Dampak Ekonomi Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup

149 Terbukti masih ada pelanggaran penggunaan alat tangkap yang bersifat merusak, masih ditemukannya praktek praktek illegal fishing dan ditemukannya pula perdagangan satwa yang dilindungi, baik secara sembunyi maupun secara terbuka dengan dijual di pasar tradisional.

6.4. Dampak Kebijakan Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup

Belum terakomodasinya secara kebijakan mengenai pengaturan ikan konsumsi karang hidup menjadikan pola praktek-praktek perikanan yang mengarah adanya penurunan sumberdaya yang tidak berlanjut. Ketidakberlanjutan daya dukung sumberdaya ikan dasar ini karena adanya kegagalan pasar. Kegagalan pasar disebabkan oleh berfungsinya pasar secara maksimal sehingga tidak terdapat keseimbangan antara memanfaatkan dengan upaya memperbaiki menjaga sumberdaya agar tetap seimbang. Kebijakan perikanan belum menyentuh secara mendalam mengenai komoditas ikan konsumsi karang hidup. Merunut pengamatan di lapangan, ikan karang mempunyai sifat endemik dalam kawasan karang, artinya ikan karang bukan ikan yang bersifat bergerak bebas dalam jangkaun yang jauh, akan tetapi hanya berada dalam kawasan karang dimana terdapat ekosistem karang tersebut. Ikan karang yang berada di Wakatobi, tidak bisa bermigrasi pindah ke terumbu karang di perairan utara Pulau Jawa. Absennya peraturan secara spesifik tentang perikanan karang, menjadikan penafsiran masyarakat yang multi tafsir. Napoleon masih di perbolehkan ditangkap dan diatur dengan perijinan dengan sistem quota. Tetapi di dalam kawasan tidak boleh ditangkap karena berkaitan dengan konservasi sumber karang, akan tetapi dalam spesies potensial kawasan konservasi Wakatobi bukan merupakan spesies yang dilindungi. Hal ini menjadikan beberapa pengusaha masih mempunyai akses penangkapan Napoleon tersebut. Pembatasan quota tangkap belum diberlakukan terhadap komoditas ikan karang, baik dalam jumlah volume ataupun jumlah ukuran minimum ikan yang diperbolehkan. Sehingga dikhawatirkan akan mengganggu regenerasi ikan karang. Ikan karang mempunyai sifat androgini atau hemaphrodit, yang pada usia muda 150 mempunyai kelamin betina dan pada usia tertentu dewasa akan berubah menjadi jantan. Penetepan kawasan konservasi dan pembangunan daerah yang bertumpu pada sektor perikanan akan menjadi bertolak belakang dengan agenda utama konservasi apabila tidak terdapat pengaturan yang menjamin sistem ekonomi livelihood masyarakat dan aturan konservasi, ataupun pengaturan tersebut masih terdapat tumpang tindih. Sehingga implikasi di lapangan akan mengalami hambatan, berkaitan dengan komodifikasi yang terdapat penekanan akan permintaana pasar secara terus menerus. Aturan antara Taman Nasional dengan DKP terjadi tumpang tindih kebijakan. Konservasi termasuk di dalamnya species diatur oleh Taman Nasional, kegiatan perikanan di atur oleh DKP. Komoditas ikan konsumsi karang hidup membawa setidaknya 3 persoalan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Wakatobi, yaitu : 1. Ditetapkannya kawasan Taman Nasional yang menggunakan sistem zonasi, 2. Terdapatnnya DPL dari Coremap, 3.Tumpah tindihnya pengeloaan Konservasi oleh Taman Nasional, dan Perikanan oleh DKP sehingga memunculkan praktek-praktek IUU Fishing yang melekat pada komoditas ikan konsumsi karang hidup.

6.4.1. Jaringan Pengaman Prosecution risk of insurance networks

Komoditas Ikan Konsumsi Karang Hidup Jaringan penangkapan yang melibatkan kordinator dan nelayan, semakin lama semakin bertambah jumlahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan penangkapan. Menurut penuturan Gn, 29 Tahun penjaga keramba Karang Tomia UD. PMB, mengatakan bahwa saat ini yang paling nanyak di tangkap adalah Sunu Hitam. Kebanyakan juga ditangkap dibawah ukuran 600 gram. Hal ini pun di perkuat oleh keterangan dari nelayan, Mtrrng, bahwa dalam menangkap sehari, hampir semuanya adalah susnu hitam, kalau dapat sepuluh, 2 atau 3 ekor masuk ke ukuran super, sedangkan yang lainnya adalah baby. Akibat menurunnya sumberdaya perikanan karang, sehingga nelayan berani menggunakan alat tangkap apapun termasuk yang bersifat destructive fishing, yang penting bisa menghasilkan. Terutama pada saat musim timur. Salah satu adalah My, nelayana Tdd. yang ketika musim timur, menggunakan potassium untuk menangkap ikan dasar, khususnya Napoleon. Di dalam kawasan tidak 151 tidak diperbolehkan untuk menangkap Napoleon 23 . Adapun hal ini masih sering dilakukan oleh nelayan, karena ada yang membeking back up dalam tindakan tersebut. Mereka yang berada di belakang tindakan illegal fishing tidak lain ada oknum TNI AL, Polisi Polsek; Koramil dan juga DKP. Salah satu oknum TNI adalah salah satu pembeli ikan karang hidup dan Napoleon dan menjual ke CW PT. BM. Rt. juga menjadi kordinator untuk Napoloen. Adapun aparat yang ikut melakukan bisnis illegal adalah, kordinator Sr. untuk Tomia yang juga adalah oknum aparat 24 . Oknum koramil Tomia dan oknum polsek Kaledupa Induk juga ikut berperan dalam bisnis ikan ikan karang tersebut 25 . Permasalahan selanjutnya, bahwa terjadi pengawasan loding yang seharusnya menjadi pengawasan hanya oleh DKP sub bag pengawasan pun ikut melakukan tindakan pengawasan. Seperti ketika UD. PMB Loading, Pak Srhmn adalah kepala Karantina Kesehatan Pelabuhan yang berfungsi untuk mengawasi tentang kesehatan awak kapal dan kesehatan makanan bekal di dalam kapal. Seharusnya Karantina Kesehatan Pelabuhan tidak ada sangkut pautnya dengan pengawasan loding. Akan tetapi KKP ingin ikut mengontrol loding karena berkaitan dengan alasan kesehatan dan keselamatan awak kapal. Untuk karamba UD. PMB di Wanci, setiap bulan membayar retribusi ke Desa Liya Bahari untuk retribusi keramba yang di dirikan di wilayah laut desa. Setiap bulan, kami membayar Rp. 350.000,-. 26 Setiap kali loding, penjaga keramba membayar harga dasar penetapan ikan untuk dapat mempunyai surat ijin keterangan asal ikan. Setiap mengurus perijinan loding, sudah di masukan volume loding dengan keramba di Tomia. Mereka membayar perijinan penetapan harga ikan 6 dari harga ikan membeli dari nelayan dan perijinan lainnya yang meliputi 23 Wawancara dengan My, 20 Tahun 21 Mei 2012. 24 Wawancara dengan U. Kn 56 Tahun 1 Juni 2012. 25 Wawancara dengan Eff. 50 Tahun 25 Juni 2012, kepercayaan Ap., pengusaha dari Bali, yang mengatakan bahwa, urusan dengan nelayan semuanya ada di Rt. Eff. menyebutkan siapa saja yang menjadi kordinator ikan hidup dan menyetor kepadanya, diantaranya adalah Tdd, oknum Koramil, oknum Polsek, dan Sr., kordinator dan juga oknum. Eff. menyebutnya dengan orang kita. 26 Wawancara dengan Im 30 Tahun kepala keramba Wanci 24 Maret, 2012; 152 perijinan ke syahbandar, karantina kesehatan pelabuhan, DKP masing-masing sebesar Rp. 25.000,- 27 . Hal ini berbeda dengan setiap loding di keramba yang ada di Tomia UD. PMB. Dalam setiap loding kami selalu membayar kurang lebih Rp. 200.000,- untuk pengamanan dari Syahbandar dari Tomia Usuku dan orang pintar tokoh masyarakat dari Pulau Lentea Wawancara dengan Ag., 20 Tahun 2 Juni 2012. Untuk keramba CV. JM, kadang kami mendapati pemeriksaan, baik dari Jagawana TN. Wakatobi, dari Polisi maupun TNI AL. Dalam pengawasannya tak jarang petugas meminta pengganti bensin atau uang rokok. Hal ini terjadi di setiap keramba milik eksportir. Untukkejadian di keramba CV. JM Tomia, sering didatangi polisi dalam jangka waktu setiap bulan atau dua bulan sekali, terutama dari polsek Tomia. TNI AL, juga sering datang dan Jagawana. Akan tetapi Jagawan lebih sopan daripada TNI atau Polisi Wawancara dengan Smd 45 Tahun 24 April 2012 dan Hndr 39 Tahun 26 April 2012. Risk of insurance sebagai biaya tanggap resiko merupakan jejaring pengaman di tahap penangkapan di lapangan sampai pada tahapan distribusi ekspor ke Hong Kong. Jejaring pengaman pada level penangkapan di lapangang setidaknya ada beberapa aktorpejabat pemerintah yang terlibat sebagai jaringan pengaman adalah : Tabel 6.16. Aktor dalam Jaringan Pengaman prosecution networks Aktor Peran Besaran retribusi Keterangan TNI AL oknum Sebagai pengawas; Adapula yang menjadi kordinator maupun backing pengusaha Uang rokokpengganti bensin. Untuk kegiatan pengawasan, AL kadang meminta pengganti bensin uang rokok. Kadang meminta ikan beberapa ekor keterangan dari Hndr 27 April 2012. Untuk yang menjadi kordinator, terlibat dengan bisnis Napoleon keterangan dari Ids, 26 April 2012; Udn Knsng 1 Juni 2012. Polisioknum Sebagai pengawas; Ada beberapa yang menjadikordinator maupun backing pengusaha Uang rokokpengganti bensin Untuk kegiatan pengawasan, AL kadang meminta pengganti bensin uang rokok. Kadang meminta ikan beberapa ekor keterangan dari Hndr 27 April 2012. Untuk yang menjadi kordinator terlibat juga sebagai pengaman, terlibat dengan bisnis Napoleon, bisnis ikan dasar dengan 27 Wawancara dengan Gn 29 Tahun penjaga keramba UD. PMB, 25 Mei 2012 153 memainkan harga dengan keramba keterangan dari Eff., 26 Juni 2012; Slhn dan La Dn 25 Juni 2012. Karantina Kesehatan Pelabuhan Sebagai pengawas Rp. 25.000,- Informasi dari Gn 25 Mei 2012, bahwa setiap kali loding; uang untuk syahbandar, Karantina kesehatan; DKP semunya Rp. 25.000,- dan itu semua DKP yang mengatur. Aktor Peran Besaran retribusi Keterangan Masyarakat tokoh berpengaruh Keamanan keramba Rp.200.000,- sampai Rp. 350.000,- Keterangan dari Imam 24 Maret 2012, kami membayar Rp. 350.000,- sebagai retribusi ke Desa Liya Bahari, karena masuk wilayah desa tersebut; pungutan Syahbandar Rp. 50.000,- dan orang pintar Pulau Lentea Rp. 200.000,- ketika setiap loding ikan di keramba Tomia Ag. 2 Juni 2012; Syahbandar Sebagai pengawas Rp. 25.000,- Wanci; Rp. 50.000,- Tomia Informasi dari Gn dan Ag. DKP Perijinan dan penawasan Sebagai pengawas dan perijinan Rp. 25.000,- Informasi dari Im dan Gn Sumber data: Pengamatan dan Wawancara dengan informan kunci Maret-Juni 2012. Untuk permasalahan perijinan, semuanya tergantung dari lobi antara pengusaha dengan DKP dan di puncak keputusan ada di Bupati. Banyak pengusaha perikanan di Wakatobi terutama kordinator yang berasal dari Wakatobi itu sendiri mengeluh tentang permasalahan perpanjangan perijinan seperti SIPI dan SIUP serta penetapan harga dasar yang merupakan keputusan Kepala Daerah Wakatobi. Untuk pengurusan perijinan maupun perpanjangan perijinan SIPI dan SIUP sangat sulit dan lama. Biaya dalam pengurusan tersebut untuk SIUP Rp. 600.000,-, dan SIPI Rp. 600.000,-. Akan tetapi apabila mau cepat selesai harus ada uang yang melobi agar dipercepat, dan bisa mencapai Rp. 1 juta untuk pengurusan SIUP dan SIPI. Proses ini meliput pendaftaran di DKP, kemudian ke Perijinan dan terakhir ke Bupati. Hal ini yang kadang membuat pengusaha malas untuk mengurus sendiri, dan akhirnya menggunakan jasa perijinan dari DKP 28 . Permasalahan yang berikutnya adalah penetapan tentang harga dasar ikan yang merupakan keputusan Bupati. Untuk di Wakatobi, sampai saat ini masih 28 Wawancara dengan M. Kll 40 Tahun 8 April 2012; Rtn 29 Tahun dan Andr 35 Tahun 20 April 2012 154 memakai penetapan harga menurut keputusan Bupati Tahun 2005, dan belum pernah ada perubahan sampai Tahun 2012. Hal ini menjadi permasalahan untuk pengusaha dan sangat memberatkan, karena ada dua standar harga dasar yang diterapkan di lapangan 29 . Dalam usaha komoditas ikan konsumsi karang hidup, mulai dari penangkapan sampai dalam tahapan ekspor itu ada biaya resiko yang diluar ongkos produksi. Menurut, Hr. Prnm 16 Juli 2012; dari mulai penangkapan ada pungutan A sampai Z sampai mau diekspor. Pungutan tersebut sampai puluhan juta jumlahnya. Pejabat-pejabat terutama pejabat TNI atau Polisi mengetahui bahwa komoditas ini adalah komoditas yang bernilai tinggi. Tak jarang aktor- aktor ini meminta uang baik untuk kebutuhan korps nya ataupun kebutuhan pribadinya. Risk of insurance dalam jaringan pengaman ini menjadikan munculnya fenomena rent seeking yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. 29 Wawancara dengan staff DKP 2 Juni 2012; kemudian Ids 30 Tahun salah satu perwakilan untuk kordinator ikan pelagis, Dd ..., menanyakan tentang permasalahan retribusi yang dilakukan oleh petinggi kadis DKP dan Bupati. Dalam diskusi protes tersebut Ids menyakan bahwa aturan yang berlaku tentang retribusi harus direvisi. Penetapan harga dasar sangat memberatkan pengusaha perikanan. Karena tidak mengikuti fluktuasi harga di pasar. Kemudian Ids menjerlaskan tentang permasalahan perijianan menjadi hal yang perlu ditinjau ulang 15 Mei 2012. 155

7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG

Tata kelola kawasan dan sumberdaya pesisir dan perikanan di Indonesia mempunyai sejarah perkembangan yang dinamis. Tata kelola tersebut dibuktikan dengan beberapa sistem regime pengelolaan sumberdaya perikanan dan pesisir di Indonesia dengan berbagai regime, seperti regime negara dengan kawasan taman nasional yang berada di bawah kewenangan dan kekuasaan Ditjen PHKA Kementrian Kehutanan, regime masyarakat seperti Daerah Perlindungan Laut DPL yang merupakan kewenangan masyarakat, di mana merupakan devolusi konsep dari LIPI dan Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten, serta perkembangan yang terbaru adalah pengelolaan sumberdaya perikanan dengan regime pasar, seperti program inisiatif Seafood Savers dari WWF Indonesia yang merupakan program jaringan buseniss to buseniss, dengan mengadvokasi perusahaan yang secara sukarela volunteer, melakukan praktek-praktek perikanan tangkap secara tanggung jawab. Merujuk dari Bromley; Berkes 1988 dalam Hanna and Munasinghe, 1995 dan Satria, 2009: 5, menyebutkan kepemilikan sumberdaya ada empat rezim, yaitu: open access, state regime, private market regime dan communal regime. Dari keempat regime pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan karang di Wakatobi, dijelaskan sebagai berikut:

7.1. Regime Negara

Kekayaan keanekaragaman hayati ini telah menjadi daya tarik tersendiri bagi kegiatan penelitian Operation Wallacea dan juga ekowisata bahari Wakatobi Dive Resort. Kedua kegiatan ini bersifat internasional dan hal ini membuktikan bahwa nilai keanekaragaman hayati TNW sudah diakui oleh dunia. Secara ekonomis, keberadaan TNW juga menjadi sumber perekonomian masyarakat maupun daerah melalui kegiatan perikanan laut. Produksi dan kelimpahan ikan karang secara umum belum memberikan gambaran jelas, namun berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu diketahui bahwa rata-rata hasil tangkapan adalah 5 – 10 kgtrip. Kelimpahan ikan hias famili Pomacentridae yang di temukan di sekitar P. Kapota berkisar 17 – 178 ekor 150 m 2 Haryano 2002 dalam RPTN 2008. 156 Pada awalnya, Taman Nasional masuk ke wilayah Kabupaten Buton, tetapi sejak mengalami pemekaran menjadi daerah kabupaten tersendiri, maka Taman Nasional sudah masuk ke wilayah Kabupaten Wakatobi. Ada beberapa hal penting dengan terbentuknya Taman Nasional Wakatobi dan pemekaran Kabupaten Wakatobi, isu pertama yang muncul terkait dengan pengelolaan kawasan adalah batas atau kawasan luasan mempunyai luasan yang sama antara luasan kabupaten dan luasan taman nasional. Terbentuknya Kabupaten Wakatobi tersebut, maka perlu diantisipasi terhadap kemungkinan adanya tumpang tindih dalam menggunakan ruang atau kawasan untuk kepentingan pengembangan pembangunan daerah dan ekonomi masyarakat dengan kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati. Terhadap hal tersebut, telah beberapa kali dilakukan komunikasi dengan Bupati Wakatobi, dan terakhir pada tanggal 21 Maret 2005 dilaksanakan rapat koordinasi di Jakarta dengan jajaran Pemerintah Kabupaten Wakatobi Pemkab Wakatobi serta stakeholders terkait. Beberapa kesepahaman yang diperoleh antara lain : 1. Kedua belah pihak Ditjen PHKABTNKW dan Pemkab Wakatobi sepakat untuk tidak mempertentangkan masalah kewenangan dulu, namun secara bersama memfokuskan diri terhadap upaya penyelesaian persoalan-persoalan yang ada dan menyelaraskan program serta kegiatan ke depan 2. Pengembangan Kabupaten Wakatobi akan diarahkan pada dua sektor utama yaitu Perikanan fisheries dan Pariwisata ecotourism, karena itu keberadaan TNKW sebagai perwujudan dari upaya konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati perairan laut Kepulauan Wakatobi harus tetap dipertahankan. 3. Sepakat untuk segera dilakukan penataan zonasi taman nasional yang kemudian akan menjadi input dan diakomodasikan ke dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten RTRWK Wakatobi yang diagendakan akan dilakukan pada tahun 2006.