Pengertian dan Latar Belakang

27 Tabel 5 Pengertian co-management No Pengertian Sumber Pustaka 1. Proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan keuntungan Permenhut no : P.19 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA KPA 2. Turunan dari pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat dan berbasis pemerintah, dimana ada kerjasama antar pemerintah dan masyarakat dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan Nikijuluw, 2002 3. Suatu pengaturan kemitraan dimana pemerintah, masyarakat pemakai sumberdaya lokal dan agen luar serta stakeholders lain berbagi otoritas dan tanggung jawab untuk manajemen suatu sumberdaya Worlfishcenter, 2001 4. Situasi dimana dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, saling menentukan dan saling menjamin pembagian fungsi-fungsi pengelolaan, berbagi hak dan tanggung-jawab dari suatu teritori, daerah atau sumberdaya alam secara adil Borrini-Feyerabend et al , 2000 5. Suatu bentuk manajemen yang mengakomodir kepentingan seluruh stakeholders dengan mekanisme kerjasama secara adil dan memandang harkat setiap stake sebagai entitas yang sederajat sesuai dengan tata nilai yang berlaku, untuk pencapaian tujuan bersama Tadjudin, 2000 6. Pembagian wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya alam, sehingga masing-masing dapat mengontrol penyimpangan yang dilakukan pihak lain Pomeroy dan Berkes, 1997 7. Suatu pengaturan dimana tanggung jawab pengelolaan sumberdaya dibagi antara pemerintah dan pengguna Sen dan Nielsen, 1996 8. Partisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat secara individu atau kelompok yang mempunyai keterkaitanhubungan, ataupun kepentingan terhadap sumberdaya alam Claridge dan O‟Callaghan, 1995 Pada dasarnya konsep pengelolaan co-management berbeda dengan pengelolaan p artisipatif lainnya atau dengan „pengelolaan berbasis masyarakat‟, karena ada mekanisme pelembagaan yang menuntut kesadaran dan distribusi tanggung-jawab pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya secara formal. Berdasarkan hasil evaluasi Putro komunikasi pribadi, Februari 2007 ada beberapa pokok pikiran yang dapat dijadikan acuan umum dalam mengembangkan kemitraan pengelolaan taman nasional: 1. Aktor-aktor yang bermitra memiliki kesetaraan kesadaran mengenai tujuan publik pengelolaan taman nasional; 2. Kesepakatan kolektif seringkali bertentangan dengan hukumregulasi yang berlaku dan harus segera direspon oleh penentu kebijakan sebagai upaya perbaikan tata-pemerintahan sepanjang menguatkan pencapaian tujuan pengelolaan taman nasional; 28 3. Akomodasi kepentingan masyarakat adat seringkali berakar pada konflik penguasaan lahan dan akses atas sumberdaya alam, karenanya kesepakatan penataan hak masyarakat adat harus diikuti secara tegas oleh penegakan fungsi taman nasional oleh negara, diikuti dengan pemberian insentif yang adil sebagai kompensasi atas hilangnya hak dan akses masyarakat akibat penetapan fungsi tersebut; 4. Kepentingan sektoral yang mengakibatkan tumpang tindih penggunaan lahan hanya dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan pengelolaan taman nasional; 5. Sumberdaya di dalam taman nasional pada dasarnya memiliki kapasitas tampung yang terbatas pada pembenahan tata hak dan pemberian insentif yang memadai; dan 6. Masalah demografi di dalam kawasan taman nasional, khususnya pertumbuhan penduduk akibat kelahiran dan migrasi, adalah masalah laten yang membutuhkan regulasi memadai.

2.5.2. Tujuan dan Manfaat

Menurut Tadjudin 2000 tujuan co-management adalah untuk : 1. Menyediakan instrument untuk mengenali stakeholder secara proporsional; 2. Meningkatkan potensi kerjasama; 3. Menciptakan mekanisme pemberdayaan masyarakat; 4. Menciptakan mekanisme pembelajaran dialogik; 5. Memperbaiki tindakan perlindungan sumberdaya; dan 6. Menyediakan sistem pengelolaan terbuka. Prospek manfaat co-management menurut Borrini-Feyerabend 1996 antara lain adalah : 1. Kepentingan semua pihak dapat dinegosiasikan; 2. Meningkatkan efektivitas pengelolaan; 3. Meningkatkan kapasitas stakeholder; 4. Meningkatkan kepercayaan; 5. mengurangi biaya penegakan hukum; 6. Meningkatkan keamanan berinvestasi; 7. Meningkatkan kesadar-tahuan masyarakat terhadap isu-isu konservasi; dan 8. Memberikan kontribusi menuju masyarakat yang lebih demokratis dan partisipatif. 29 Dalam Permenhut no.P.19 tahun 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA disebutkan bahwa maksud kolaborasi adalah untuk membantu meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan KSA dan KPA bagi kesejahteraan masyarakat pasal 2, dengan tujuan terwujudnya persamaan visi, misi dan langkah-langkah strategis dalam mendukung, memperkuat dan meningkatkan pengelolaan KSA dan KPA sesuai kondisi fisik, sosial, budaya dan aspirasi setempat pasal 3. Sedangkan menurut WWF et al 2006 orientasi dari co-management kemitraan adalah tercapainya koordinasi antar stakeholders untuk mensinergikan pelaksanaan program dan kegiatan pengelolaan TN.

2.5.3. Prinsip dan Pendekatan

Wiratno et al 2004 mengemukakan prinsip dan asumsi yang harus dipegang dalam manajemen kolaborasi, yaitu: 1 memperhatikan keragaman dan perbedaan kapasitas maupun fokus pengelolaan dari tiap pihak, sehingga diharapkan dapat saling melengkapi dalam berbagai peran yang dijalankan; 2 didasarkan pada pemikiran positif sesuai dengan tanggapan dan keadilan masyarakat; 3 berdiri atas prinsip pengelolaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban; 4 mendorong upaya menuju keadilan sosial; dan 5 hasilnya merupakan sebuah rencana kemitraan sebagai respon atas berbagai kebutuhan secara efektif. Sementara Fisher 1995 menyebutkan tiga elemen yang harus dipahami para stakeholders dalam pendekatan kolaboratif untuk pengelolaan sumberdaya alam, yaitu: 1 satu pandangan bahwa tujuan konservasi adalah sejalan dengan pembangunan; 2 menyadari legitimasi nilai dari konservasi dan pembangunan; dan 3 sebuah komitmen dari tingkat partisipasi atau kolaborasi masyarakat setempat dalam pengelolaan lingkungan. Dalam pengelolan sumberdaya alam dikenal ada tiga model pengelolaan Tabel 6 yaitu : 1 pengelolaan berbasis masyarakat; 2 pengelolaan terpusat; dan 3 pengelolaan kolaboratif. Dalam pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat PSBM, masyarakat diberi wewenang, tanggung jawab dan kesempatan untuk mengelola sumberdayanya sendiri sesuai dengan kebutuhan, keinginan, tujuan dan aspirasinya. PSBM disebut juga sebagai sistem pengelolaan lokal yang didasarkan atas tradisi budaya, adat istiadat, pengetahuan percobaan tanpa aturan dan hukum resmi.