Program Seafood Savers di Wakatobi

205 7. 20,5 30,5 49 Aturan Perusahaan UD. PMB. merugikan usaha perikanan nelayan 8. 67 19 14 Kebijakan UD. PMBSS akan berhasil di laksanakan Keterangan: S Setuju; RR Ragu-ragu dan TS Tidak Setuju. Sumber data: Kuisioner 2012; sebagai data numerikal, yang digunakan untuk data primer guna mendukung analisis-deskriptif kualitatif.

8.2.1. Persepsi Nelayan “ Anto Pulo” Tongano Barat, Tomia Timur sebagai

nelayan terikat hutang semu terhadap kordinator. Komunitas nelayan “Anto pulo” mempunyai bentuk ikatan kordinator- nelayan yang terdapat ikatan hutang ekonomi secara semu. Artinya, adalah bahwa di dalam jaringan patronase yang terjadi, bahwa kordinator lebih dominan memberikan bentuk kekuasaannya daripada kekuatan ekonomi. Kordinator dalam komuniatas “Anto pulo” lebih dominan sebagai mediator antara nelayannya dengan pihak perusahaan UD. PMB., serta menjadi backing up nelayan guna memfasilitasi apabila ada keluhan nelayan terhadap perusahaan. Walaupun sesekali memberikan hutang perongkosan kepada nelayannya ataupun membiayai perongkosan kepada nelayannya dalam jumlah yang relatif sedikit, seperti untuk keperluan pancing ataupun tali pancing. Hal ini dikarenakan komunitas “Anto pulo” sudah mempunyai kelembagaan keuangan secara mandiri yang berbentuk koperasi sebagai wadah simpan dan pinjam kepada anggotanya. Menurut nelayan “Anto pulo”, program dari UD. PMB, masih ragu-ragu, karena nelayan masih belum yakin terhadap ikan yang ada di keramba UD. PMB itu adalah ikan yang diperoleh dengan cara menangkap yang ramah lingkungan. Menurut Slkhn, 40 Tahun 24 Juni 2012, “kata label itu berarti harus sudah ada jaminan bahwa ikan tersebut ditangkap dengan menggunakan alat yang ramah lingkungan, tidak menggunakan bius atau alat yang merusak lainnya. Hal ini masih ragu, karena ikan yang masuk di keramba itu ikan nelayan lain juga”. Percampuran ikan yang masuk ke keramba perusahaan, inilah yang menyebabkan nelayan ragu. Seafood Savers, selama ini belum terlihat dampak di lapangan sebagai peredam terhadap aktifitas penggunaan bius dan bom. Nelayan “Anto pulo” masih sering melihat dan menemui orang Bajo Lamanggau menggunakan bius. Aturan UD. PMB., baru mengatur tidak boleh menangkap baby ukuran kecil dan Napoleon. Selain itu, kebijakan perusahaan belum mengatur tentang cara 206 transportasi ikan dalam perahu. Penyuluhan baru menyentuh tentang tata cara perlakuan penyuntikan abdomen ikan, pasca tangkap dipancing, agar tidak terjadi kembung yang mengakibatkan kematian ikan disosialisasikan oleh WWF Wakatobi dan diperagakan oleh penjaga keramba UD. PMB. Selama ini perusahaan UD. PMB belum mengatur kontrak kerja dengan nelayan. Kontrak baru dengan kordinator, dengan persecot fee dari eksportir. Nelayan masih menggunakan sistem ikatan hutang “semu” terhadap kordinator, artinya nelayan kelompok ”Anto pulo” tidak serta merta mengikat dirinya terhadap ikatan hutang penuh kepada kordinator, karena sudah mempunyai koperasi simpan pinjam yang memberikan kemudahan terhadap anggotanya bantuan dan operasional melaut. Kebijakan dari UD. PMB yang memberlakukan perikanan ramah tangkap, dengan insentif harga lebih tinggi berupa premium price. Akan tetapi selama ini belum ada dampak yang nyata terhadap penghasilan nelayan “Anto pulo”, dikarenakan masih dibawah ikatan kordinator, akan tetapi setidaknya mendapatkan harga premium sebagai nilai jual lebih daripada menjual ke perusahaan lainnya. Ada perbedaan harga terutama untuk Sunu Merah Tong Sing, harganya cukup berselisih dengan perusahaan lain, dan Sunu Hitam Sai Sing. Untuk Sunu Merah Tong Sing ukuran up, selisihnya mencapai Rp. 40.000,- sedangkan supernya selisihnya sampai Rp. 50.000,-. Untuk Sai Sing selisihnya sekitar Rp. 10.000,- hasil pengamatan nota penjualan nelayan “Anto pulo”, Mei, 2012. Dengan adanya premium price, nelayan terbantukan dalam hal ekonomi harga ikan yang tinggi, terutama untuk menutupi perongkosan yang mahal. Menjadi kendala dan masalah untuk nelayan dengan terdapatnya batasan ukuran yang diterima oleh perusahaan dengan ukuran diatas 600 gram. Kondisi ini menjadikan nelayan “Anto pulo” ragu-ragu dalam menilai kebijakan minimum size. Faktor kondisi tangkapan nelayan di lapangan tidak bisa diprediksi akan hasil tangkapannya dengan kriteria sizing. Akhir-akhir ini, terhitung sejak tiga tahun kebelakang, banyak yang kami dapat adalah ukuran baby, dibawah 500 grams, dan kebanyakan adalah Sunu Hitam Sai Sing. Perbedaan antara sebelum adanya kebijakan baru dari perusahaan dengan sesudah kebijakan baru yang diterapkan UD. PMB., tidak ada perubahan yang 207 cukup berarti. Perubahan hanya terjadi pada premium price untuk harga ikan karang jenis tertentu Sunu Merah dan Sunu Hitam. Hal ini menjadi hambatan nelayan “Anto pulo” adalah : 1. Penghasilan menjadi rendah, karena baby ukuran ikan dibawah 600 grams tidak diterima, 2. Harga ikan disatukan, tidak ada pemisahan antara harga Kerapu dan Tiger. 3. Kendala yang berat buat nelayan dalam pelaksanaan program Seafood Savers adalah dengan adanya ukuran minimal size yaitu minimal 600 gram. Faktor penghambat untuk praktek Seafood Savers berjalan efektif adalah permainan harga yang di kuasai oleh eksportir ataupun permainan harga antara eksportir dengan kordinator. Permainan harga ini yang sering diinformasikan oleh kordinatornya maupun perusahaan secara tiba-tiba, dan tidak ada konfirmasi terlebih dulu dengan nelayan. “Apabila nelayan sudah sampai di keramba, apa boleh buat, ya kami jual saja”. Dalam Seafood Savers ini, kesulitan nelayan karena tidak ada insentif ekonomi, apabila nelayan melepaskan ikan dibawah 600 gram ke alam. Bantuan secara materipun dari perusahaan saat ini belum pernah ada sebagai solusi untuk memperlakukanmenjual produk yang dibawah 600 grams. 8.2.2 Persepsi Nelayan Lamanggau dan Bajo Lamanggau,Tomia nelayan terikat hutang terhadap kordinator Komunitas nelayan Lamanggau, seperti yang dituturkan oleh My, 20 Tahun nelayan ikan dasar Bajo Lamanggau, “kalau musim timur menggunakan potassium untuk menangkap Napoleon. My 20 Tahun, selalu ragu-ragu, karena menurutnya semuanya tergantung dari kordinatornya Tdd 40 Tahun”. Menurut Ags 35 Tahun dan La P.43 Tahun 12 Mei 2012, “Program kebijakan UD. PMB., mendapatkan simpatik oleh nelayan Lamanggau untuk menjalankan penangkapan ikan yang ramah lingkungan”. La P.43 Tahun, nelayan Lamanggau, “menjelaskan bahwa dirinya tidak setuju dengan penggunaan bom dan bius untuk menangkap nelayan”. Nelayan Lamanggau pernah mendapatkan sosialisasi dari WWF Wakatobi dan UD. PMB. untuk perikanan tangkap lestari. Informasi dari sosialisasi join program bahwa UD. PMB. diinstruksikan oleh Pemkab Wakatobi untuk membina nelayan, dalam hal melakukan penangkapan ikan karang yang ramah lingkungan. Ags 35 Tahun, Skr 38 Tahun 12 Mei 2012, “dalam sosialisasi WWF Wakatobi dan join program menjelaskan bahwa, 208 kenapa minimal harus 600 gram, karena dengan minimal 600 gram, minimal ikan sudah bertelur sekali. Jadi inilah yang menjadi dasar pertimbangan kenapa yang ditangkapn minimal 600 gram, dengan tujuan untuk keberlanjutan perikanan di Wakatobi dan kesejahteraan bagi masyarakat”. Ags, 35 Tahun 12 Mei 2012, “menjelaskan bahwa dirinya sangat keberatan dengan adanya minimum size 600 grams. Apabila ada kebijakan minimum size, maka harus ada ganti rugi insentif ekonomi sebagai pengganti perongkosan apabila mendapatkan ikan di bawah ukuran 600 gram. Dibayar sebagai ganti perongkosan atau minimal ada keramba untuk budidaya, sehingga tidak pulang dengan tangan kosong”. Sedangkan menurut Jmn,32 Tahun 11 Mei 2012, “bahwa keberhasilan program Seafood Savers ataupun aturan dari UD. PMB. harus ada kesadaran dari nelayan. Menurutnya bahwa program minimal tangkap 600 gram adalah program dari pemerintah. Ikan kecil harus dibudidaya terlebih dahulu dan jangan di jual ke pasar. Tetapi permintaan nelayan, bahwa kalau mendapatkan ikan di bawah 600 gram, dan kemudian di lepas, minimal ada pembayaran sebagaimana tidak menangkap ikan dibawah standar ukuran. Ataupun ketika tidak ada biaya insentif secara ekonomi, maka perlu ada harga yang lebih tinggi untuk ukuran 600 gram. Untuk selama ini bahwa ukuran 600 gram, harga di UD. PMB dengan CV. JM, sama saja”.

8.2.3. Persepsi Nelayan Bajo Mola terikat ikatan hutang terhadap kordinator

Aturan UD. PMB. tidak memberikan perubahan nelayan yang terikat dalam ikatan hutang perongkosan kepada kordinator. Nelayan dalam ikatan hutang kordinator Hj. Hyt. menjadikan tidak mempunyai tawar menawar mengenai keputusan harga ikan. Untuk kebijakan harga dari aturan UD. PMB dan program Seafood Savers, belum pernah dirasakan oleh nelayan terikat hutang kordinator. Kordinator mendominasi dalam keputusan harga, dan member keputusan kapan melaut untuk menangkap ikan. Kebijakan minimum size, tidak berdampak pada nelayan dalam hal ini. Kordinator masih menampung ikan yang dibawah 600 grams untuk dijual ke perusahaan lain yaitu CV. JM.. Untuk kebijakan aturan UD. PMB., nelayan 209 mendukung, artinya bahwa aturan UD. PMB dan program Seafood Savers melarang penggunaan bom dan bius. Karena pembiusan dan pengeboman, akhirnya hasil tangkapan kami menjadi menurun. Ikan semakin langka di alam, dan susah untuk ditangkap. Kebijakan Seafood Saver nantinya yang akan diterapkan oleh UD. PMB., diharapkan oleh nelayan terikat hutang kordinator dapat memperhatikan kesejahteraan buat kehidupannya. Nasib nelayan yang masih hutang panjar ke kordinator, menjadi aktor produksi yang tidak mempunyai pilihan baik dalam keputusan penangkapan ikan penentuan lokasi, waktu tangkap dan penggunaan alat tangkap, serta pendapatan yang tidak menentu, dalam artian kadang menutupi panjar hutangan, dan kadang tidak mencukupi dalam membayar mencicil hutang ke kordinator. Sehingga pilihan menangkap ikan dan terus berhutang menjadi alternatif pekerjaan utama, karena tidak ada pendukung pekerjaan lainnya selain menangkap ikan karang hidup.

8.2.4. Persepsi Nelayan bukan anggota Seafood Savers

Merujuk penuturan Sair 36 Tahun, 31 Maret, 2012 “mengatakan, bahwa dirinya belum pernah mendengar adanya Seafood Savers”. Ini adalah istilah baru. Kalau program Seafood Savers, diberlakukan dengan minimum size, maka akan menyengsarakan nelayan. CV. JM. masih menerima ikan dibawah ukuran 600 grams. Ukuran 300 gram-500 gram masih diterima oleh CV. JM, akan tetapi CV. JM hanya membuka pada musim barat saja. Sedangkan musim timur kami menjual ke UD. PMB atau kordinator yang mau menampung ikan kami. Ikan yang tertangkap ukuran baby, akhirnya dijual di pasar oleh istri. Sebetulnya adanya ketentuan minimum size dengan ada atau tidak ada program Seafood Savers tidak masalah. Rdwn, Hbb, 33 Tahun Ud.31 Tahun 2 April 2012, “mengatakan, bahwa belum pernah mendengar Seafood Savers. Kami mendengar hanya ada acara kumpul nelayan di tempat Ibu Hj. Hyt., akan tetapi hanya untuk nelayannya saja, sedangkan kami bukan nelayannya”. Nelayan pada dasarnya setuju dengan program Seafood Savers yang melarang penggunaan bius. Karena ikan menurutnya sudah sangat langka, dan mereka kadang kesal dengan pelaku bius. Para pembius dan pengebom ikan mempunyai backing up dari orang-orang yang 210 kuat seperti aparat TNI atau Polri. “Sebetulnya bius sangat merusak dan merugikan bagi kami, karena ikannya semakin sulit untuk kami dapat”. Kebanyakan nelayan kurang begitu setuju dengan aturan UD. PMB, dengan peraturan minimal ukuran yang boleh ditangkap. Hal ini dipengaruhi karena berangkat dengan ongkos yang menghutang, apabila dalam melaut dapatnya hanya ukuran dibawah 600 grams maka akan merugi. Jadi nelayan akan tetap menangkap dan jual ikan yang di bawah 600 grams, karena masih ada eksportir yang menerimanya. Jn, 29 Tahun 3 April, 2012 “menjelaskan bahwa kebijakan minimum size tidak banyak efek sampingnya dalam hal keuntungan usaha nelayan, karena kami masih menghutang ke kordinator dan menjualnya ke kordinator”. Sosialisasi dari WWF Wakatobi tentang perikanan ramah lingkungan dan bertanggung jawab sangat bagus untuk membelajari nelayan menangkap ikan dengan cara yang ramah lingkungan. Akan tetapi dalam hal penangkapan itu tergantung dari rejeki. Karena melaut itu kendalanya adalah alam seperti cuaca dan ombak. Nelayan berharap, apabila UD. PMB. memberlakukan program kontrak kerja dengan nelayan akan lebih menguntungkan untuk nelayan. Nelayan mempunyai keinginan untuk sejahtera dan makmur secara pendapatan, hal ini dilihat karena perongkosan melaut yang mahal dan kendala alam yang berat, yang menjadikan tidak setiap melaut mendapatkan hasil yang sepadan dengan perongkosan. Sair, 36 Tahun, “menyebutkan, yang sebaiknya dilakukan agar program Seafood Savers ini berhasil adalah, harus ada kordinasi antar eksportir yang ada di Wakatobi mengenai kesepakatan minimal size yang diterima. Kalau hanya UD. PMB. saja yang menetapkan, sedangkan CV. JM masih menerima, maka tidak akan berhasil”. Nelayan bisa menjual ke UD. PMB, untuk ukuran yang diatas 600 gram karena harga belinya lebih mahal, sedangkan untuk yang dibawah 600 gram sampai 300 gram di jual ke CV. JM. Di lapangan kordinator memainkan harga dan saling menjual ke CV. JM dan UD. PMB, sehingga kadang-kadang ada pembagian ikan yang di jual kedua eksportir tersebut. 211

8.2.5. Persepsi Nelayan Lepas Bajo Mola

Program Seafood Savers dan aturan UD. PMB., dalam hal ini diartikan dengan menangkap tidak menggunakan bius ataupun bom. Nelayan lepas ini adalah kelompok nelayan kerapu kedo-kedo. Menurut penuturan Ksmn 35 Tahun 22 Juni 2012, “dengan menggunakan alat tangkap berupa pancing saja, akan mengurangi dampak penggunaan bius, dan bisa menjadikan ikan tetap banyak di karang”. Keanggotaan nelayan dengan perusahaan UD. PMB menjadikan harus menjual ikan hasil pancingnya ke UD. PMB, walaupun tidak ada kontrak secara jelas yang mengharuskan ikan masuk ke UD. PMB. Hal ini disebabkan karena kalau di UD. PMB, dilakukan dengan sistem pembayaran langsung, dan untuk jenis Sunu Merah, Sunu Hitam, Sunu Raja, dan Tiger, mempunyai selisih harga lebih tinggi dengan CV. JM. Untuk sementara ini pengaruh dari program perikanan yang bertanggungjawab yang dijalankan UD. PMB. belum terlihat berdampak meningkatkan kesejahteraan nelayan secara keseluruhan. “Harga ikan dasar sekarang tinggi sekali, akan tetapi Karena hasilnya tidak banyak, sehingga terasa biasa saja Ksmn, 35 Tahun, 22 Juni 2012”. Nelayan lepas kurang begitu setuju dengan aturan dari UD. PMB. yang hanya menerima untuk ukuran 600 gram keatas. Untuk hasil tangkapan sekarang, ikan yang didapat oleh nelayan didominasi oleh ukuran kecil ukuran baby untuk musim timur, sedangkan musim barat hasil tangkapan yang didapat campuran antara ikan dengan ukuran kecil dan ukuran superup. Program Seafood Savers ataupun aturan dari UD. PMB. tidak menghambat aktifitas produksi tangkap nelayan lepas, karena nelayan lepas mempunyai akses jual untuk ukuran baby ke CV. JM. Insentif ekonomi yang seharusnya nelayan terima adalah, ada insentif pembayaran ganti rugi apabila menangkap ikan ukuran baby dan kemudian melepaskan kembali ke alam, akan tetapi hal ini sulit, karena masih ada perusahaan eksportir, CV. JM yang masih menerima ukuran baby. Untuk melakukan pembudidayaan, hal ini menjadi sulit, karena belum mempunyai keramba untuk budidaya yang diperuntukkan bagi nelayan ikan karang dengan dukungan dari kemerataan bantuan pemerintah. 212

8.2.6. Persepsi Kordinator

dan Penjaga Keramba UD. PMB. Di Wakatobi, Seafood Savers pernah dipraktekan dalam dua jenis komoditas ikan karang, yaitu komoditas ikan konsumsi karang hidup dan komoditas ikan konsumsi karang segar. Menurut Hj. Nhyt, 49 Tahun, 6 April 2012 sebagai kordinator ikan konsumsi karang hidup, “bahwa dirinya menilai kebijakan program Seafood Savers dan aturan UD. PMB., merupakan langkah bagus dalam hal komitmen terhadap perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap isu kelestarian lingkungan. Akan tetapi merugikan bagi kalangan usaha, karena ada aturan batas minimal size yang tidak diambil oleh perusahaan. Tentunya dengan hal ini mempengaruhi produksi usaha. Sedangkan, Hm, 39 Tahun, 6 April 2012, “berpendapat sama, apabila kebijakan tentang batas minimum size tidak dirubah, maka banyak nelayan yang mengeluh. Untuk saat ini masih diuntungkan karena masih ada perusahaan ekspor yang masih menerima ikan berukuran baby”. Mkhls, 37 Tahun, kordinator ikan karang segar 6, April 2012, “menjelaskan bahwa, untuk ikan karang segar, tidak sesulit regulasi yang terdapat pada ikan konsumsi karang hidup. Ikan segar lebih mudah dalam proses produksinya”. Usaha ikan segar tidak terlalu rumit dalam proses penangkapannya. Hal ini juga mudah dalam seleksi ikan sesuai dengan ukuran ikannya. Untuk ikan dibawah ukuran 600 gram, tergolong lokal, dan tidak masuk dalam kategori ukuran super maupun up. Aturan main bisnis perusahaan dengan kordinator pun sangat menguntungkan kordinator, karena tidak ada ikatan kontrak. Akan tetapi mempunyai kendala, kadang pembayaran ikan sering terlambat dan pernah mengalami penolakan ikan, karena kualitasnya kurang bagus di bagian insang berwarna putih, sehingga perusahaan menduga ikan hasil dari membius. Im, 30 Tahun, 24 Maret 2012, sebagai penjaga keramba UD. PMB, “berpandangan bahwa program Seafood Savers merupakan program bagus untuk kawasan konservasi, karena disatu sisi merupakan praktek perikanan tangkap dan disisi lain mempunyai harga beli lebih tinggi daripada perusahaan lain, sehingga bisa menolong ekonomi nelayan”. UD. PMB, pada tahun 2010 masih menerima baby, tetapi sejak sebagai perusahaan yang mempromosikan program perikanan 213 ramah lingkungan dan bertanggungjawab tidak menerima baby lagi, kira-kira dimulai pertengahan Tahun 2011. Ikan hidup termasuk ikan yang sangat banyak perawatannya setelah pasca tangkap. Perawatan ikan pasca tangkap menggunakan perlakuan yang khusus termasuk penggunaan antibiotik. Menurut Im, 30 Tahun, 24 Maret, 2012, “bahwa sebetulnya ikan tanpa perlakuan antibiotik juga bagus, tetapi juga kadang tidak bagus, jadi tidak mutlak selalu memakai antibiotik. Apabila terjadi proses pengangkutan dari keramba ke perusahaan dalam waktu cepat, maka tidak membutuhkan perlakuan antibiotik, kadang sepuluh hari ikan setelah diterima dari nelayan diperlakukan secara khusus, agar ikan tetap sehat”. Im, 30 Tahun, memaparkan bahwa, “nelayan di Wakatobi belum sepenuhnya memahami tentang program Seafood Savers”. Dalam sosialisasi nelayan mengerti dan memahami tetapi dalam prakteknya di lapangan, masih belum bisa menerapkan peraturan dari UD. PMB. Optimis dari perusahaan akan hal ini dapat berhasil, apabila nelayan sudah sadar, dan tentunya penyadaran terhadap nelayan tidak mudah. Dukungan dari pemerintah dan LSM sangat membantu UD. PMB. untuk melaksanakan program perikanan ramah lingkungan dan program Seafood Savers. Bagi perusahaan, adanya Seafood Savers sebetulnya tidak merugikan, karena produksi kami tetap banyak, memang menurun dalam kuantitas, karena baby tidak diterima, tetapi tidak signifikan sebagai penurunan penghasilan perusahaan. Strategi yang dilakukan oleh Im 30 Tahun, untuk menghimbau kepada nelayan, dengan tidak diterima ukuran baby dengan jalan menyuruh untuk melepas, atau dipelihara di dalam keramba, kemudian setelah ikan tersebut berukuran lebih dari 600 grams dapat di jual ke UD. PMB. Perusahaan menggunakan alasan untuk ukuran baby 600 grams tidak diterima karena, dengan ukuran dibawah 600 gram, kecil kemungkinan secara biologi sudah bertelur. Pemaparan tentang persepsi nelayan, kordinator dan penjaga keramba terhadap instrumen Seafood Savers, secara gamblang dirumuskan dalam tabel sebagai berikut: