Seafood Savers, sebagai Instrumen Pengelolaan Ikan Konsumsi
36 dan sosial yang didalamnya terdapat keterikatan antar aktor dan kepentingannya
yang berintaksi dalam suatu masyarakat yang dibatasi oleh wilayahnya, sehingga dikatakan bahwa konsep institusi sosial tersebut melekat pada aktor pada aspek
ekonomi, ekologi dan sosialnya. Menurut Scott 2004, bahwa teori institusi dapat berkembang dalam berbagai disiplin ilmu. Pada perkembangannya, Tahun 1960
teori instutisional diperkenalkan konsep sistem terbuka dalam studi organisasi dan ditransformasikan melalui pendekatan yang mementingkan aspek lingkungan
dalam arti luas yang berpengaruh dalam perubahan institusi tersebut. Selanjutnya dalam perkembangannya Tahun 1970, kajian instistusi dapat dilihat sebagai suatu
sistem produksi karena menyangkut lingkungan teknis yang terkait dengan sistem produksi instrumental, kemudian terjadi transformasi input menjadi output dan
sebagai suatu sistem sosial budaya sebagai kekuatan lingkungan institusi. Yang dimaksud Scott 2004, disini adalah bahwa lingkungan tersebut dapat
dikategorikan dalam lingkungan sosial, ekonomi maupuan ekologis itu sendiri. Kemudian teori institusi bekermbang karena aspek lingkungan yang semakin
komplek, maka teori institusi juga berkembang sesuai dengan perkembangan kompleksitas lingkungan.
Dalam perkembangannya teori institusi dengan aspek lingkungan sosio- ekologis, perlu pemahaman bahwa institusi sebagai interaksi manusia dalam
aktivitas sosial kemasyarakatan, perlu memahami apa institusi tersebut, bagaimana dan mengapa perlu adanya institusi dan apa konsekuensinya apabila
institusi tersebut dijalankan. Dalam kajiannya “sumberdaya bersama dan keberlanjutan institusional”, Agrawal dalam The Drama of the Commons, 2002,
menjelaskan kontek sumberdaya milik bersama, menunjukan adanya pengaturan kepentingan pasar dan kepemilikan negara dalam pengelolaan sumberdaya alam
di wilayahnya dan mekanisme institusional yang berjalan dalam pengelolaan tersebut. Hal ini menjadi penting, karena institusi pengelolaan sumberdaya
bersama menunjukan bagaimana pengelolaan sumberdaya alam yang merupakan interaksi manusia dalam sosial dan ekologi secara global berjalan. Ditambahkan
oleh Ostrom, 2005, bahwa institusi pengelolaan sumberdaya merupakan persepsi manusia dalam mengelola yang meliputi interaksi struktur dan repetitive
hubungan timbal balik antara manusia terhadap sumberdaya yang ada
37 disekitarnya yang berlandaskan pada rules, norm dan strategies. Sedangkan
Bromley 2001, menegaskan bahwa institusi adalah kajian dalam kebijakan publik, artinya Bromley, memandang secara kolektif dengan istiah yang disebut
sebagai institusi yang merupakan kontruksi sosial dimana di dalamnya terdapat norms, rule and entitlements merupakan hasil interaksi manusia dengan
sumerdaya alamnya. Perspektif ini memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi horizontal menekankan kepada hubungan antara manusia dengan
manusia, dan dimensi vertikal menekankan hubungan manusia dengan alamnya yang merupakan manifestasi hubungan interpersonal atas mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh manusia. Satria 2009, dalam kajian pengelolaan sumberdaya perikanan SDP oleh
masyarakat: visi, batasan dan ruang lingkup, dijadikan alternatif solusi karena keberhasilannya memberikan manfaat tentang keberlanjutan pengelolaan
sumberdaya perikanan dengan menjamin adanya mata pencaharian komunitas nelayan, kesamaan dalam akses seumerdaya perikanan dan solusi alternatif
penyelesaian konflik pengguna sumberdaya. Merujuk pada Scott 2004; Satria, 2009, ada tiga dimensi dalam institusi pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu:
a. Dimensi normatif. Dimensi ini merupakan sistem nilai yang berkembang
dalam masyarakat sebagai dasar pengelolaan sumerdaya perikanan; b.
Dimensi regulatif. Dimensi ini berisi tentang aturan norm tata kelola sumberdaya perikanan. Ruddle 1999, dalam Satria 2009,
mengidentifikasikan unsure-unsur tatakelola sumerdaya perikanan sebagai berikut:
• Batas wilayah : ada kejelasan batas wilayah yang mengandung sumberdaya yang bernilai bagi masyarakat;
• Aturan: berisi hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang, dalam dunia perikanan mencakup aturan kapan, dimana, bagaimana dan
siapa yang boleh menangkap ikan; • Hak: berisi bundle of right pengguna atas sumberdaya alam.
Menurut Ostrom dan Sclanger 1996 adalah access right, withdrawal right, management right, exclusion right, dan
alienation right;
38 • Pemegang otoritas: merupakan organisasi atau lembaga yang
dibentuk masyarakat yang bersifat formalinformal untuk kepentingan mekanisme pengambilan keputusan.
• Sanksi: sanksi merupakan indikator berjalannya suatu aturan. Sanksi mempunyai beberapa tipe, yaitu: sanksi sosial, sanksi
ekonomi, sanksi formalhukum dan sanksi fisik; dan • Evaluasi dan monitoring: terdapat adanya mekanisme evaluasi dan
monitoring oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiendi pengelolaan.
c. Dimensi kognitif. Dimensi ini berisi teknik pengelolaan dan indigenous
knowledge. Ruddle 2002 dalam Satria 2009, medefinisikan karakteristik pengetahuan lokal sebagai berikut:
• Bersifat jangka panjang, empiris, berbasis observasi lokal, yang disesuaikan dengan kondisi lokal dan bersifat terperinci;
• Berorientasi pada hal-hal yang bersifat praktis yang menyangkut perilaku serta fokus terhadap tipe-tipe sumberdaya dan species;
• Terstruktur secara kompatible dalam pemaknaan pemanfaatan dan pelindungan sumerdaya alamnya sebagai kesadaran akan
pentingnya konservasi sumberdaya; dan • Bersifat dinamis.
Sedangkan Berkes 1999 dan Satria 2009, mengidentifikasikan karekteristik pengetahuan asli sebagai berikut:
• Pengetahuan melekat pada budaya lokal; • Memiliki dimensi ruang dan waktu;
• Kurang memisahkan antara alam dan budaya, serta antara subyek
dan obyek; • Komitemen bahwa lingkungan lokal bersifat unik dan menjadi
tempat yang tidak bias berpindah; dan • Tidak menggunakan pendekatan instrumental terhadap alam.
Disadari bahwa sumberdaya perikanan karang hidup merupakan sumerdaya yang berifat common pool resources yang melekat sifat open access
39 didalamnya. Hasil studi dari Agrawal dalam The Drama of the Commons, 2002
menjelaskan institusional keberlanjutan dalam pengelolaan sumerdaya milik bersama, mempunyai dua tipe permasalahan. Tipe pertama adalah substansi.
Substansi dalam institusi pengelolaan sumberdaya alam kurang mendapat pemahaman dari peneliti sumberdaya alam. Kebanyakan dari mereka hanya
memfokuskan bahwa pengaturan sumberdaya alam menghasilkan sifat yang berdaya efesien, terdapat alokasi kesejahteraan, dan bersifat konservasi
berkelanjutan. Kekeliruan yang terjadi, bahwa dalam pengaturan dan pengelolaan sumberdaya alam membutuhkan adanya biaya. Sehingga kajian lintas sektoral
dalam aspek ekologi, sosial, ekonomi dan kontek budaya indigenous knowledge perlu dimasukan dalam kajian keberlanjutan institusional dalam pengelolaan
sumberdaya milik bersama. Tipe kedua adalah berkaitan dengan dasar metode dalam kajian keberlanjutan instutsional dalam pengelolaan sumberdaya alam,
bahwa kebanyakan para peneliti fokus dalam mengkritik dari segi kelembagaan organisasi, kemampuan adaptasi dan keberlanjutan sumberdaya milik bersama,
yang sebetulnya belum bisa membangun perkembangan konsep teori untuk keberlnajutan sumberdaya milik bersama. Seharusnya metode dasar dalam kajian
keberlanjutan institusi mencakup faktor-faktor utama keberlanjutan, kesetaraan dan keefesiensian institusi dalam pegelolaan sumerdaya milik bersama yang
sebetulnya bersifat relatif sebaliknya. Ostrom 1995; Satria 2009, mengantarkan beberapa indikator kerja
institusi pengelolaan sumberdaya perikanan, indikator tersebut adalah: • Clearly Defined Boundaries. Kejelasan batas wilayah: batas wilayah
dirumuskan secara jelas, sehingga setiap orang mudah untuk mengidentifikasi dan mengenalnya;
• Proprotion Equivalence Between Benefits and Costs. Kesesuain aturan dengan kondisi lokal: memiliki aturan-aturan yang tepat untuk
kepentingan kelestarian sumberdaya, perlindungan ekonomi lokal, serta penguatan sistem sosial dan aturan-aturan tersebut mudah ditegakkan dan
mudah diawasi; • Collective Choice Arrangments. Aturan disusun dan dikelola oleh
pengguna sumberdaya: masyarakat mamapu membuat aturan yang
40 didasarkan atas pertimbangan saitifik, pengetahuan lokal, maupun kearifan
lokal melalui mekanisme lembaga lokal; Adanya kelembagaan lokal yang berfungsi mengatur mekanisme pengelolaan, membuataturan, merevisi
aturan serta mekanisme pengambilan keputusan; • Monitoring. Pelaksanaan pengawasan dihormati masyarkat: masyarakat
memiliki instrument danmekanisme pengawasan sendiri dengan para pelaku pengawasan yang mendapat legitimasi masyarakat;
• Graduated Santion. Berlakunya sanksi: ukuran keberhasilan suatu aturan adalah tegaknya sanksi bagi para pelanggarnya, baik sanksi sosial, sanksi
administratif, maupun sanksi ekonomi. • Conflict Resolution Mechanism. Mekanisme penyelesaian konflik:
masyarakat memiliki mekasnisme penyelesaian konflik di luar mekanisme formal;
• Minimal Recognition of Rights to Organize. Kuatnya pengakuan dari pemerintah: pengakuan dari pemerintah dapat berbentuk undang-undang,
peraturan pemerintah atau peraturan daerah; dan For resources that are part of larger systems:
• Nested Enterprises. Adaya ikatan atau jaringan degan lembaga luar. Jaringan dengan dunia luar yang dimaksud adalah baik jaringan antar
komunitas bridging social capital maupun dengan di luar komunitas seperti akademis, LSM, maupun swasta lingking social capital.