Penyusunan Konsep Co-management TNKJ

7 Lanjutan Tabel 50 Pertanyaan Kondisi saat ini Solusi upaya pengembangan Siapa yang secara hukum mengontrol akses ke kawasan? BTNK Dengan mengeluarkan surat ijin masuk kawasan Simaksi Masyarakat dapat diberi kewenangan untuk ikut mengontrol kegiatan di lapangan Kelayakan politik Adakah keinginan politik untuk berbagi keuntungan dan tanggung jawab dalam pengelolaaan kawasan? Ada tapi belum di implementasikan secara efektif Untuk jadi acuan, konsep tidak jelas Pemda-BPM : mengundang investor masuk Dibuat aturan main bagi para pihak dalam kesepakatan bersama untuk dapat berbagi peran dan tanggung jawab serta berbagi keuntungan Apa kepentingan kunci dari stakeholders? Adakah keinginan yang secara politis dominan dan dapat mengalahkan yang lain? BTNK : perlindungan pengawetan Pemda : pemanfaatan pariwisata Masyarakat : pemanfaatan perikanan Tidak ada Membuat aturan yang dapat mesinergikan kepentingan untuk tujuan konservasi Perlu ada penyadaran tentang fungsi dan peran masing-masing lembaga Kelayakan institusi: Apakah stakeholders cukup terorganisir untuk menempatkan keinginan mereka dan menyumbangkan kapasitasnya dalam pengelolaan kawasan? Cukup, di tingkat masing-masing stakeholders sudah ada mekanisme struktural Selama ini stakeholders hanya ikut berpartisipasi bekerja bersama dalam melaksanakan kegiatan tertentu dari suatu Dinas Membentuk forum pengelola yang merupakan representasi dari stakeholderss untuk mengorganisir dan mensinergikan semua program kegiatan stakeholders Apakah lembaga pemerintah mampu berinteraksi secara efektif dengan stakeholders non-pemerintah? Ya Tetapi interaksi terjadi di lapangan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan penelitian, pengembangan pemberdayaan masyarakat , sehingga hasilnya kurang optimal. BTNK dan Pemda dapat menyusun program kerja berdasarkan kebutuhan lokal untuk dijadikan payung kegiatan pengembangan Adakah kesempatan bagi stakeholders untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan inisiatif yang relevan? Ada Tetapi masih terbatas dalam suatu pertemuan formal dan stakeholders lain kurang responsif Perlu komitmen dari seluruh stakeholders dalam kerangka formal: MOU antara BTNK dengan Pemkab. Jepara Adakah konflik institusional misal pembagian tanggung jawab yang tidak jelas antara otoritas propinsi dan kabupaten yang mempengaruhi pengelolaan kawasan? Ada Karena adanya tumpang tindih dan ketidak jelasan wewenang dari peraturan perundangan sektoral, sehingga timbul konflik struktural akibat perbedaan intepretasi Birokrasi tidak jalan karena tidak ada garis komnado antara Pemda-BTNK Membuat aturan main dimana ada pembagian peran dan tanggung jawab stakeholders dalam pengelolaan kawasan Perlu ada mediasi yang dituangkan dalam kerangka formal di masing- masing instansi teknis Kelayakan ekonomi: Adakah sumber dana untuk menjaga kelangsungan proses co- management mis: kajian khusus, pertemuan, komunikasi, fasilitasi dll? Ada meskipun bersifat sporadis di masing- masing institusi SKPD Penggalian sumber dana dari fee kegiatan, kontribusi para pihak dan kegiatan wirausaha Komunikasi untuk penguatan tentang arah pendanaan yang berkenaan dengan kolaborasi 8 Lanjutan Tabel 50 Pertanyaan Kondisi saat ini Solusi upaya pengembangan Adakah cara dimana aktor lokal dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka yang sejalan dengan konservasi kawasan pada stake? Ada Dengan mengembangkan usaha perikanan budidaya, pancing, pengolahan hasil perikanan dan jasa pariwisata alam Mengadakan pelatihan ketrampilan bagi masyarakat di bidang perikanan dan pariwisata Mengembangkan desa wisata sbg pencaharian lain Peningkatan kapasitas pendukung Kelayakan sosbud Apakah stakeholders mendapat informasi dan paham tentang kawasan TN ? Tentang ancaman terhadapnya? Tentang cara mengkonservasinya Ya Tetapi masih terbatas kurang sosialisasi dimana masih ada stake yang belum mengetahui visi dan misi pengelolaan maupun zonasi, sehingga pemahaman mereka terhadap ancaman dan cara konservasi juga terbatas BTNK bekerjasama dengan PT melakukan : sosialisasi dan penyuluhan tentang konservasi membangun pusat informasi TNKJ dan diseminasi informasi Apakah mereka menghargai kawasan TN? Ya Stakeholders sudah mengetahui bahwa Karimunjawa sebagai TN tetapi kepentingan konservasi masih dikalahkan oleh kepentingan sektoral Membuat program payung bersama yang dapat mensinergikan tujuan sektoral dengan tujuan konservasi Penyadar-tahuan konservasi dan pendampingan kegiatan konservasi Apakah stakeholders dalam konflik sehubungan dengan SDA kawasan? Ya, dlm implementasi kebijakan Masih ada pelanggaran hukum dari sektor perikanan maupun pariwisata memasuki zona, pengambilan biota dilindungi, penggunaan apotas bangunan resort yang masuk perairan Pengaturan dan pengendalian pemanfaatan dengan memperketat ijin dan dengan pengawasan bersama masyarakat Perlu ada formal standing position dari seluruh lembaga berkenaan dengan pengelolaan Apakah komunikasi dengan pihak pengelola kawasan dan stakeholders cukup memadai? Apakah mereka saling mempercayai? Kurang memadai Karena komunikasi terbatas dalam pertemuan resmi Tidak ada mutual trust akuntabilitas Penjadwalan rapat koordinasi dari sektor terkait Melakukan perencanaan dan monitoring bersama untuk membangun kepercayaan Perlu ada keterbukaan penuh dari seluruh stakeholders Dari berbagai solusi diatas setelah digabung dan disarikan didapatkan enam solusi sebagai upaya pengelolaan TNKJ dengan pendekatan co- management, yaitu : 1. Pembuatan aturan representasi bagi Dinas Perikanan dan Dinas Pariwisata, baik dari Provinsi Jawa Tengah maupun dari Kabupaten Jepara, dalam kesepakatan bersama untuk membagi siapa yang berhak sebagai representasi lembaganya dalam proses pengambilan keputusan; 2. Koordinasi pemberian ijin usaha perikanan dan pariwisata antara Pemda Kabupaten Jepara dan BTNK; 9 3. Penyusunan program kerja dan pendanaan bersama antara Pemda Provinsi Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Jepara dan BTNK berdasarkan kebutuhan lokal sebagai payung kegiatan pengembangan TNKJ; 4. Monitoring bersama untuk kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata SDAHE TNKJ; 5. Mengadakan pelatihan ketrampilan bagi masyarakat Karimunjawa di bidang usaha perikanan dan pariwisata; dan 6. Membentuk forum stakeholder pengelolaan TNKJ untuk mengorganisir semua kegiatan stakeholders. Hasil analisis AHP Gambar 26 dan Tabel 51 menunjukkan bahwa prioritas aktor yang berperan penting untuk co-management TNKJ berturut-turut adalah BTNK 34,17, Pemkab Jepara 29,97, dan masyarakat Karimunjawa 22,46. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan dimana peran pemerintah yaitu BTNK masih dominan. Untuk menuju model pengelolaan kooperatif atau co-management, BTNK harus dapat mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada masyarakat Karimunjawa sehingga BTNK bertindak sebagai pengarah streering sedangkan masyarakat dan swasta sebagai pelaksana. Gambar 26 Hasil penilaian hierarki co-management Pada level ketiga, urutan prioritas upaya yang dibutuhkan untuk co- management TNKJ berturut-turut adalah koordinasi pemberian ijin antara BTNK dan Pemkab Jepara 20,14, penyusunan program kerja dan pendanaan bersama 19,35, dan pembuatan aturan representasi 17. Koordinasi dibangun untuk dapat mengelola keterkaitan dan ketergantungan berbagai 10 aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan SDAHE TNKJ. Menurut Malone dan Crowston 1994, koordinasi yang paling baik dilakukan oleh yang mempunyai ketergantungan tersebut, maka dalam hal ini koordinasi dapat dilakukan oleh BTNK yang mempunyai kawasan dan Pemda Kabupaten Jepara yang mempunyai agen pemerintahan dalam kawasan. Kedua lembaga ini dapat duduk bersama untuk menyusun program kerja sesuai dengan prioritas penanganan masalah yang sedang dihadapi dalam pengelolaan TNKJ dan menyusun pendanaannya yang dialokasi dari pembagian secara bersama dari BTNK dana APBN dan dari Pemda dana APBD. Aturan representasi harus disepakati bersama lembaga lain sebagai ikatan dalam hubungan kolaborasi tersebut. Tabel 51 Struktur hierarki co-management Untuk prioritas hierarki co-management yang diinginkan adalah kooperatif 25,47, konsultatif 25,03 dan informatif 19,80. Kooperatif merupakan pola kemitraan yang sesungguhnya co-management dimana BTNK dan masyarakat serta Pemda bekerja sama sebagai mitra yang setara dalam pembuatan keputusan Suporahardjo, 2005. Hal ini sesuai dengan pendapat Clifton 2003 dan Pomeroy et al 2001 bahwa peran pemerintah dalam pengelolaan kawasan konservasi masih tetap dibutuhkan dan faktor koordinasi merupakan salah satu kunci kelangsungan pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa koordinasi hanya terjadi didalam ruang pertemuan atau diatas kertas, karena dalam 11 implementasinya masing-masing sektor masih berjalan sendiri-sendiri mendahulukan kepentingannya. Hal ini sudah merupakan sifat kodrati manusia pelaksananya untuk mencari keamanan diri Tipe kooperatif sebagai prioritas hierarki co-management kemudian dianalisis prospeknya untuk dikembangkan di masa depan menggunakan teknik prospektif Hardjomidjojo, 2004. Pilihan kooperatif yang dicirikan dengan adanya partisipasi, persepsi, komunikasi, koordinasi, dan komitmen yang merupakan peubah yang akan dinilai dalam analisis prospektif. Kelima peubah tersebut kemudian disebarkan kepada responden melalui kuesioner untuk tujuan identifikasi faktor co-management. Hasil identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam co-management TNKJ, setelah mendapat masukan stakeholders berkembang dari lima menjadi 17 faktor Tabel 52 dimana setelah didiskusikan dan dijustifikasi bersama berdasarkan prinsip co-management Borrini-Feyerabend, 1996; Pomeroy et al, 2001 dan Wiratno et al, 2004, dikelompokkan menjadi delapan faktor confirmed factors dimana empat faktor yang terakhir yaitu regulasi, kepemimpinan, forum stakeholder dan pendanaan merupakan masukan tambahan dari responden terhadap lima peubah yang diajukan. Kedelapan faktor tersebut kemudian dinilai pengaruhnya antar faktor secara timbal balik dengan menggunakan matrik penilaian dalam analisis prospektif. Perubahan jumlah faktor tersebut terjadi karena adanya penggabungan berbagai faktor yang hampir sama artinya ataupun penyederhanaan untuk faktor yang bermakna ganda. Sebelum dinilai pengaruhnya, ke delapan faktor tersebut harus didefinisikan terlebih dahulu agar dapat dipahami pengertiannya oleh semua stakeholders peserta lokakarya yang merupakan wakil dari BTNK, Pemda Kabupaten Jepara, Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Jepara, Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Jepara, Masyarakat Karimunjawa petinggi, tokoh, KSM dan FKMK, pengusaha lokal, FPESD, WCS dan Undip. Pengertian yang digunakan untuk delapan faktor tersebut adalah : 1. Kesamaan persepsi dan visi, yaitu ataupun pemberian makna atas suatu informasi objek, kesamaan pandang atau pemahaman dari stakeholders terhadap peristiwa atau hubungan-hubungan antar gejala dalam pengelolaan TNKJ untuk kemudian bersama menggabungkan kepentingan konservasi dan pembangunan ekonomi lokal untuk meningkatkan 12 efektifitas pengelolaan TNKJ sebagai visi bersama. Peubah ini dipilih karena kenyataan di lapangan masih ada perbedaan persepsi dan visi pengelolaan TNKJ; 2. Partisipasi aktif dan komitmen stakeholders, yaitu kesepakatan para pihak untuk ikut serta dan bekerjasama dalam semua tahapan proses pembangunan sebagai bentuk kepedulian yang didasari oleh kemauan dan kerelaan untuk berbagi tanggung jawab dan manfaat. Peubah ini dipilih karena selama ini partisipasi masih terbatas dalam kegiatan suatu proyek tanpa ada komitmen; 3. Mekanisme komunikasi dan negosiasi, yaitu hubungan personal antar lembaga pemerintah dan non pemerintah secara lisan maupun tertulis, horisontal maupun vertikal sudah baik dimana masing-masing mempunyai posisi tawar yang sama karena kedudukan yang setara sudah baik sehingga ada kepercayaan untuk dapat saling memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan. Peubah ini dipilih karena komunikasi yang ada terbatas dan kurang memperhatikan kesetaraan hak sehingga tidak ada negosiasi; 4. Koordinasi lintas sektor, merupakan bentuk mekanisme kerjasama antar stakeholders secara vertikal dan horisontal, lintas level pemerintahan dan lintas sektor, yang berhubungan dengan keterkaitan fungsi dan wewenang dari lembaga terkait guna tercapainya kesatuan tindakan, keserasian, keterpaduan dan keteknisan pengelolaan. Peubah ini dipilih karena kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah dan non pemerintah; 5. Regulasi dan aturan main yang jelas, yaitu suatu dasar hukum yang dapat menjadi acuan pegangan para pengguna sebagai pengikat antar pelaku dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya TNKJ. Peubah ini dipilih karena regulasi dan aturan yang ada bersifat sektoral sehingga kurang dapat mengakomodasi kepentingan lintas sektoral; 6. Kepemimpinan yang transparan, bersih, berwibawa dan bertanggung jawab sehingga mampu menjadi panutan anggotanya. Peubah ini dipilih karena kepemimpinan dianggap sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program kerja; 7. Pembentukan forum stakeholders, yang merupakan bentuk suatu lembagaorganisasi yang independen sebagai wadah untuk mengatur, merencanakan, mengelola segala kegiatan dari sektor terkait 13 dalamkawasan TNKJ, dimana keanggotaannya meliputi semua unsur stakeholders. Peubah ini dipilih karena kebutuhan sebuah wadah organisasi untuk dapat mengatur dan mensinergikan semua kepentingan yang ada; dan 8. Pendanaan, yang mengatur segala sesuatu untuk pendanaan kegiatan pengelolaan, karena suatu program kegiatan membutuhan pendanaan untuk menjamin keberlanjutannya. Tabel 52 Identifikasi faktor kunci bagi co-management TNKJ No. Faktor kunci BTNKJ WCS Dinpi Diparta Pemda FKMK PT Jml 1. Pemahaman masalah yang sama √ √ 2 2. Persamaan visi √ √ 2 3. Rasa memiliki 4. Legal formalregulasi √ √ √ 3 5. Bentuk peran serta yang nyata dari masyarakat √ √ 2 6. Partisipasi aktif stakeholderss √ √ √ √ 4 7. Aturan main yang jelas √ √ 2 8. Kesetaraan peran 9. Saling percaya √ 1 10. Mekanisme Komunikasi negosiasi √ √ 2 11. Peningkatan kapasitas √ √ 2 12. Koordinasi lintas sektor √ √ 2 13. Komitmenkesepakatan para pihak √ √ √ √ √ 5 14. Pemimpin yang bersih, berwibawa dan transparan √ √ 2 15. Pembagian peran dan tanggung jawab √ √ √ 3 16. Pembentukan organisasi forum stakeholderss √ √ 2 17. Sumber dana untuk kelangsungan co- management √ 1 Untuk mendapatkan gambaran perbedaan persepsi antar kelompok stakeholders, hasil penilaian pengaruh antar faktor Lampiran 11 dipisahkan menjadi tiga kelompok, yaitu pemerintah BTNK, Dinas Perikanan dan Dinas Pariwisata, masyarakat Karimunjawa dan pengguna lain WCS dan Undip. Setelah nilai pengaruh antar faktor diolah dengan Microsof Office Excel dan 14 disimulasikan, didapatkan gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam co-management TNKJ seperti pada Gambar 27. Gambar 27 Tingkat kepentingan faktor- faktor yang berpengaruh dalam co-management TNKJ untuk kelompok stakeholders berbeda. Partisipasi komitmen Kepemimpinan Koordinasi Komunikasi Negosiasi Kesamaan Persepsi Visi Regulasi aturan main Pembentukan Forum Stakeholders Pendanaan - 0.50 1.00 1.50 2.00 - 0.50 1.00 1.50 2.00 Ketergantungan Pengaruh Partisipasi komitmen Kepemimpinan Koordinasi Komunikasi Negosiasi Kesamaan Persepsi Visi Regulasi aturan main Pembentukan Forum Stakeholders Pendanaan - 0.50 1.00 1.50 2.00 - 0.50 1.00 1.50 2.00 Ketergantungan Pengaruh Partisipasi komitmen Kepemimpinan Koordinasi Komunikasi Negosiasi Kesamaan Persepsi Visi Regulasi aturan main Pembentukan Forum Stakeholders Pendanaan - 0.50 1.00 1.50 2.00 - 0.50 1.00 1.50 2.00 Ketergantungan Pengaruh a. Kelompok Pemerintah c. Kelompok Pengguna lain b. Kelompok Masyarakat 15 Walaupun terlihat adanya perbedaan hasil, semua kelompok stakeholders mempunyai kesamaan pendapat terhadap lima faktor yang berpengaruh tinggi untuk co-management TNKJ yang berada dalam kuadran I input dan kuadran II penghubung. Kelima faktor tersebut adalah kesamaan persepsi dan visi; koordinasi; partisipasi dan komitmen; komunikasi dan negosiasi; dan kepemimpinan. Hal ini disebabkan karena pemahaman mereka tentang permasalahan co-management TNKJ yang dikenalkan sebelum penilaian pengaruh antar faktor sudah baik, sehingga mereka menganggap ke-lima faktor tersebutlah yang menjadi faktor penting dan berpengaruh dalam co-management TNKJ. Pada Gambar 27 a untuk kelompok pemerintah, faktor yang mempunyai pengaruh tinggi dalam co-management dengan tingkat ketergantungan rendah terhadap faktor lain adalah koordinasi, kepemimpinan, dan kesamaan persepsi dan visi; sedangkan yang menjadi faktor penghubung adalah komunikasi dan negosiasi, serta partisipasi dan komitmen. Jika dilihat dari karakteristik reponden Tabel 53, kelompok pemerintah mempunyai latar belakang pendidikan minimal sarjana dan pengalaman kerja mereka sudah lebih dari 5 tahun, sehingga mereka lebih mudah mempelajari dan memahami konsep co-management yang bukan merupakan hal baru bagi mereka. Tabel 53 Karakteristik responden No Kelompok Gender Umur th Pendidik an Instansi asal Lama bekerja th Pemerintah : 1 P1 L 39 S2 Dinpi Jawa Tengah 10 2 P2 L 47 S1 Balitbang 15 3 P3 L 45 S1 Dinas Pariwisata 12 4 P4 L 46 S1 Diskanlut Jepara 15 5 P5 P 28 S1 BTNK 6 6 P6 L 41 S1 BTNK 20 7 P7 P 32 S2 BTNK 8 Masyarakat : 8 M1 L 36 SMA Sekdes Parang 4 9 M2 L 45 SMA Nelayan KSM 20 10 M3 L 40 SD Petinggi FKMK 4 11 M4 L 40 SD Pedagang KSM 15 12 M5 L 38 SMP Polairud 5 Pengguna lain : 13 L1 L 28 S1 WCS 4 14 L2 L 48 S2 Undip 22 15 L3 L 40 SMA Pengusaha lokal 10 16 Untuk kelompok masyarakat dan kelompok pengguna lain menilai faktor koordinasi, komunikasi dan negosiasi, serta kesamaan persepsi dan visi sebagai faktor yang berpengaruh tinggi terhadap co-management TNKJ lihat Gambar 27 b. Faktor yang membedakannya dengan kelompok pemerintah adalah komunikasi dan negosiasi yang menjadi salah satu faktor input bagi co- management TNKJ, sedangkan pemerintah menempatkan kepemimpinan sebagai faktor input. Hal ini terjadi karena pemerintah menilai kepemimpinan akan selalu mempengaruhi kinerja dari suatu lembaga. Selama ini komunikasi antar masyarakat dan pemerintah berjalan satu arah dan posisi tawar dari kelompok masyarakat dan pengguna lain lebih rendah dari pada kelompok pemerintah sehingga tidak ada negosiasi, oleh karenanya kelompok masyarakat dan kelompok pengguna lain menganggap faktor komunikasi sebagai faktor input bukan faktor perantara seperti yang dinilai kelompok pemerintah. Sedangkan kelompok pemerintah yang menilai kepemimpinan sebagai faktor input karena selama ini mereka selalu mengikuti kebijakan seorang pemimpin. Jika dilihat dari faktor dalam kuadran 4 yang merupakan unused factor, karena mempunyai pengaruh rendah dan ketergantungan terhadap faktor lain juga rendah, terdapat perbedaan penilaian antar kelompok stakeholders. Pada kelompok pemerintah menilai regulasi dan aturan main sebagai unused factor, karena peran pemerintah selama ini sebagai regulator membuatnya merasa bahwa regulasi dan aturan yang ada sudah cukup untuk mengakomodasi kepentingan co-management; sedangkan kelompok pengguna lain menilai pendanaan sebagai unused factor, karena mereka menganggap dana sudah tersedia di masing-masing lembaga hanya perlu alokasi pendanaan untuk kepentingan co-management. Sementara kelompok masyarakat menilai semua faktor penting untuk co-management TNKJ karena mereka perilaku mereka selama ini hanya menerima semua program pembangunan tanpa ada kesempatan untuk bernegosiasi. Akan tetapi jika penilaian pengaruh antar faktor dari semua stakeholders digabungkan Tabel 54, hasil pensebaran masing-masing faktor menjadi berbeda, dimana kepemimpinan yang sebelumnya dinilai oleh stakeholders masuk dalam kuadran I dan II sebagai faktor input dan penghubung, sekarang posisinya berubah menjadi faktor output Gambar 28. 17 Tabel 54 Matrik gabungan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor Dari Terhadap A B C D E F G H A 3 3 2 1 1 1 1 B 2 2 1 1 2 C 1 1 3 2 2 2 2 D 3 2 3 2 2 2 2 E 1 3 2 2 3 2 3 F 1 2 3 3 2 3 2 G 3 1 1 1 2 1 H 1 1 1 1 3 Keterangan : A : Persamaan persepsi visi B : Kepemimpinan C : Partisipasi aktif dan komitmen stakeholders D : Mekanisme komunikasi dan negosiasi E : Koordinasi lintas sektor F : Regulasi dan aturan main yang jelas G : Pembentukan forum stakeholders H : Pendanaan 0 : tidak ada pengaruh langsung 3 : pengaruhnya sangat kuat 2 : pengaruhnya sedang 1 : pengaruhnya kecil Faktor input yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dan mempunyai ketergantungan antar elemen rendah adalah “pemahaman masalah dan persamaan visi” dan “koordinasi” yang terdapat dalam kuadran I. Sedangkan dua faktor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar elemen juga tinggi dalam kuadran II adalah “partisipasi dan komitmen ”, dan “mekanisme komunikasi dan negosiasi” yang disebut faktor penghubung . Keempat faktor tersebut merupakan elemen dari kinerja suatu lembaga yang perlu diatur mekanisme pelaksanaannya untuk co-management kegiatan sektor perikanan dan pariwisata di TNKJ. Hal ini sesuai dengan pendapat Clifton 1993 dimana faktor yang menghambat pelaksanaaan co- management di Indonesia, di tingkat nasional maupun daerah adalah kelembagaan pengelolaan taman nasional. Untuk itu maka salah satu prakondisi bagi keberhasilan pelaksanaan co-management adalah menciptakan kelembagaan penuh yang legitimate dan akuntabel. 18 Gambar 28 Tingkat kepentingan faktor- faktor yang perpengaruh dalam co-management TNKJ. Akan tetapi untuk meningkatkan kinerja sistem co-management, faktor yang mempunyai pengaruh tinggi dan ketergantungan rendah dipilih menjadi driven faktor, yaitu “koordinasi”, mengingat waktu pencapaian dan kemungkinan untuk diatur lebih mudah. Hal ini sesuai pendapat WWF dan DFID 2006 yang menyatakan bahwa koordinasi merupakan orientasi dari co-management. Karena merupakan salah satu hambatan utama dalam konservasi sumberdaya alam Alikodra, 2000 yang menjadi ciri dari pengelolaan berkelanjutan Alikodra, 2002. Walaupun demikian faktor lain tidak dapat diabaikan karena kesemuanya saling terkait dalam co-management. Selama ini koordinasi pengelolaan TNKJ dilakukan tidak pada tataran pimpinan sehingga ketika pelaksanaan di lapangan kembali berjalan sektoral. Untuk itu maka dibutuhkan aturan koordinasi dalam sebuah kelembagaan yang meliputi pengaturan hak kepemilikan property right yang dapat dijabarkan sebagai hak dan tanggung jawab atau kewajiban untuk menghargai hak orang lain, batas yurisdiksi yang diartikan sebagai batas wilayah kekuasaan atau otoritas dan aturan representasi yang mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan Pakpahan, 1990 dan Basuni, 2003. Setiap orang atau badan dapat menuntut haknya jika mereka memenuhi tanggung jawabnya. Tabel 55 menunjukkan bahwa walaupun BTNK mempunyai kewenangan sebagai pemegang otoritas dalam pengelolaan kawasan TNKJ, pemda Provinsi Jawa Tengah dan pemda Kabupaten Jepara juga mempunyai Partisipasi komitmen Kepemimpinan Koordinasi Komunikasi negosiasi Kesamaan persepsi visi Regulasi aturan main Pembentukan Forum Stakeholder Pendanaan 0.50 1.00 1.50 2.00 0.50 1.00 1.50 2.00 Ketergantungan Pengaruh 19 hak untuk mengelola kekayaan laut dalam wilayahnya; sementara masyarakat Karimunjawa juga berhak untuk mengelola dan memanfaatkan SDAHE TNKJ. Sehingga perlu ada pembagian kewenangan dan kejelasan tugas pokok fungsi sehingga masing-masing dapat saling mengontrol dan mengawasi kegiatan pemanfaatan SDAHE TNKJ. Tabel 55 Aturan koordinasi dalam kelembagaan co-management TNKJ Stakeholder Kewenangan Tupoksi Aturan representasi BTNK Pengelolaan kawasan TNKJ Membantu dan memfasilitasi kelancaran proses penyusunan dan memantau langsung hasil kegiatan kolaborasi dan melaporkan nya kepada Dirjen PHKA ps 11 Permenhut P.1904 Melindungi, melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman SDAHE TNKJ untuk kesejahteraan masyarakat Melakukan administrasi pengelolaan kawasan TNKJ Memfasilitasi proses penyusunan kolaborasi pengelolaan TNKJ Kepala BTNK Pemerintah pusat Pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan Menetapkan kebijakan standar, kriteria, norma dan prosedur pengusahaan bidang perikanan dan pariwisata Memberi bimbingan teknis Melakukan koordinasi dengan pemda dalam penyusunan rencana pengelolaan TNKJ untuk usaha di bidang konservasi, perikanan dan pariwisata untuk jangka panjang, menengah dan pendek Menteri Kehutanan - Dirjen PHKA Menteri Kelautan Perikanan – Dirjen P3K Menbudpar – cq Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Pemerintah daerah Pengaturan administrasi, tata ruang dan penegakan hukum berkenaan dengan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut Memberi pertimbangan teknis dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pemanfaatan SDAHE TNKJ Melaksanakan kebijakan pemerintah level diatasnya Gubernur, Bupati, Kepala Desa Masyarakat Karimunjawa Memanfaatkan SDAHE untuk meningkatkan taraf hidup Mendapatkan informasi tentang konservasi SDAHE Mengawasi dan mengelola kawasan TNKJ Menjaga potensi dan keanekaragam hayati SDAHE TNKJ Memberi informasi tentang keadaan SDAHE TNKJ Ikut serta dalam pengelolaan dan pengamanan kawasan Ketua KelompokSwadaya Masyarakat tiap desa Muspika Karimunjawa

5.4.3. Preskripsi Co-management TNKJ

Sampai saat ini co-management TNKJ baru mencapai tahap memiliki kesatuan ide tetapi belum ada yang berani memulai untuk melakukan kolaborasi karena belum ada kerelaan dan saling percaya antar stakeholders atau dapat dikatakan belum ada kemauan politik pemerintah untuk bersepakat bekerjasama. Keberhasilan pelaksanaan co-management TNKJ sangat ditentukan adanya 20 komitmen dan kesepakatan para pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan kelestarian SDAHE TNKJ bagi kesejahteraan masyarakat. Hasil kajian terhadap Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang terkait menunjukkan bahwa substansi dari produk hukum tersebut lebih banyak mengkonsentrasikan kewenangan pengelolaan pada pemerintah pusat 43,73 dan pemerintah daerah 24,01; sedangkan kewenangan masyarakat 23, 66 dan badan usaha atau lembaga lainnya 8,60. Jika diplotkan dalam hierarki co-management, maka didapatkan Gambar 29 dimana untuk menuju pada posisi yang diinginkan hasil AHP maupun posisi co-management yang sebenarnya pada bidang kooperatif diperlukan upaya sungguh-sungguh dalam pembagian kewenangan. Walaupun menurut Carlson dan Berkes 2005 pembagian kewenangan sebagai hasil dari proses pemecahan masalah kolaborasi bukan merupakan starting point dari proses co-management karena sifat sentralistik sudah berakar kuat dalam suatu kelembagaan di Indonesia. Gambar 29 Posisi pembagian kewenangan. Keterangan : kajian perpu hasil AHP real co-management Gambar 30 menunjukkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menuju yang diinginkan stakeholders hasil AHP yaitu : 1. Pembuatan aturan representasi; 2. Koordinasi pemberian ijin usaha perikanan pariwisata antara Pemda Kabupaten Jepara dan BTNK; 3. Penyusunan program kerja dan pendanaan bersama antara Pemda Provinsi Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Jepara dan BTNK; Instruksif Konsultatif Kooperatif Pendampingan Informatif User-group based management Government based management