Perubahan Paradigma Pengelolaan Pengelolaan Kawasan Konservasi

17 hayati di kawasan lindung dengan pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat Wiratno et al, 2004. Sebelum konsep ini dijalankan, konservasi dan pembangunan dianggap sebagai dua hal yang terpisah dan bahkan saling bertentangan, atau konservasi sering dianggap sebagai musuh pembangunan. Konsep ICDP diterima dengan baik karena menawarkan pendekatan alternatif bagi pengelolaan kawasan lindung yang layak secara politis, dan memberi kontribusi bagi pencapaian tiga sasaran utama agenda pembangunan berkelanjutan yaitu konservasi keanekaragaman hayati yang efektif, peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam konservasi dan pembangunan serta pengembangan ekonomi masyarakat miskin di pedesaan Well et al, 1999 dan Wiratno et al, 2004. Desentralisasi pengelolaan kawasan konservasi merupakan kebijakan pemerintah untuk mengefektifkan dan mendekatkan pengelolaan sumberdaya alam ke pemerintah daerah dan masyarakat. Implementasi dari UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membuat adanya misinterpretasi atas kewenangan yang diberikan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Desentralisasi kewenangan kepada daerah bukan merupakan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan daerah, namun harus dipandang sebagai pemberian hak dan kewajiban untuk dilaksanakan secara bertanggungjawab dan demi kepentingan masyarakat. Tuntutan desentralisasi sejalan dengan praktek pengelolaan co- management, sehingga co-management dan desentralisasi dapat berjalan seiring karena mempunyai tujuan yang sama, yaitu penguatan peran serta masyarakat dan pendistribusian kekuasaan dalam pengelolaan sumberdaya yang lebih adil. Walaupun demikian, kebijakan desentralisasi masih belum dapat menjamin adanya pembagian kekuasaan dan wewenang yang nyata dalam pengelolaan sumberdaya alam 18 Tabel 2 Pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi Topik Paradigma lama Paradigma baru Tujuan - Hanya untuk tujuan konservasi semata - Dibangun utamanya untuk perlindungan hidupan liar yang istimewa, - Dikelola khusus untuk pengunjung wisatawan - Nilai utamanya : wild life - about protection - Mencakup tujuan sosial dan ekonomi - Dikembangkan juga untuk alasan ilmiah, ekonomi dan budaya - Dikelola bersama masyarakat setempat - Mencakup juga nilai budaya dan wild life yang dilindungi - Also about restoration, rehabilitation socio-economic purposes Pengelolaan - Oleh pemerintah pusat - Melibatkan para pihak yang berkepentingan Masyarakat setempat - Perencanaan dan pengelolaan “memusuhi” masyarakat setempat - Pengelolaan tanpa mempedulikan opini pendapat masyarakat - Dikelola bersama, untuk dan dikelola oleh masyarakat setempat - Dikelola dengan mengakomodasi kepentingan masyarakat setempat Cakupan pengelolaan - Dikembangkan secara terpisah - Dikelola seperti pulau biologi - Direncanakan dan dikembangkan sebagai bagian dari sistem nasional, regional dan internasional - Dikembangkan dalam bentuk „jaringan‟ Protected Area Network → koridor jalur hijau Persepsi - Dipandang utamanya sebagai aset nasional milik pemerintah - Dipandang hanya untuk kepentingan nasional - Dipandang sebagai aset publik milik masyarakat - Dipandang juga sebagai kepentingan internasional Teknik Pengelolaan - Pengelolaan kawasan konservasi sebagai respon jangka pendek - Orientasi pengelolaan hanya difokuskan pada orientasi teknis - Pengelolaan diadaptasi menurut perspektif jangka panjang - Orientasi pengelolaan juga mempertimbangkan aspek politik Pendanaan - Dibayarkan hanya dari pajak taxpayer → pemerintah - Dibiayai dari berbagai sumber keuangan yang memungkinkan pemerintah, swasta, masyarakat nasional - internasionalt Kemampuan manajemen - Dikelola oleh ilmuwan dan para ahli sumberdaya Pemimpin “ahli” - Dikelola oleh multi-skilled individual - Dikembangkan dari kearifan lokal local knowledge Sumber : dimodifikasi dari IUCN 19

2.3. Kebijakan dan Kelembagaan

Kebijakan policy dan kelembagaan institutional merupakan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Kebijakan yang bagus tanpa dilandasi kelembagaan yang bagus atau sebaliknya akan sulit mencapai hasil maksimal. Dari pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan seringkali terjadi karena tata kelola pemerintahan good governance yang buruk dimana pemerintah gagal membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang benar serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan. Pada dasarnya hampir semua kegagalan pembangunan bersumber dari dua persoalan fundamental yaitu kegagalan kebijakan dan kegagalan kelembagaan Djogo et al, 2003. Kinerja pengelolaan taman nasional ditentukan oleh kebijakan yang berbentuk peraturan perundangan dan organisasi pengelola atau lembaganya.

2.3.1. Pengertian kebijakan

Kebijakan adalah intervensi, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencari solusi masalah pembangunan atau untuk mencapai tujuan pembangunan dengan mengeluarkan keputusan, strategi, perencanaan maupun implementasinya di lapangan dengan menggunakan instrumen tertentu Djogo et al, 2003. Kebijakan juga merupakan upaya pemerintah untuk memperkenalkan model pembangunan baru atau upaya untuk mengatasi kegagalan dalam proses pembangunan Selama ini pemerintah lebih menekankan pada pembangunan ekonomi dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur fisik daripada infrastruktur kelembagaan. Selain itu kebijakan pemerintah selalu berubah dan sulit dilaksanakan secara utuh, sehingga perlu perhatian serius, karena institusi atau kelembagaan adalah pusat dari teori kebijakan dan dianggap sebagai unsur untuk pembuatan dan pembentuk kebijakan. Pada umumnya kebijakan ditetapkan dalam bentuk aturan dan ketetapan yang merupakan unsur-unsur utama dalam kelembagaan.

2.3.2. Pengertian Kelembagaan

Kelembagaan merupakan sistem organisasi dan kontrol masyarakat terhadap penggunaan sumberdaya. Ada dua jenis pengertian kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai organisasi. Aturan main tersebut terdiri dari aturan formal dan aturan informal beserta aturan penegakan enforcement yang menfasilitasi atau membentuk perilaku individu atau organisasi di 20 masyarakat. O rganisasi merupakan wujud konkrit kelembagaan yang membungkus aturan main tersebut. Beberapa pengertian kelembagaan antara lain adalah : ..... suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama Djogo et al, 2003 ..... organisasi danatau antar aktor pembangunan, bisnis dan politik yang saling mengikat yang diwadahi dalam sebuah organisasi atau jaringan Kartodihardjo dan Jhamtani, 2006 Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan adalah aturan main rules of the game untuk mengatur hubungan antar individu atau kelompok individu yang diwadahi dalam suatu organisasi dalam mengimplementasikan aturan-aturan tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan . Agar kelembagaan dapat melaksanakan fungsinya maka diperlukan adanya enforcement dalam bentuk sanksi atau insentif yang memberikan gairah kepada partisipan dalam berperilaku sesuai dengan harapan.

2.3.2.1. Ciri Kelembagaan

Menurut Shaffer dan Schmid dalam Pakpahan 1990 ada tiga komponen utama yang mencirikan suatu kelembagaan yaitu : 1 batas yurisdiksi; 2 property right; dan 3 aturan representasi. Batas yurisdiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi. Konsep ini dapat berarti batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga. Misalnya dalam istilah pemerintah pusat atau pemerintah daerah terkandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan dalam mengatur alokasi sumberdaya. Property right hak pemilikan merupakan aturan hukum, adat atau tradisi yang menentukan hubungan antar anggota masyarakat dalam menyatakan kepentingannya terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi yang juga merupakan kekuatan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Pada hakikatnya, terdapat empat jenis hak pemilikan atas sumberdaya alam yang sangat berbeda satu dengan lainnya, yaitu Arifin, 2005 : 1. Milik negara state property, yaitu kepemilikan sumberdaya alam yang berada dibawah kewenangan pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada pasal 4 UU no.4 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia