Indikator dan Proses Co-management

35 Tabel 9 Kerangka penerapan co-management Tahap management variabel Paradigma co-management Identifikasi isu tujuan Mencapai tujuan bersama kerangka berpikir Miliki kesatuan ide Perencanaan - inisiatif Prakarsa bersama, saling mengisi, menjalankan kepentingan - pengambilan keputusan Dirumuskan bersama, kepentingan masing-masing pihak diakomodasi - sumberdaya alam Kontribusi seluruh stakeholder Pelaksanaan implementasi Diawasi bersama, akuntabilitas tinggi, transparan Monitoring - evaluasi manfaat Orientasi pada manfaat bersama Sumber : IIRR 1998 Sedangkan menurut Claridge dan O‟Callaghan 1995, karakteristik keberhasilan co-management antara lain: 1 keuntungan integrasi konservasi dan pembangunan diakui oleh pemerintah dan stakeholderss lain; 2 pemerintah mendukung dan memfasilitasi secara aktif “involvement” masyarakat setempat dalam manajemen sumberdaya alam dan konservasi; 3 para pihak memberikan perhatian dan berpartisipasi secara penuh; 4 s erselenggaranya “appropriate sharing ” sumberdaya, informasi, kedudukankemampuan, keputusan; 5 para pihak mengerti secara penuh dan saling percaya, dan mempunyai peran yang jelas; 6 akar permasalahan dimengerti dan disetujui untuk ditindak lanjuti; 7 keuntungan yang jelas diantara para pihak; dan 8 para pihak memiliki kemampuan dan ketrampilan yang cukup skills, financial, capability. Pomeroy et al 1999 mengemukakan sembilan kunci sukses co- management yang diambil dari pengalaman di Asia, yaitu 1 batas-batas wilayah jelas terdefinisi; 2 kejelasan keanggotaan; 3 keterikatan dalam kelompok; 4 manfaat harus lebih besar dari biaya; 5 pengelolaan sederhana; 6 legalisasi dari pengelolaan; 7 kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat, 8 desentralisasi dan pendelegasian wewenang, serta 9 koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat. Beberapa faktor pendukung co-management dari berbagai literatur dapat dirangkum seperti dalam Tabel 10. 36 Tabel 10 Faktor pendukung co-management No Indikator CO F PB N1 BF T N2 P WD 1. Kemitraan 2. Kerelaan  3. Pembagian otoritas dan tanggung jawab     4. Kesepakatan     5. Kerjasama       6. Partisipasi     7. Pengakuan hak, sederajat   8. Saling percaya, menghargai    9. Berbagi keuntungan    10. Dukungan kelembagaan   11. Capacity building    12. Akomodasi kepentingan  13. Pencapaian tujuan bersama  14. Integrasi konservasi dan pembangunan   Keterangan : CO: Claridge dan O‟Callaghan 1995; F: Fisher 1995; PB: Pomeroy dan Berkes 1997; N1: NRTEE 1999; BF: Barrini-Feyerabend et al 2000; T: Tajudin 2000; N2: Nikijuluw 2002; P: PerMenhut no P.192004; WD: WWF- Dephut 2006 Menurut Borrini-Feyerabend 1996, proses co-management dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1 mempersiapkan kemitraan, untuk mengidentifikasi stakeholders inti dan membentuk tim collaborative management CM; 2 membangun kesepakatan, adalah untuk mengembangkan hubungan kerja dan mengembangkan rasa kepemilikan sehingga dapat menetapkan tujuan bersama yang dituangkan dalam suatu bentuk organisasi; dan 3 melaksanakan dan mereview kesepakatan, merupakan pelaksanaan dari kegiatan yang telah dibuat dan disetujui bersama sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing. Sedangkan prinsip dan asumsi yang harus dipegang dalam manajemen kolaborasi Wiratno et al, 2004 adalah bahwa: 1. Manajemen kolaborasi berjalan dalam konteks keragaman dan perbedaan dalam melihat pengelolaan kawasan, tiap pihak mempunyai perb dalam hal kapasitas maupun fokus penngel; keduanya diharapkan dapat saling 37 melengkapi daripada saling berkompetisi dalam berbagai peran yang dijalankan; 2. Manajemen kolaborasi didasarkan pada pemikiran positif bahwa pendekatan ini secara khusus baik dan efektif dalam pengelolaan TN sesuai dengan tanggapan dan keadilan masyarakat; 3. Manajemen kolaborasi berdiri atas prinsip pengelolaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban; 4. Manajemen kolaborasi merupakan bagian dari pengembangan sosial menuju emansipasi langsung. Kesepakatan yang dibuat menyediakan sebuah jaminan bagi kepentingan dan hak tiap-tiap pihak kuat, maka hal ini mendorong upaya menuju keadilan sosial; dan 5. Manajemen kolaborasi adalah proses yang harus didahului oleh kajian dan peningkatan, daripada aplikasi peran-peran yang dilakukan secara kaku. Hasil yang paling penting bukan terletak pada rencana pengelolaan yang sempurna tapi pada sebuah rencana kemitraan yang dapat memberikan respon atas berbagai kebutuhan secara efektif.

2.5.6. Contoh Pengalaman Co-management

Pengalaman co-management di Indonesia menunjukkan adanya variasi model kelembagaan berdasarkan jumlah aktor yang terlibat, aturan main, struktur, mekanisme pengambilan keputusan dan mekanisme pendanaan WWF- MFP, 2006. Kendala utama yang dihadapi pada umumnya adalah lemahnya dukungan kebijakan pemerintah, lemahnya koordinasi, kapasitas SDM, keterbatasan sarana prasarana dan dana, dan adanya tekanan pihak luar. Berikut contoh pengalaman co-management di Indonesia : 1. Taman Nasional Bunaken TNB TNB ditetapkan berdasarkan SK Menhut no. 730Kpts-II1991 yang merupakan penggabungan dari dua fungsi, yaitu taman wisata laut Bunaken ditetapkan Pemda Sulawesi Utara pada tahun 1980 dan cagar alam laut Manado Tua ditetapkan Menhut pada tahun 1986. Permasalahan pengelolaan antara lain: penangkapan ikan yang bersifat destruktif, dan masyarakat belum merasakan keuntungan dari keberadaan taman nasional. Dengan inisiasi NRM pada tahun 1998 dimulai proses optimalisasi pengelolaan dengan memperkuat peran stakeholders melalui mekanisme co-management dengan pembentukan Dewan Pengelolaan TN Bunaken 38 DPTNB berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Utara nomor 233 tahun 2000. Dewan terdiri dari 15 orang yaitu 7 orang dari lembaga pemerintah pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado dan Kabupaten Minahasa, Balai TNB, dan 8 orang dari lembaga non pemerintah masyarakat, Universitas dan LSM. Fungsi dewan adalah sebagai wadah koordinasi yang bersifat konsultatif, penggalangan dana, dan pusat informasi. Untuk memperkuat sistem pendanaan alternatif TNB dilakukan desentralisasi pungutan Perda Prov Sulut nomor 14 tahun 2000 tentang Pungutan Masuk TNB dengan pembagian 80 DPTNB; 5 pemerintah pusat; 7,5 pemerintah provinsi, 3,75 kota manado dan 3.75 Kab Minahasa. Besar pungutan untuk wisatawan mancanagera Rp 75.000th dengan sistem PIN, kerjasama dengan NSWA, untuk wisatawan nusantara 2.500sekali masuk sistem karcis, kerjasama dengan Desa. Dalam pelaksanaannya muncul berbagai kritikan terhadap kinerja Dewan Pengelolaan tentang penyaluran dana bagi hasil, Dewan pengelola yang kurang aspiratif dan potensial berpraktek kolusi; serta Forum Masyarakat Peduli TNB yang belum mampu bertugas secara efektif BTNB, 2006. Sehingga ada wacana dari Pemkot Manado untuk mengambil-alih pengelolaan TNB supaya PAD meningkat. 2. Taman Nasional Komodo TNK TNK ditetapkan pada tahun 1980 untuk melindungi komodo dan kekayaan sumberdaya lautnya. Pada tahun 1986 oleh UNESCO dijadikan Cagar Biosfer, kemudian pada tahun 1990 ditetapkan sebagai World Heritage Site TNC, 2003. Meskipun dilindungi oleh undang undang akan tetapi keragaman hayati TNK terancam akibat dana pengelolaan tidak mencukupi untuk pengelolaannya dan kurangnya dukungan masyarakat lokal untuk menggunakan sumberdaya secara berkelanjutan. The Nature Conservation TNC dan Balai TNK membuat perencanaan pengelolaan selama 25 tahun di mana ekowisata sebagai strategi terbaik untuk mencapai kemandirian taman nasional. Sebuah usaha patungan dengan perusahaan swasta dibentuk untuk mengelola pariwisata yang ditujukan untuk membiayai kebutuhan operasional TNK. Strategi pendanaan yang berkelanjutan akan meningkatkan pemasukan dari biaya tiket masuk dan biaya lainnya untuk pemanfaatan fasilitas dan aktifitas tertentu, seperti menyelam dan pengamatan satwa komodo. Sebagian