Gambar 23. Peta lokasi kerawanan TNKJ Sumber : BTNK, 2004
a
5.2.  Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan TNKJ
Kebijakan pengelolaan TNKJ sesuai dengan visinya adalah memantapkan pengelolaan    konservasi  sumberdaya  alam  hayati  dan  ekosistem  TNKJ  melalui
perlindungan  hutan  dan  penegakan  hukum,  optimalisasi  pemanfaatan berdasarkan prinsip kelestarian yang didukung kelembagaan dan kemitraan yang
kuat.  Untuk  kebijakan  pembangunan  perikanan  Karimunjawa  diarahkan  pada pengembangan  ekonomi  masyarakat  dan  industri  kelautan  melalui  peningkatan
pendayagunaan potensi perikanan dan kelautan secara serasi seimbang dengan memperhatikan  daya  dukung  lingkungan  dan  kelestarian  fungsi  lingkungan.
Sedangkan kebijakan
pembangunan pariwisata
Karimunjawa adalah
mewujudkan  Karimunjawa  sebagai  daerah  tujuan  wisata  bahari  utama  di  Jawa Tengah,  dilakukan  secara  terencana,  rasional,  optimal,  bertanggung  jawab  dan
sesuai kemampuan
daya dukung
sumberdaya alam
dengan tetap
mengutamakan  sebesar-besarnya  kesejahteraan  masyarakat  setempat  dan berkelanjutan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan. Dalam Peraturan
Daerah  nomor  11  tahun  2003  tentang  Rencana  Strategis  Jawa  Tengah  2003- 2008  yang  dijadikan  acuan  untuk  kebijakan  strategis  dalam  pengembangan
pariwisata  di  Karimunjawa  disebutkakan  bahwa  pendekatan  pengelolaan kawasan  dilakukan  melalui  keterpaduan  antar  wilayah  dan  sektor  yang  berdaya
saing. Ketiga  kebijakan  dari  BTNK,  perikanan  dan  pariwisata  pada  dasarnya
adalah sama yaitu untuk menjaga kelestarian guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Akan  tetapi  dalam  implementasinya  di  lapangan,  masing-masing
sektor  berjalan  sendiri-sendiri  tanpa  ada  koordinasi;  sehingga  banyak  program kegiatan  yang  tumpang  tindih.  Misalnya  penelitian  pengembangan  ekowisata
yang  dilakukan  oleh  Balitbang,  Dinas  Pariwisata,  dan  Dinas  Perikanan; pembuatan  leaflet  pariwisata  yang  dilakukan  oleh  BTNK  maupun  Dinas
Pariwisata  provinsi  dan  kabupaten.  Untuk  itu  maka  perlu  ada  komunikasi  dan koordinasi antara BTNK dan lembaga terkait agar dapat mensinergikan kegiatan
dan kepentingan semua pihak sehingga terwujud keterpaduan antar sektor agar pemanfaatan dan pengelolaan dapat berjalan lebih efektif.
5.2.1.  Landasan Hukum Pengelolaan TNKJ
Menurut  sistem  hukum  yang  ada  di  Indonesia  UU  no.  5  tahun  1990 tentang  KSDAHE,  UU  no.31  tahun  2004  tentang  Perikanan,  Keppres  no.  32
2
tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung, PP no. 68 tahun 1998 tentang KSA  dan  KPA,  sumberdaya  alam  taman  nasional  dikuasai  oleh  negara  cq
pemerintah.  Akan  tetapi  pemerintah  pusat  belum  berhasil  membentuk mekanisme  pengelolaan  taman  nasional  yang  efektif  Hardjasoemantri,  1993,
hal ini dikarenakan kewenangan pengelolaan  ada pada Departemen Kehutanan
dan  Departemen  Kelautan  dan  Perikanan  dimana  masing-masing  departemen mempunyai  kepentingan  berbeda.  Berdasarkan  analisa  terhadap  tujuh  Undang-
undang  dan  lima  Peraturan  Pemerintah  yang  terkait  dengan  pengelolaan  dan pemanfaatan kawasan taman nasional Tabel 35, substansi dari produk hukum
tersebut  lebih  banyak  mengkonsentrasikan  kewenangan  pengelolaan  pada pemerintah  67,74,  sedangkan  kewenangan  masyarakat  23,66  dan
sisanya 8,60 ada pada badan usaha dan lembaga lainnya. Implementasi  otonomi  daaerah  membawa  sejumlah  implikasi  terhadap
aktivitas  pemanfaatan  sumberdaya  alam  termasuk,  sumberdaya  perikanan. Sumberdaya  perairan  tidak  lagi  bersifat  open  access  melainkan  terkontrol  dan
Pemda  beserta  masyarakat  lokal  diharapkan  mampu  bertanggung  jawab mengendalikan pengelolaan sumberdaya tersebut sehingga kelestariannya tetap
terjaga.  Realitas  di  lapangan  menunjukkan  bahwa  BTNK  mengontrol  akses masuk  ke  kawasan  dengan  cara  menerbitkan  Surat  Ijin  Masuk  Kawasan,  tetapi
untuk  kegiatan  eksploitasi  SDA,  kewenangan  ada  pada  sektor  terkait  Dinas Perikanan,  Dinas  Pariwisata.  Namun  permasalahan  pemanfaatan  sektoral
tersebut  tidak  sampai  menimbulkan  konflik  karena  tidak  menghilangkan  hak seseorang  atau  sekelompok  orang  atas  sumberdaya.  Misalnya  untuk
pengembangan pariwisata, kewenangan BTNK ada pada wilayah perairan dan di zona  pemanfaatan;  sedangkan  kewenangan  pemerintah  daerah  pada  wilayah
daratan;  pemberian  ijin  usaha  pengembangan  pariwisata  di  luar  zona pemanfaatan diberikan oleh Bupati Jepara, sedangkan untuk ijin usaha kegiatan
perikanan dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Jawa tengah untuk ukuran kapal 10-30 GT.