Penegakan Hukum Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan TNKJ

14 Jika dilihat dari frekuensi kejadian pelanggaran dari tahun 2001 sampai 2007, jenis pelanggaran yang banyak adalah penangkapan satwa yang dilindungi 36,84 yaitu penyu sisik Eretmochelys imbricata, lola Trochus niloticus dan kima Tridacna sp, sedang tahun 2005 merupakan tahun yang paling banyak terjadi pelanggaran 31,58 dari kegiatan penebangan kayu mangrove dan penangkapan satwa yang dilindungi yang terjadi akibat desakan ekonomi. Untuk kasus peredaran satwa yang dilindungi jenis burung, belum bisa dideteksi lebih jauh karena kasus tersebut baru sekali dijumpai yang terjaring pada waktu inspeksi di pelabuhan sebelum masuk kapal. Tabel 42 Frekuensi kasus pelanggaran di TNKJ menurut jenis dan waktu Jenis pelanggaran 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jml Destructive fishing 1 - 1 2 1 5 26,32 Penangkapan satwa dilindungi 1 1 - 2 3 7 36,84 Peredaran satwa dilindungi - 1 1 5,26 Penebangan mangrove - 4 1 1 6 31,58 Jumlah kasus 2 1 1 6 4 4 18 100,00 Walaupun kegiatan pengawasan dan pengamanan sudah dilakukan dengan patroli rutin, namun masih terjadi banyak pelanggaran. Hal ini terjadi karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki BTNK untuk patroli perairan dimana dari enam perahukapal motor yang dimiliki hanya dua boat dapat beroperasi, selain itu juga kendala biaya dimana harga BBM semakin naik. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa BTNK belum mampu melaksanakan kegiatan pengamanan kawasan secara efektif.

5.2.5. Konflik Institusional dalam Pengelolaan TNKJ

Adanya tumpang tindih peraturan dimana ada dualisme kewenangan dalam penetapan dan pengelolaan taman nasional telah menimbulkan konflik, sementara disisi lain implementasi desentralisasi ikut menambah permasalahan kewenangan dalam pengelolaan taman nasional karena pemerintah daerah berhak mengelola dan mendapatkan bagi hasil dari kekayaan sumberdaya di daerahnya. Akan tetapi konflik tersebut merupakan konflik institusional karena perbedaan cara pandang atau persepsi terhadap peraturan yang ada. Dalam renstra TNKJ tahun 2005-2009 disebutkan bahwa visi pengelolaan TNKJ adalah: “memantapkan pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem TNKJ melalui perlindungan hutan dan penegakan hukum, 15 optimalisasi pemanfaatan berdasarkan prinsip kelestarian yang didukung kelembagaan dan kemitraan yang kuat ”. Sedangkan visi pengembangan Karimunjawa oleh Pemda Jepara dalam Renstra pengelolaan dan pemanfaatan SDA Kepulauan Karimunjawa tahun 2005 adalah: “terwujudnya keterpaduan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam kepulauan Karimunjawa yang tetap bertumpu pada pembangunan pariwisata dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi sumberdaya alam bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat ”. Perbedaan visi tersebut menyebabkan konsentrasi pembangunan kawasan TNKJ juga berbeda sehingga jika tidak dikoordinasikan dengan baik oleh kedua belah pihak melalui penyatuan program kerja bersama, maka kegiatan pembangunan Karimunjawa akan mengganggu keutuhan fungsi kawasan sebagai taman nasional. Perbedaan kepentingan konservasi dan kepentingan pembangunan juga dapat menimbulkan konflik, tetapi hubungan interaksi antara BTNK dan stakeholders dalam kegiatan pemanfaatan SDAHE TNKJ tidak sampai menimbulkan konflik karena tidak ada perseteruan terbuka akibat kepentingan yang sangat berlawanan. Walaupun status hubungan mereka merupakan lawan karena ada benturan kepentingan, mereka saling tahu keberadaan masing-masing bahkan kadang ada kerjasama dalam suatu program sehingga status hubungannya menjadi kawan Mitchell et al, 2003. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya konflik antara lain adalah adanya kepastian bahwa tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan dan masing- masing kepentingan tertampung secara berimbang serta kepastian bahwa masyarakat diikutsertakan dan terangkat kehidupan sosial-ekonominya. 5.3. Persepsi dan Partisipasi 5.3.1. Persepsi Stakeholders terhadap Keadaan Sumberdaya Alam dan Pengelolaan TNKJ Informasi persepsi terhadap keadaan sumberdaya hayati laut dan pesisir meliputi kondisi ekosistem; jenis ancaman terhadap kelestarian sumberdaya hayati pesisir dan laut; dampak zonasi terhadap keadaan sumberdaya dan mata pencaharian masyarakat; permasalahan pengembangan TNKJ, dan pilihan bentuk pengawasan terhadap sumberdaya pesisir dan laut. Persepsi responden terhadap kondisi ekosistem wilayah pesisir dan laut menunjukkan bahwa masyarakat menganggap pada umumnya kondisi ekosistem TNKJ dalam keadaan sangat bagus, sementara pemerintah mempunyai anggapan kondisi sumberdaya bagus, kecuali untuk hutan mangrove dalam