Kapasitas Pengelolaan TNKJ Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan TNKJ

10 Kasi Pengelolaan TN Wilayah I Kemujan dan Kasi Pengelolaan TN Wilayah II Karimunjawa. Untuk pengelolaan di lapangan, TNKJ dibagi dalam dua Kesatuan Pemangku Taman Nasional KPTN, yaitu KPTN Barat berkedudukan di desa Kemujan dengan wilayah daratan seluas 870 ha dan wilayah perairan 55.442,5 ha; dan KPTN Timur di desa Karimunjawa dengan wilayah daratan seluas 5.985 ha dan wilayah perairan 50.812,5 ha. Kapasitas BTNK sebagai lembaga pengelola jika dilihat dari jumlah pegawai dan latar belakang pendidikannya Gambar 24 sudah cukup memadai dimana hampir semua program kegiatan yang direncanakan dapat dikerjakan dengan baik sesuai tugas masing-masing Lampiran 7 oleh 99 pegawai dengan 22 pengendali ekosistem hutan PEH dan 29 polisi hutan. Dari 26 pegawai yang sarjana, jika dilihat dari latar belakang pendidikannya untuk Sarjana Kehutanan dan Perikanan masing-masing 7, Biologi 2 dan lainnya adalah Sarjana Hukum 4, Sarjana Sospol 4 dan Sarjana Ekonomi 2. Gambar 24 Keadaan pegawai menurut latar belakang pendidikan. Sumber : Statistik BTNK 2006 Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan pegawai BTNK dilihat dari latar belakang pendidikan kurang sesuai untuk skill yang dibutuhkan, untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas pengelolaan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan sesuai kompetensinya. Beberapa kegiatan pendidikan dan pelatihan ataupun magang dan studi banding ke lokasi lain telah diikuti oleh staf BTNK Lampiran 8, akan tetapi masih belum mengenai sasaran karena kriteria peserta kurang tepat dan hasilnya kurang dapat diaplikasikan karena keterbatasan sarana pendukungnya. 6 S1 26 D4 1 D3 3 SLTA 63 SLTP 1 S2 11 Tabel 38 Anggaran pengelolaan TNKJ, 2000 – 2007 ribuan Tahun APBN Sektoral APBN Rutin DIPA 29 DIPA 69 DIK-S DR DIK-S PSDH Jumlah 2000 85.917 85.206 - - 322.060 109.440 602.623 2001 122.720 543.394 - - 820.382 209.740 1.696.236 2002 150.000 592.816 - - 1.850.410 377.625 2.970.851 2003 200.000 682.880 - - 1.206.505 185.145 2.274.530 2004 249.997 1.455.927 - - 1.286.152 124.440 3.116.516 2005 - - 2.640.623 1.109.923 - - 3.750.546 2006 - - 3.230.565 1.489.400 - - 4.719.965 2007 - - 4.069.715 4.777.240 - - 8.846.955 Keterangan : DIPA 29 dan DIPA 69 merupakan pengganti APBN dan DIK Sumber : BTNK 2006 dan 2008 Kapasitas pengelolaan juga dapat diukur dari penggunaan dana dan penilaian pelaksanaan program kegiatan. Anggaran pengelolaan TNKJ selalu meningkat dari tahun ke tahun Tabel 38 bahkan pada tahun 2007 meningkat sekitar 87 dari anggaran tahun sebelumnya, namun sebagian besar anggaran 60 digunakan untuk belanja pegawai. Tabel 39 memerinci penggunaan dana per kegiatan dimana penyerapan dana pada tahun 2006 berkisar 88,41 sedangkan tahun 2007 hanya 51,33 karena kegiatan gerakan rehabilitasi lahan dan hutan belum terlaksana. Untuk kegiatan konservasi SDAHE dan pengembangan pariwisata meningkat sekitar 10, tetapi anggaran untuk kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan turun dari 9, 43 menjadi 3,86. Selain itu tidak ada konsistensi untuk jenis dan besarnya anggaran sehingga penilaian efektivitas pengelolaan tidak bisa dilihat dari penggunaan anggaran, sebaiknya dibuat pos anggaran tetap sesuai dengan tujuan pengelolaan untuk kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Tabel 39 Penggunaan anggaran pengelolaan TNKJ tahun 2006 dan 2007 Kegiatan 2006 2007 Perlindungan pengamanan hutan 9,43 3,86 Pengelolaan Kehati ekosistem 4,87 21,33 Pengembangan ekowisata jasa lingkungan 1,92 11,71 Perencanaan pembinaan pengelolaan kawasan 56,05 54,42 Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan 0,56 8,43 Administrasi umum 0,19 0,24 Pembangunan gedung kantor, barak polhut 26,99 Jumlah 100 100 Jumlah anggaran 4.719.965.000 8.846.955.000 Realisasi penggunaan anggaran 4.172.888.438 4.541.413.087 realiasi 88,41 51,33 Sumber : Diolah dari laporan akuntabilitas BTNK 2006, 2007 12 Hasil evaluasi pelaksanaan program kerja dalam laporan akuntabilitas termasuk dalam kategori sangat baik BTNK, 2007, yang dalam hal ini dilihat dari terlaksananya program dan efisiensi penyerapan dana Lampiran 9; namun hal ini belum merupakan petunjuk bahwa kinerja BTNK juga sudah baik karena kinerja merupakan kualitas dan kuantitas hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai atau organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Keterkaitan berbagai unsur dalam organisasi yang akan mempengaruhi kinerja antara lain adalah kemampuan diri, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang dilakukan, dan hubungannya dengan organisasi. Untuk meningkatkan efektivitas dan kapasitas pengelolaan, BTNK telah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga partner Tabel 40 yang bersifat sesaat maupun series berkelanjutan. Selain itu adanya program kegiatan yang sejenis dari instansi terkait lainnya juga menunjukkan kurangnya efisiensi dan tidak adanya koordinasi dalam pengelolaan TNKJ. Kegiatan instansi terlait dalam kurun lima tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 40 Kerjasama yang dilakukan BTNK Lembaga Partner Kegiatan Periode waktu Wildlife Conservation Society Membuat desain ulang sistem pengelolaan yang efektif Monitoring ekologi dan survey persepsi masyarakat 2003 - sekarang Multistakeholders Forestry Programme Pelatihan pelestarian penyu Pelatihan pemandu wisata bagi masyarakat Pelatihan pengamanan partisipatif 2006 DKP Pusat Pelatihan budidaya kepiting bagi masyarakat 2006 DKP Prov Jateng Pengembangan BBIL Karimunjawa Pengadaan Induk Ikan, Saprokan, BBIL Karimunjawa 2002 - 2005 Dinas Pariwisata Prov Jateng Bantuan sarana dan prasarana wisata Sosialisasi dan pembinaan pelaku wisata dan masyarakat tentang perlunya melestarikan potensi sumberdaya alam Pelatihan pemandu wisata 2004 2005 2006 Bapedal Prov Jateng Proyek penanganan pengendalian kerusakan pesisir dan laut Pemasangan mouring buoy 2004 2005 Pusat Bina Penyuluhan Pelatihan peningkatan ketrampilan masyarakat desa Pembentukan Sentra Penyuluhan Kehutanan 2007 Walaupun sudah ada interaksi yang cukup baik namun masih ada konflik institusional antar Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan yang terjadi karena batas kewenangan dan pembagian tanggung 13 jawab tidak jelas, sehingga masing-masing mendahulukan kepentingan lembaganya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kartodihardjo dan Jhamtani 2006 maupun Djogo et al 2003, yang menyatakan bahwa kinerja kelembagaan ditentukan oleh keterkaitan unsur dalam organisasi. dimana ciri kelembagaan yang dituangkan dalam batas yurisidiksi, property right dan aturan representasi harus jelas mengatur siapa berbuat apa, selain itu perlu aturan main sebagai komitmen yang dapat mengikat peran dan tanggung jawab masing- masing dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan SDAHE TNKJ.

5.2.4. Penegakan Hukum

Dalam pelaksanaan program kegiatan pengelolaan TNKJ masih kurang optimal sehingga pengelolaan tidak efektif, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran yang terjadi karena keterbatasan kegiatan pengamanan dan pengawasan yang dapat dilakukan oleh BTNK serta kurangnya koordinasi. Seharusnya BTNK mengikutsertakan masyarakat dan instansi teknis terkait dalam pengawasan kegiatan pemanfaatan, sehingga masing-masing pihak dapat mengontrol dan memperbaiki kesalahan yang ada. Lemahnya penegakan hukum Tabel 41 dimungkinkan karena sosialisasi tentang pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan wilayah pesisir yang diancam sanksi hukum belum ada. Selain itu sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah 94,23 sehingga pemahaman terhadap hukum dan arti penting konservasi kurang, sementara ada desakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup karena hasil penangkapan semakin kecil sedangkan biaya operasi penangkapan semakin meningkat. Tabel 41 Jenis pelanggaran hukum dalam kawasan TNKJ Jenis Pelanggaran Dasar hukum Realisasi Pasal UU Sanksi pidana Penangkapan dengan apotas UU 3104 pasal 84 1 6 th 1,2 milyar vonis 5 bln penjara, denda Rp 250.000,- Menangkap dengan alat yang berpotensi merusak UU 3104 pasal 84 1 6 th 1,2 milyar Surat peringatan Pembinaan Menangkap dengan alat yang berpotensi merusak tanpa SIUP – SIPI UU 3104 pasal 84 1 pasal 92 6 th 1,2 milyar 8 th 1,5 milyar vonis 1 th penjara, denda Rp 1 juta Menangkap ikan satwa yang dilindungi di zona inti UU 590 pasal 40 1 10 th 200 juta vonis 5 bln penjara, denda Rp 1 juta Peredaran satwa dilindungi tanpa dokumen UU 590 pasal 40 2 10 th 200 juta Pembinaan Penebanganpencurian kayu mangrove UU 4199 pasal 78 2 10 th 5 milyar Pembinaan 14 Jika dilihat dari frekuensi kejadian pelanggaran dari tahun 2001 sampai 2007, jenis pelanggaran yang banyak adalah penangkapan satwa yang dilindungi 36,84 yaitu penyu sisik Eretmochelys imbricata, lola Trochus niloticus dan kima Tridacna sp, sedang tahun 2005 merupakan tahun yang paling banyak terjadi pelanggaran 31,58 dari kegiatan penebangan kayu mangrove dan penangkapan satwa yang dilindungi yang terjadi akibat desakan ekonomi. Untuk kasus peredaran satwa yang dilindungi jenis burung, belum bisa dideteksi lebih jauh karena kasus tersebut baru sekali dijumpai yang terjaring pada waktu inspeksi di pelabuhan sebelum masuk kapal. Tabel 42 Frekuensi kasus pelanggaran di TNKJ menurut jenis dan waktu Jenis pelanggaran 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jml Destructive fishing 1 - 1 2 1 5 26,32 Penangkapan satwa dilindungi 1 1 - 2 3 7 36,84 Peredaran satwa dilindungi - 1 1 5,26 Penebangan mangrove - 4 1 1 6 31,58 Jumlah kasus 2 1 1 6 4 4 18 100,00 Walaupun kegiatan pengawasan dan pengamanan sudah dilakukan dengan patroli rutin, namun masih terjadi banyak pelanggaran. Hal ini terjadi karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki BTNK untuk patroli perairan dimana dari enam perahukapal motor yang dimiliki hanya dua boat dapat beroperasi, selain itu juga kendala biaya dimana harga BBM semakin naik. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa BTNK belum mampu melaksanakan kegiatan pengamanan kawasan secara efektif.

5.2.5. Konflik Institusional dalam Pengelolaan TNKJ

Adanya tumpang tindih peraturan dimana ada dualisme kewenangan dalam penetapan dan pengelolaan taman nasional telah menimbulkan konflik, sementara disisi lain implementasi desentralisasi ikut menambah permasalahan kewenangan dalam pengelolaan taman nasional karena pemerintah daerah berhak mengelola dan mendapatkan bagi hasil dari kekayaan sumberdaya di daerahnya. Akan tetapi konflik tersebut merupakan konflik institusional karena perbedaan cara pandang atau persepsi terhadap peraturan yang ada. Dalam renstra TNKJ tahun 2005-2009 disebutkan bahwa visi pengelolaan TNKJ adalah: “memantapkan pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem TNKJ melalui perlindungan hutan dan penegakan hukum,