selain prsarana jalan, juga terdapat terminal penumpang tipe B di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung, serta tipe C di Kecamatan Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung, dan di Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Prasarana angkutan laut dan penyeberangan yang meliputi pelabuhan dan dermaga di wilayah pesisir Teluk Lampung, lebih terkonsentrasi di wilayah Kota Bandar Lampung, seperti telah disajikan pada Bab 4. Pelabuhan, dermaga, dan DUKS di wilayah Teluk Lampung umumnya berfungsi sebagai angkutan laut untuk barang, baik lokalregional maupun nasionalinternasional. Adapun angkutan penumpang hanya berupa angkutan penyeberangan yang bersifat lokalregional. Pada tingkat lokalregional, angkutan jalan melayani kepentingan transportasi barang dan penumpang yang berasal dari satu kecamatan menuju kecamatan lain, atau dari dan menuju pusat perekonomian di Kota Bandar Lampung. Orientasi transportasi jalan lokalregional adalah sebagai berikut:  Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada di Kabupaten Pesawaran berorientasi ke Bandar Lampung terutama Kecamatan Teluk Betung Barat dan Selatan, dan sebaliknya.  Kecamatan Ketibung, Sidomulyo, Kalianda, Rajabasa, dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Bandar Lampung terutama Panjang, dan sebaliknya.  Kecamatan Rajabasa dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan, secara terbatas juga berorientasi ke Kalianda.  Orientasi angkutan lokalregional selalu bersimpul di wilayah Bandar Lampung, dan tidak terdapat hubungan angkutan jalan yang langsung antara wilayah Kabupaten Pesawaran dan Lampung Selatan Pada tingkat lokalregional, angkutan laut dan penyeberangan melayani kepentingan transportasi barang dan penumpang yang berasal dari satu kecamatan 158 menuju kecamatan lain, atau dari dan menuju pusat perekonomian di Kota Bandar Lampung Kecamatan Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatan. Orientasi transportasi laut dan penyeberangan lokalregional, dapat dideskripsikan sebagai berikut:  Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada dengan Pulau Kecil terutama Legundi, Puhawang, dan Kelagian di Kabupaten Pesawaran berorientasi ke Bandar Lampung terutama Kecamatan Teluk Betung Barat dan Selatan, dan sebaliknya.  Pulau kecil Sebuku dan Sebesi di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Kecamatan Kalianda, dan sebaliknya.  Orientasi angkutan laut dan penyeberangan lokalregional lebih berperan di wilayah Bandar Lampung dan Pesawaran, sedangkan di Lampug Selatan hanya sedikit sekali.  Tidak terdapat hubungan angkutan laut dan penyeberangan yang langsung antara wilayah Kabupaten Pesawaran dan Lampung Selatan. Angkutan jalan pada tingkat nasional di wilayah pesisir Teluk Lampung, merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem angkutan jalan nasional. Wilayah ini memiliki fungsi ganda yaitu sebagai daerah asal, tujuan, dan perlintasan angkutan jalan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Pergerakan barang dan penumpang angkutan jalan akan melalui wilayah pesisir Teluk Lampung Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan, kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak-Bakauheni. Oleh karena itu, angkutan jalan yang ada merupakan penunjang perekonomian wilayah yang lebih luas yaitu Provinsi Lampung dan provinsi lain di Pulau Sumatera serta Pulau Jawa.. Orientasi transportasi jalan nasional adalah sebagai berikut:  Penumpang dan barang dari Provinsi Lampung dan provinsi lain di Pulau Sumatera, melalui Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan, kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak-Bakauheni, dan sebaliknya.  Penumpang dan barang dari daerah sekitar Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan, kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak- Bakauheni, dan sebaliknya. 159  Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan salah satu simpul angkutan jalan nasional. Angkutan laut nasionalinternasional, hanya melayani kepentingan transportasi barang dan tidak melayani penumpang. Pada tahun 1980-an terdapat angkutan penumpang dari Srengsem menuju Jakarta, dan tahun 1990-an dari Sukaraja Kecamatan Teluk Betung Selatan dan Kecamatan Panjang di Kota Bandar Lampung menuju Jakarta, dan sebaliknya. Namun sejak tahun 2005 sampai saat ini, angkutan penumpang dari dan ke Pulau Jawa hanya menggunakan moda angkutan jalan dan menerus ke lintas penyeberangan Merak-Bakauheni. Komoditas yang menggunakan angkutan laut, antara lain meliputi hasil pertanian terutama kopi dan perikanan, crude palm oil CPO, karet lembar dan crumb, nanas kaleng, udang beku, gula, batubara, pulp, semen, pupuk, bahan bakar minyak BBM, alat berat dan permesinan, kayu dan produk olahannya, pakan ternak, dan ternak hidup. Orientasi transportasi laut nasionalinternasional adalah sebagai berikut:  Angkutan barang antar pulau dari dan ke luar Lampung yang melalui Laut Jawa dan Selat Malaka, akan melewati alur pelayaran di Pulau Sebuku bagian timur mulut teluk; dan yang melalui Samudera Hindia, akan melewati alur pelayaran di Pulau Legundi bagian barat mulut teluk.  Angkutan barang internasional dari dan ke luar Lampung yang melalui Singapura dan Laut Jawa, akan melewati alur pelayaran di Pulau Sebuku bagian timur mulut teluk; dan yang melalui Samudera Hindia, akan melewati alur pelayaran di Pulau Legundi bagian barat mulut teluk.

6.3 Kecenderungan Sistem

Analisis kecenderungan ditujukan untuk mengeksplorasi perilaku sistem dalam jangka panjang, melalui simulasi model Forrester 1968, 1998; White dan Engelen 2000; Winz 2005; Elshorbagy et al. 2005; Yufeng dan ShuSong 2005. Periode simulasi ditetapkan selama 20 tahun dihitung dari saat dilakukannya penelitian, yaitu tahun 2009; dan selama 26 tahun bila dihitung dari ketersediaan data historis, yaitu dari tahun 2003. Pemilihan kurun waktu tersebut disesuaikan dengan lingkup waktu perencanaan tata ruang yaitu 20 tahun. 60 Gambar 39 PETA ORIENTASI TRANSPORTASI