Pendekatan Co-management dalam Pengelolaan Taman Nasional

32 tersebut dan tahu apa yang diinginkan. Namun pada kenyataannya, peran serta masyarakat sebagai obyek dan subyek dalam kegiatan pengelolaan kawasan konservasi masih sangat terbatas. Untuk itu maka perlu dikembangkan pembinaan hubungan kemitraan antar stakeholders berdasarkan konsep hubungan kesetaraan dan hubungan saling membutuhkan, saling menguntungkan dan berkesinambungan Borrini-Feyerabend, 1996. Gambar 2 mengilustrasikan wilayah pengelolaan kolaboratif yang berada diantara manajemen dibawah kontrol penuh pemerintah dan dibawah kendali penuh masyarakat, sehingga arah kerja co-management mencakup berbagai cara dengan menerapkan manajemen kerjasama yang adaptif, mulai dari konsultasi aktif, mencari konsensus, negosiasi, sharing otoritas dan dan transfer otoritas. Gambar 2 Arah kerja co-management. Sumber : Borrini-Feyerabend 1996 Gambar 3 menjelaskan bentuk level hierarki co-management dimana pada tipe instruktif ada sedikit pertukaran informasi antara pemerintah dan pengguna, tetapi pemerintah yang memegang kendali. Pada tipe konsultatif ada mekanisme untuk pemerintah mengkonsultasikan dengan pengguna, tetapi keputusan tetap ditangan pemerintah. Tipe kooperatif sebagai pola kemitraan yang sesungguhnya ketika pemerintah dan pengguna bekerja sama sebagai mitra yang setara dalam pembuatan keputusan. Pada tipe advisori, pengguna memberi saran kepada pemerintah atas keputusan yang akan diambil dan pemerintah COLLABORATIVE MANAGEMENT Kontrol penuh Pemerintah Kontrol penuh Stakeholders Harapan stakeholders meningkat Kontribusi, komitmen akuntabititas stakeholders meningkat Kontrol bersama Tidak ada intervensi kontribusi stakeholders Tidak ada intervensi kontribusi pemerintah konsultasi mencari negosiasi sharing otoritas transfer secara konsensus keterlibatan dlm tanggung jwb otoritas aktif terbaik pengamb kpts secara formal tanggung kesepakatan jawab 33 menerimanya. Tipe yang terakhir, informatif dimana pemerintah telah memberikan wewenangnya kepada pengguna untuk membuat keputusan Suporahardjo, 2005. Gambar 3 Level hierarki co-management. Sumber : Nikijuluw 2002 Dalam hubungan interaksi antara pengelola taman nasional dengan para stakeholders dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam, ada sembilan kemungkinan jenis interaksi yang terjadi, mulai dari yang berpotensi menimbulkan konflik sampai suatu bentuk kolaborasi Tabel 8. Mitchell et al 2003 mengidentifikasi beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menghindari atau meminimalkan potensi konflik yaitu : 1. Kepastian bahwa tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan dengan masing-masing kepentingan tertampung secara berimbang; 2. Kepastian bahwa masyarakat diikutsertakan dan terangkat kehidupan sosialnya; 3. Kepastian bahwa pemanfaatan memberikan optimasi efek terhadap konservasi dan ekonomi; dan 4. Kepastian bahwa penyelenggaraan usaha pemanfaatan memiliki kelayakan finasial. Instruksif Konsultatif Kooperatif Pendampingan Informatif Government based management User-group based management 34 Tabel 8 Jenis interaksi dalam kegiatan pemanfaatan di Taman Nasional No Jenis interaksi Keterangan Status hubungan 1. Konflik Ada perseteruan terbuka akibat kepentingan yang sangat berlawanan Lawan 2. Permusuhan Ada benturan kepentingan Lawan 3. Penolakan Ada ketidaksepakatan Lawan 4. Tidak ada kontak Saling tidak peduli Netral 5. Ada kontak Saling tahu keberadaan masing-masing Netral 6. Kontribusi Ada dukungan dalam kegiatan Kawan 7. Kooperasi Ada kerjasama dalam suatu kegiatan Kawan 8. Koordinasi Ada kerjasama program Kawan 9. Kolaborasi Ada kerjasama yang baik sejak tingkat perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program Kawan Sumber : Mitchell et al 2003 Menyadari adanya kemungkinan timbulnya konflik dalam pemanfaatan kawasan, maka penerapan co-management merupakan pilihan yang tepat, karena bentuk rencana pengelolaan pemanfaatan kawasan dirumuskan bersama atas dasar kesepakatan antar pemangku kepentingan Claridge dan O‟Callaghan, 1995.

2.5.5. Indikator dan Proses Co-management

Borrini-Feyerabend, et al 2000 menyebutkan indikator kemajuan untuk perbaikan rencana kerja dan kesepakatan dalam co-management meliputi dimensi ekologis dan sosial, diantaranya adalah : 1 kepedulian stakeholderss terhadap isu, jadwal kerja, hak dan tanggung jawab; 2 eksistensi dari mekanisme penyebaran informasi dan bentuk komunikasi serta negosiasi kesepakatan; 3 kesediaan fasilitator dalam mediasi konflik; 4 keterlibatan aktif stakeholderss; 5 eksistensi dan pengakuan kesepakan co-management diantara stakeholderss formal atau informal; 6 definisi spesifik tentang fungsi, hak dan tanggung jawab para stakeholders dalam kesepakatan co-management; 7 kerelaan para stakeholderss dalam memenuhi hak dan tanggung jawab yang disepakati; 8 kesediaan stakeholders dalam menjalankan kesepatan yang telah dibuat; dan 9 p enerapan prinsip “good governance”, partisipatif, demokratis, transparansi dan akuntabilitas publik dalam setiap keputusan dan kesepakatan co-management. 35 Tabel 9 Kerangka penerapan co-management Tahap management variabel Paradigma co-management Identifikasi isu tujuan Mencapai tujuan bersama kerangka berpikir Miliki kesatuan ide Perencanaan - inisiatif Prakarsa bersama, saling mengisi, menjalankan kepentingan - pengambilan keputusan Dirumuskan bersama, kepentingan masing-masing pihak diakomodasi - sumberdaya alam Kontribusi seluruh stakeholder Pelaksanaan implementasi Diawasi bersama, akuntabilitas tinggi, transparan Monitoring - evaluasi manfaat Orientasi pada manfaat bersama Sumber : IIRR 1998 Sedangkan menurut Claridge dan O‟Callaghan 1995, karakteristik keberhasilan co-management antara lain: 1 keuntungan integrasi konservasi dan pembangunan diakui oleh pemerintah dan stakeholderss lain; 2 pemerintah mendukung dan memfasilitasi secara aktif “involvement” masyarakat setempat dalam manajemen sumberdaya alam dan konservasi; 3 para pihak memberikan perhatian dan berpartisipasi secara penuh; 4 s erselenggaranya “appropriate sharing ” sumberdaya, informasi, kedudukankemampuan, keputusan; 5 para pihak mengerti secara penuh dan saling percaya, dan mempunyai peran yang jelas; 6 akar permasalahan dimengerti dan disetujui untuk ditindak lanjuti; 7 keuntungan yang jelas diantara para pihak; dan 8 para pihak memiliki kemampuan dan ketrampilan yang cukup skills, financial, capability. Pomeroy et al 1999 mengemukakan sembilan kunci sukses co- management yang diambil dari pengalaman di Asia, yaitu 1 batas-batas wilayah jelas terdefinisi; 2 kejelasan keanggotaan; 3 keterikatan dalam kelompok; 4 manfaat harus lebih besar dari biaya; 5 pengelolaan sederhana; 6 legalisasi dari pengelolaan; 7 kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat, 8 desentralisasi dan pendelegasian wewenang, serta 9 koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat. Beberapa faktor pendukung co-management dari berbagai literatur dapat dirangkum seperti dalam Tabel 10.