Seafood Savers sebagai Institusi Pengelolaan Ikan Konsumsi Karang

227 Gambar 8.2.b. Hubungan nelayan dalam keanggotaan SS maupun non-SS yang terikat dalam tiga eksportir di Wakatobi 2012. Keterangan: 1. Nelayan bebas, anggota Seafood Savers; 2. Nelayan terikat hutang kordinator anggota SS; 3. Nelayan terikat non anggota Seafood Savers; 4. Kordinator anggota Seafood Savers; 5. Kordinator non Seafood Savers; 6. Ekportir Seafood Savers; 7. Eksportir non Seafood Savers. Pola hubungan antar aktor: a. Hubungan antara nelayan bebas SS dengan nelayan terikat non anggota SS; b. Hubungan antara nelayan bebas SS dengan Eksportir SS; c. Hubungan nelayan terikat kordinator dalam keanggotaan SS dengan kordinatornya; d. Hubungan nelayan terikat kordinator bukan non anggota SS e. Hubungan antara kordinator anggota SS dengan eksportir SS; f. Hubungan antara kordinator anggota SS dengan eksportir non SS; g. Hubungan antara kordinator non anggota SS dengan eksportir non SS; h. Hubungan antara nelayan non anggota SS dengan eksportir SS hanya terdapat dalam musim tangkap, musim timur; i. Hubungan antara kordinator non anggota SS dengan eksportir SS hanya terdapat dalam musim tangkap, musim timur. Aturan-aturan yang mengikat terhadap nelayan baik di bawah kordinator maupun nelayan lepas yang menjual langsung ke keramba, diatur oleh perusahaan UD. PMB. Untuk nelayan lepas, menggunakan kartu keanggotaan yang terdapat nomor keanggotaan di perusahaan keramba. Sedangkan untuk nelayan di bawah ikatan hutang kordinator di Mola, hanya kordinatornya yang mempunyai keanggotaan, namun nelayannya diakui dan didata dalam keanggotaannya oleh penjaga keramba. Hal ini cukup berbeda dengan sistem Aliran timbal balik, modal dan ikan. non SS ada pemberian modal dari CV. JMRtn ke kordinator, kemudian kordinatornya memberikan modal pinjaman ke nelayan, dan nelayan memberikan ikan. untuk anggota SS, UD. PMB, tidak memberikan modal sebagai panjarhutangan baik terhadap kordinator atau nelayan lepas. Tetapi di lapangan terjadi praktek, nelayan lepas meminjam solar ke UD. PMB. kemudian dipotong melalui pembayaran ikan yang masuk. Akan tetapi peminjaman solar tidak dalam jumlah banyak, biaysanya 5-20 liter. Aliran hubungan searah, terjadi ketika bukan nelayan non SSkordinator non SS menjual ke UD. PMB. hanya terdapat pada musim timur. Karena CV. JM tidak menerima ikan di musim timur Aliran komunikasi sesame nelayan lepas antara nelayan lepas anggota SS dengan non SS. Timbale balik ini terdapat komunikasi mengenai harga, eksportir. Dan kadang terjadi saling bantu membantu untuk bisa memasarkan ikannya. Missal untuk nelayan non SS bisa menjual ikan, lewat nelayan SS ke UD. PMB Sumber data primer, Wawancara Mendalam April-Juni 2012 1 2 3 4 6 7 5 a c g f e b d h i 228 yang ada di keramba UD. PMB, di Tomia, walaupun nelayan tersebut dalam ikatan kordinator, akan tetapi setiap nelayannya mempunyai keanggotaan, ada nomor anggota di perusahaan keramba. Hal tersebut dibuktikan dengan bukti nota pembayaran. Untuk nelayan di bawah kordinator di Mola, nelayan mendapatkan nota dari kordinatornya, yang berwarna putih. Sedangkan untuk nelayan bebas yang langsung mendapatkan nota berwarna putih dari perusahaan. Sedangkan di Tomia, untuk nelayan dibawah kordinator mendapatkan nota berwarna biru. Menurut penuturan La Dn, 41 Tahun, 25 Juni 2012, menjelaskan ada tiga nota, nota putih diberikan ke kordinator, nota hijau ke nelayan dan nota merah untuk pihak keramba.

8.4.1. Hubungan antara Kordinator dengan Eksportir

Hubungan antara kordinator dengan perusahaan menjadi hubungan yang tidak tersentuh oleh pengetahuan nelayan. Melalui nota pembayaran dan serah terima jumlah ikan, terdapat kesepakatan-kesepakatan harga yang menjadi kesepakatan antara perusahaan dengan kordinator. Kordinator memainkan harga dengan bekerja sama dengan perusahaan terhadap harga ikan yang diterima oleh nelayan. Sistem panjar hutang nelayan dari kordinator menjadi pertimbangan dilakukannya kesepakatan harga antara perusahaan dengan kordinator nelayan. Kondisi pola distribusi nota dari perusahaan ke nelayan atau kordinator ke nelayan, dibedakan dengan pola penangkapan yang berbeda antara nelayan yang berada di bawah ikatan hutang kordinator di Mola dan di Tomia. Di Mola nelayan dalam melaut dilakukan secara kolektif, dengan menggunakan kapal besar ±berukuran 10 GT sehingga keputusan harga mutlak terdapat pada kordinator. Kordinator, melalui karyawannya mengumpulkan ikan yang ditangkap oleh nelayan, kemudian memanggil pihak perusahaan untuk menjemput ikan yang telah terkumpul dalam jumlah tertentu. Pencatatan hasil nelayan, dicatat berdasar jenis ikan yang ditangkap serta ukurannya oleh karyawan kordinator yang bertugas mengumpulkan ikan setiap hari ke nelayan. Untuk Tomia, nelayan menggunakan bodi, sama halnya yang menjadi sarana alat tangkap seperti nelayan lepas dari Mola, sehingga nelayan langsung menyetor ikan ke keramba. Petugas keramba sudah mengetahui tentang identitas nelayan dibawah kordinator siapa. Kemudian ditimbang dan diberi nota terpisah 229 dengan nota kordinator yang menampungnya. Nota tersebut ada yang langsung sudah diisi dengan satuan harga ada juga yang hanya per kiloan saja Pengamatan langsung di keramba Wangi-Wangi dan Tomia; hasil wawancara langsung dengan nelayan, April-Juni 2012. Sebagai nelayan anggota UD. PMB., terdapat rewards berupa kepercayaan langsung dari perusahaan kepada nelayan, sedangkan dalam non keanggotaan seperti CV. JM, perusahaan non Seafood Savers CV. JM. dalam memberikan akses ikan, harus seijin dengan kordinator yang dipercaya oleh perusahaan non Seafood Savers. Tentunya dengan adanya aturan UD. PMB. dan program Seafood Savers terdapat sisi postif dalam transformasi struktur sosial nelayan. UD. PMB., dan program Seafood Savers mencoba untuk menghapus adanya ikatan nelayan-kordinator yang terdapat dalam struktur komoditas nelayan ikan dasar di Wakatobi. Untuk merubah kondisi ikatan nelayan- kordinator bukan hal yang mudah. Ikatan nelayan-kordinator sudah menjadi ikatan patronase yang sudah lama berkembang di Wakatobi. Kendala utama mengenai perongkosan yang merupakan modal utama nelayan berproduksi. Perusahaan UD. PMB., tidak memberi insentif pemodalan untuk nelayan hutang, ataupun nelayan belum mampu secara mandiri lepas dari sistem hutang ongkos produksi. Nelayan bebas yang langsung menjual produksi ke UD. PMB. perusahaan Seafood Savers, mempunyai ikatan penjamin modal yang unik, mereka mengikatkan diri dalam ikatan kiosisasi. Ikatan kiosisasi dinilai oleh nelayan bebas, sebagai ikatan pembantu modal, terutama untuk BBM, sebagai alternatif melepaskan diri dari ikatan panjar kordinator yang dinilai sangat merugikan harga ikan untuk nelayan. Kemandirian nelayan belum bisa terealisir karena permasalahan perongkosan, disebabkan harga BBM di Wakatobi terlalu tinggi. UD. PMB tidak memberikan pinjaman dana untuk kordinator di bawahnya. “Hal ini dikarenakan agar tidak membuat adanya kontrak kerja dalam ikatan hutang Im, 30 Tahun, 24 Maret 2012”. Aturan UD. PMB., dan program Seafood Savers bertujuan untuk memutus tali patronase yang selama ini dinilai merugikan nelayan. akan tetapi hal ini sangat sulit dilakukan di Wakatobi, mengingat kondisi patron-klien sudah menjadi tradisi dalam struktur perikanan 230 masyarakat di Wakatobi. Menurut penuturan Hj. Hyt 6 April 2012, “Hj. Hyt pernah kesal dan bercerita tentang permintaan hutang kepada UD. PMB, dan tidak dikabulkan. Akhirnya Hj. Hyt, berkeinginan akan pindah ke CV. JM., karena menurut Hj. Hyt, ketika melaut membutuhkan perongkosan yang banyak. Sejak adanya Seafood Savers, usahanya menurun. Biasaya mendapat untung sampai ratusan juta, tetapi ketika ada Seafood Savers hanya untuk 20 jutaan”. Kordinator tidak selamanya mengikuti standar perusahaan. Hj. Hyt, sebagai kordinator yang sudah terikat oleh UD. PMB. juga mengikat diri ke eksportir lain. Menurut Hj. Hyt, 49 Tahun 6 April 2012, “bahwa aturan standar 600 grams dari UD. PMB. sangat menyultikan usaha kordinator”. Standar ikan 600 gram, tidak termaktub dalam aturan yang tersirat sebagai aturan perusahaan UD. PMB terhadap nelayannya, akan tetapi hal tersebut menjadi standar perusahaan yang dipatuhi oleh kordinator atau nelayannya. Untuk menghindari kerugian, Hj. Hyt, menjual produksi ikannya di bawah 600 gram ke eksportir lain. “Selain hal tersebut, Hj. Hyt mendapat pinjaman dana dari eksportir lain, sehingga produksi ikan Hj. Hyt di bagi untuk UD. PMB dan CV. JM Tn, 40 tahun, 9 Juni 2012”. Lain halnya dengan Tdd, 40 Tahun 12, Mei 2012, “menjelaskan bahwa dirinya dan nelayannya kalau musim tangkap musim timur beralih profesi dari nelayan ikan konsumsi karang hidup ke nelayan laut dalam nelayan tuna”. Akan tetapi berdasar informasi dari nelayannya, My, 20 Tahun 22, Mei 2012, “bahwa dirinya beserta nelayan lain yang berada di Bajo Lamanggau menggunakan alat bius untuk mencari Napoleon. Alasan mencari Napoleon dengan menggunakan bius, dikarenakan disuruh oleh kordinatornya dan ada yang mencari”. Hasil tangkapan ikan dengan menggunakan bius dijual ke kordinator yang ada di Wangi-Wangi. Berdasarkan hasil tracking fishing ground tanggal 22 April-3 Mei 2012, sebetulnya nelayan yang dibawah kordinator masih terlihat menangkap biota yang dilindungi walaupun itu menggunakan pancing. Pengamatan di lapang, nelayan dari Hj. Hyt, mendapat satu ekor Napoleon dengan pancing dan 3 ekor Penyu laut. Jn, 29 Tahun 3, Mei 2012, menegaskan, bahwa Napoleon itu tidak di jual kepada kordinatornya, melainkan di jual kepada kordinator lain yang