Mekanisme dan Model Partisipasi

24 Menurut Mitchell et al 2003 partisipasi dalam suatu kerjasama berdasarkan pembagian kekuasaannya dapat dibedakan menjadi empat Tabel 3 yaitu : 1 kontribusi; 2 operasional; 3 konsultatif; dan 4 kolaboratif. Tabel 3 Bentuk kerjasama strategik No. Bentuk kerjasama Tujuan Pembagian kekuasaan strategik 1. Kontribusi Support sharing Menyalurkan dana untuk suatu proyekprogram. Pemerintah memegang kontrol tetapi kontributor mengajukan usulan atau sepakat dengan tujuan proyekprogram 2. Operasional Working sharing Mengijinkan peserta untuk bekerjasama dan bertukar informasi Pemerintah memegang kontrol. Peserta dapat mempengaruhi keputusan melalui kesertaan praktis 3. Konsultatif Advisory Mendapatkan masukan kebijakan dan strategi, serta merancang program evaluasi dan penyesuaian Pemerintah mempertahankan kontrol, kepemilikan dan resiko, tapi terbuka terhadap masukan peserta dan stakeholders 4. Kolaboratif Decision making Meningkatkan kerjasama dalam perumusan kebijakan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan penyesuaian Kekuasaan, pemilikan dan resiko dibagi bersama Sumber : Mitchell et al 2003 Partisipasi dalam perencanaan pengelolaan taman nasional harus dilakukan secara kontinyu dan bersifat saling sinergis dalam bentuk kerjasama antara pihak pengelola taman nasional dengan stakeholders Warner, 1997. Proses partisipatori sendiri melibatkan sejumlah pertemuan yang bersifat konsultatif dimana semua stakeholderss berpartisipasi. Oleh karenanya tingkat partisipasi akan tergantung pada tingkat konsultasi, mulai dari sekedar memberi informasi, konsultasi dan partisipasi penuh Pirot et al, 2000. Juga harus dilakukan pembedaan antara kelompok publik aktif dan pasif. Walaupun demikian ada tantangan bagi pengelola lingkungan yaitu apakah isu yang disampaikan kelompok yang aktif mewakili isu-isu stakeholders yang akan dipengaruhi atau terkena suatu kebijakan, karena kelompok yang aktif tidak selalu mewakili semua stakeholderss Mitchell et al, 2003. 25 Tabel 4 Tingkat partisipasi menuju terwujudnya pengelolaan kolaboratif No Pendekatan Tingkat partisipasi 1. Non- partisipasi Pemilik proyek atau agenda bertindak sebagai inisiator, yang menentukan agenda, dan mengatur, mengawasi, serta mengevaluasi kegiatan-kegiatan proyek. Pada tingkatan ini, pemilik proyek dapat melibatkan pihak lain untuk melaksanakan sebagian atau seluruh kegiatan proyek dengan imbalan. Pihak lain tersebut kemungkinan bertindak ebagai konsultan atau kontraktor. 2. Kooperatif Pemilik agenda atau proyek mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan, dan kemudian menganalisis masukan-masukan tersebut. Setelah itu pemilik proyek atau agenda tersebut menyusun rencana, melaksanakan kegiatan, dan mengevaluasi hasil-hasil kegiatan proyek. 3. Kemitraan Pemilik atau pengusul proyek atau agenda bersama pemangku kepentingan lain yang telah bersepakat membentuk kemitraan dan bersama-sama menentukan agenda kegiatan. Dalam hal ini pemilik yang pertama kali mengusulkan proyek atau agenda memimpin pelaksanaan kegiatan dan bertanggung jawab atas hasil-hasil kegiatan. 4. Kolaborasi Proyek atau agenda diusulkan dan dirancang bersama. Para pemangku kepentingan setara dan bersama-sama mengidentifikasi permasalahan, merumuskan kegiatan, dan mengevaluasi hasil-hasil kegiatan. Proses belajar dilakukan bersama-sama secara terus menerus, dan rencana- rencana kegiatan disusun secara adaptif dan lentur fleksibel. Pada tahapan ini, diperlukan fasilitator untuk mempercepat proses-proses kolaborasi. Peranan fasilitator sebagai pengamat proses-proses, penasehat dan tidak menentukan arah ataupun melakukan intervensi. Sumber: Cornwall 1995 dalam Anshari 2006. Hardjasoemantri 1993 membedakan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu 1 bersifat konsultatif, dimana anggota masyarakat mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberitahu, akan tetapi keputusan akhir tetap di tangan pejabat pembuat keputusan; dan 2 bersifat kemitraan dimana masyarakat dan pejabat pembuat keputusan secara bersama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan dan membuat keputusan. Sehingga peran serta masyarakat dapat meningkatkan kualitas keputusan pemerintah, dan di sisi lain dapat mengurangi kemungkinan munculnya konflik. Tipe kelembagaan partisipasi masyarakat menurut IIRR 1998 dan Bass et al 1995 dalam Tadjudin 2000 adalah: 1. Partisipasi manipulatif dalam pemberian informasi. Masyarakat menjawab pertanyaan, tidak berkesempatan mpengaruhi karena temuan tidak dibagikan; 2. Partisipasi pasif, masyarakat diberitahu hal yang sudah terjadi; 26 3. Partisipasi konsultatif, masyarakat dimintai tanggapan, tidak terlibat dalam pengambilan keputusan; 4. Partisipasi dengan imbalan materi, memberi konstribusi sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh imbalan materi; 5. Partisipasi fungsional, masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan; 6. Partisipasi interaktif, terlibat dalam analisa, perencanaan kegiatan, pemberdayaan. Partisipasi dipandang sebagai hak, masyarakat memiliki kewenangan jelas untuk melihara struktur dan kegiatannya; dan 7. Mobilisasi swakarsa, inisiatif mandiri untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat membangun hubungan konsultatif dengan pihak luar. Tipologi partisipasi yang diharapkan muncul dalam pengelolaan kolaboratif adalah partisipasi interaktif dan mobilisasi swakarsa Bass et al, 1995 dalam Tadjudin, 2000 atau kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan masyarakat Fisher, 1995.

2.5. Co-management

2.5.1. Pengertian dan Latar Belakang

Co-management atau collaborative management, sering disebut juga participatory management, joint management, shared-management, multi- stakeholder management atau round-table agreement. Di Indonesia istilah co- management diartikan sebagai pengelolaan kolaboratif, pengelolaan bersama, pengelolaan berbasis kemitraan atau pengelolaan partisipatif. Beberapa pengertian co-management disajikan dalam Tabel 5. Pendekatan co-management mulai muncul pada awal tahun 1980-an di Amerika dan Eropa dan menjadi paradigma baru untuk pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia akibat tuntutan atas respon desentralisasi. IUCN 1997, dalam Resolusi 142 Tahun 1996, menjelaskan gagasan dasar pengelolaan kolaboratif adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumber daya, lembaga non-pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggung-jawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumberdaya. Hubungan kemitraan dalam pengelolaan disebut sebagai co- management. 27 Tabel 5 Pengertian co-management No Pengertian Sumber Pustaka 1. Proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan keuntungan Permenhut no : P.19 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA KPA 2. Turunan dari pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat dan berbasis pemerintah, dimana ada kerjasama antar pemerintah dan masyarakat dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan Nikijuluw, 2002 3. Suatu pengaturan kemitraan dimana pemerintah, masyarakat pemakai sumberdaya lokal dan agen luar serta stakeholders lain berbagi otoritas dan tanggung jawab untuk manajemen suatu sumberdaya Worlfishcenter, 2001 4. Situasi dimana dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, saling menentukan dan saling menjamin pembagian fungsi-fungsi pengelolaan, berbagi hak dan tanggung-jawab dari suatu teritori, daerah atau sumberdaya alam secara adil Borrini-Feyerabend et al , 2000 5. Suatu bentuk manajemen yang mengakomodir kepentingan seluruh stakeholders dengan mekanisme kerjasama secara adil dan memandang harkat setiap stake sebagai entitas yang sederajat sesuai dengan tata nilai yang berlaku, untuk pencapaian tujuan bersama Tadjudin, 2000 6. Pembagian wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya alam, sehingga masing-masing dapat mengontrol penyimpangan yang dilakukan pihak lain Pomeroy dan Berkes, 1997 7. Suatu pengaturan dimana tanggung jawab pengelolaan sumberdaya dibagi antara pemerintah dan pengguna Sen dan Nielsen, 1996 8. Partisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat secara individu atau kelompok yang mempunyai keterkaitanhubungan, ataupun kepentingan terhadap sumberdaya alam Claridge dan O‟Callaghan, 1995 Pada dasarnya konsep pengelolaan co-management berbeda dengan pengelolaan p artisipatif lainnya atau dengan „pengelolaan berbasis masyarakat‟, karena ada mekanisme pelembagaan yang menuntut kesadaran dan distribusi tanggung-jawab pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya secara formal. Berdasarkan hasil evaluasi Putro komunikasi pribadi, Februari 2007 ada beberapa pokok pikiran yang dapat dijadikan acuan umum dalam mengembangkan kemitraan pengelolaan taman nasional: 1. Aktor-aktor yang bermitra memiliki kesetaraan kesadaran mengenai tujuan publik pengelolaan taman nasional; 2. Kesepakatan kolektif seringkali bertentangan dengan hukumregulasi yang berlaku dan harus segera direspon oleh penentu kebijakan sebagai upaya perbaikan tata-pemerintahan sepanjang menguatkan pencapaian tujuan pengelolaan taman nasional;