Hubungan antara Kordinator dengan Eksportir

238 adalah sebagai berikut:

8.4.3. Hubungan antara Nelayan Lepas dengan Eksportir

Nelayan lepas mempunyai hak untuk menjual ke eksportir yang mempunyai harga tinggi dan mau menerima ikan dibawah size. Nelayan lepas tidak serta merta mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Nelayan lepas mempunyai akses menjual ke eksportir lain. Dalam komunikasi antar nelayan, menggunakan alat komunikasi HP untuk mencari informasi, dimana harga sedang tinggi. Nelayan lepas saling bekerja sama satu dengan lainnya. Hal Gambar 8. 6. Kesejarahan trajectory peluruhan ikatan patron-klien nelayan di Wakatobi Komodifikasi, sirip hiu, penyu, ikan pelagis Ikatan nelayan -bos masih kental. faktor kekuatan modal dimiliki oleh bos lokal, seperti perahu besar, sope-sope dan dalam penangkapan ikan biasanya berkoloni dan fishing ground lintas pulaunegara. Komodifikasi ikan konsumsi karang hidup. Pengusaha Hong Kong masuk ke Wakatobi. 1990-an Istilah baru untuk middle man- kordinator. Terjadi peluruhan ikatan nelayan-kordinator. Faktor penangkapan ikan menggunakan perahu pribadi, bermunculan banyak kordinator dan fishing ground sekitar pulau di Wakatobi Ikatan nelayan -kordinator Terdapat transfer nilai, jaringan produksi yang diatur oleh perusahaan terhadap nelayan bagi keanggotaan SS Selain ikatan nelayan – kordinator, terdapat ikatan baru yang dibawa UD. PMB SS member yaitu ikatan nelayan- pengepul dan nelayan- eksportir Inisiasi Seafood Savers SS ikan karang di lakukan Wakatobi 1992-an 2011-sekarangan Terjadi peluruhan erosion ikatan patron-klien , mulai tampak dari masuknya komodifikasi ikan konsumsi karang hidup sejak Tahun 1992 an. Hal ini disebabkan, karena komodifikasi ikan karang mempunyai daerah tangkap yang dekat dengan pulau di Wakatobi, tidak membutuhkan jangka waktu lama, dan perongkosan yang mahal. Pergeseran hubungan perusahaan ikan karang dengan kordinator ataupun nelayan, dikarenakan 2000-an, kordinator mencari pengusaha eksportir, 2000-an, pengusahaeksportir mencari kordinatornelayan. Hal ini disebabkan karena, komoditas ikan karang, semakin menurun stok nya, dengan hasil tangkapan semakin turun dan terdapat komoditas lain, yaitu ikan tunapelagis lainnya yang semakin menjanjikan akan permintaan pasar serta mudah ditangkap di alam seperti ikan-ikan konsumsi segar ikan mati. Sumber: Wawancara dengan nelayan dan kordinator, April-Juni 2012 239 ini pun berlaku antara nelayan yang mempunyai keanggotaan Seafood Savers dengan nelayan yang non anggota. Tn, 40 Tahun 22 April 2012, adalah nelayan yang masuk ke anggotaan UD. PMB., akan tetapi Tn., juga masuk ke CV. JM. Hal ini dikarenakan bahwa lokasi keramba yang sudah dibuat oleh ekpsortir yang memudahkan nelayan untuk menjual hasil tangkapannya. Apabila berada di karang Tomia, maka dirinya akan menjual ke CV. JM, ketika di karang Kapota dirinya akan menjual ke UD. PMB yang berada di Wangi-Wangi. Tetapi tidak sepenuhnya dikarenakan lokasi keramba yang dekat dengan daerah fishing ground, hal ini juga di sebabkan dari peraturan perusahaan yang membuat nelayan bisa bebas menjual kemana pun. Pilihan rasionalitas menentukan menjual hasil tangkapan untuk nelayan bebas ke dua eksportir di karenakan oleh faktor ekonomi dan kepercayaan serta aturan perusahaan. Faktor aturan disebabkan karena UD. PMB tidak menerima ikan dasar hidup dalam kondisi di bawah 600 gram, sehingga nelayan pun lari ke CV. JM yang masih menerima di bawah 600 gram. Faktor kepercayaan, nelayan yang dekat dengan CV. JM dan dekat dengan UD. PMB, kadang membagi hasil ikannya. Ketika dapat banyak, maka akan dibagi hasil tangkapannya di jual ke CV. JM dan juga ke UD. PMB. Tetapi, menurut penuturan Tn.40 Tahun, kebanyakan untuk jenis Tong Sing di jual ke UD. PMB, karena selisih harga. Faktor ekonomi, penyebab rasionalitas harga di nelayan. UD. PMB mempunyai harga yang lebih tinggi dalam hal membeli ikan, terutam ikan Tong Sing Sunu Merah. Faktor lainnya dikarenakan bahwa CV. JM hanya menerima ikan untuk satu musim saja setengah tahun, dikarenakan pengiriman ikan ke Hong Kong menggunakan kapal Hong Kong yang datang ke Wakatobi. Menurut penuturan Hndr , 39 Tahun penjaga keramaba CV. JM, karang Kaledupa I karang Tomia, bahwasanya apabila CV. JM menerima pada musim timur, quota ikan tidak mencukupi. Kapal Hong Kong, bersedia ke Wakatobi apabila, di Wakatobi hasil tangkapannya minimal 4 ton per musim bulan. Sesama nelayan bebas, saling menginformasikan harga ikan dasar kepada nelayan lainnya. Sering terjadi pembelian juga yang dilakukan oleh nelayan bebas terhadap nelayan bebas lain ataupun nelayan terikat panjar yang beroperasi melaut dengan bodi. Perlawanan kecil terjadi di laut ketika nelayan terikat 240 menjual hasilnya ke nelayan bebas. Menurut penuturan Dmrdn, 41 Tahun Tn, 40 Tahun 29 Juni 2009, bahwa dirinya sering melakukan hal seperti itu, membeli ke nelayan lain, apabila di lapangan menemukan nelayan yang dikenalnya meminta menjualkan hasil tangkapannya. Ag, 18 Tahun, 12 Mei 2012, menjelaskan bahwa, di lapangan sering terjadi jual-beli antaran nelayan dengan nelayan. Banyak pembeli sesama nelayan yang berasal dari Bajo Mola. Apabila kami mendapat banyak maka sebagian akan dijual ke nalayan dari Mola, tetapi apabila sedikit maka akan di jual ke kordinator yang ada di Lamanggau, untuk mencicil hutang panjar yang sudah masuk. Alasan menjual hasil tangkapan ke nelayan bebas berkaitan dengan masalah harga. Harga lebih tinggi disbanding dengan menjual ke kordinatornya. Disamping itu juga praktek menjual di luar dianggap sebagai hasil sampingan melaut, tatkala semuanya diserahkan ke kordinator, tidak mendapatkan keuntungan sampingan. Praktek jual beli yang dilakukan oleh nelayan terikat dengan nelayan bebas, dinilai sebagai perlawanan tersembunyi dari nelayan terikat terhadap kordinatornya. Praktek jual beli di lapangan dinilai sebagai, hidden transaction on the ship dengan transaksi jual beli hanya diketahui oleh antar nelayan yang bersangkutan. Dalam hal ini bahwa nelayan bebas dapat menjadi kordinator untuk nelayan lain yang menjual hasil tangkapan terhadapnya. Caouette dan Turner 2009, menekankan perlawanan klien yang tersembunyi yang merupakan bentuk perlawanan klien terhadap patronnya sampai hari ini. Caouette dan Turner menjelaskan bentuk hidden resistante dari seorang klien merujuk dari konsep dasar teorinya Scott “The moral Economy of the Peasant” dalam masyarakat pedesaan petani, kekhawatiran akan mengalami kekurangan pangan sehingga menyebabkan “etika subsiten”. Etika subsisten terjadi sebagai perkembangan, bahwa seorang klien memilih posisi selamat safety first dan memperoleh keuntungan serta menghindari resiko risk aversion termasuk dalam hal kerugian harga . Terlihat di lapangan, ada nelayan yang pada awal di wawancara, bukan merupakan nelayan anggota UD. PMB., yang menjual ikannya ke UD. PMB dan menjualnya ke CV. JM. Berhubung musim timur, dan CV. JM tidak menerima, maka nelayan tersebut menjual ke UD. PMB. Momentum musim timur, sering 241 dimanfaatkan oleh pihak UD. PMB menerima ikan yang masuk ke keramba, dengan kontrol yang sangat ketat dan nelayan di informasikan bahwa UD. PMB tidak menerima ikan di bawah standar ukuran 600 gram, dan tidak menerima ikan dari hasil bius atau alat tangkap lainnya yang bersifat merusak lingkungan pengamatan di keramba UD. PMB Wangi-Wangi, 3 Mei 2012. Saling membantu antar sesama nelayan pun sering terjadi. Antara nelayan Bajo dengan nelayan Tomia, tidak saling membantu. Hal ini dikarenakan kekecewaan nelayan Tomia, khususnya Tongano Barat yang sudah mempraktekkan pola tangkap ramah lingkungan, akan tetapi di lapangan masih banyak nelayan Bajo yang masih menggunakan alat yang merusak untuk menangkap ikan, terutama bius. Hmsh, 40 Tahun 21 Mei 2012, menjelaskan Nelayan yang mempunyai keanggotaan UD. PMB., sering membantu nelayan luar yang tidak mempunyai kar tu anggota diluar keanggotaan asalkan diketahui nelayannya dan saling mengenal. Saling membantu sesama nelayan Tomia sangat tinggi ikatannya. Perhitungan dalam timbangan dari nelayan yang menitip, tanpa ada insentif apapun dari nelayan yang menitip. Gambar 8.7. Aktifitas penangkapan ikan nelayan lepas dan penjualan ikan di keramba.

8.5. Perubahan Pola Produksi, Distribusi dan Konsumsi dalam Seafood

Savers. Aturan-aturan program Seafood Savers, menegaskan sebagai aturan antara pengusaha dan nelayan atau kordinator. Kajian aturan Seafood Savers mengikat nelayan dengan perusahaan pada aras jaringan produksi. Seperti di sebutkan pada Bab VI. sub bab 6. 1. mengenai jaringan penangkapan, produksi nelayan dan Bab VIII sub Bab 7.2. mengenai interaksi antar aktor, ditegaskan bahwa UD. PMB Nelayan lepas, sedang memancing, di tengah laut Dokumentasi, 2 Mei 2012. Nelayan, menjual ke keramba ikan hasil tangkapan Dokumentasi, 24 Maret 2012. Nelayan, menjual ke keramba ikan hasil tangkapan Dokumentasi, 2 Mei 2012. Nelayan lepas menggunakan kedo- kedopacing ulur Dokumentasi, 2 Mei 2012. 242 menyarankan nelayannya tidak menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan, seperti halnya bubu atau bius, tidak menangkap biota yang dilindungi dan tidak menangkap ikan yang sedang bertelur, mengukuti aturan pemerintah dan perusahaan UD. PMB, 2012. Mulai Tahun 2011 UD. PMB tidak menerima ikan dengan tangkapan bubu. Periode Tahun 2010 ikan bubu masih diterima dengan pertimbangan terdapat selisisih harga sampai dengan Rp. 30.000,- dengan ikan hasil tangkapan melalui pancing Slhn, 40 Tahun, 25 Juni 2012. Aturan Seafood Savers, dalam pola produksi sangat terlihat pengaruhnya. Li, 12 April 2012; 13 Juni 2012, menjelaskan bahwa Seafood Savers, adalah jaringan business to business, merangkap jaringan pasar. Keanggotaan Seafood Savers, tidak semua nelayan bisa masuk menjadi anggota UD. PMB. Program Seafood Savers dikaitkan dengan program Best Management Practice BMP yang menitikberatkan pada praktek penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, ukuran ikan diperhatikan dan proses pasca tangkap. Adapun insentif untuk nelayan melakukan prakek BMP dengan penjualan produk yang memiliki harga premium. Rangkaian BMP dan SS adalah pola pengelolaan sumberdaya ikan menuju keberlanjutan yang memperhatikan aspek sosial ikatan patron- klien, ekonomi ikatan hutang dan ekosistem keberlanjutan sumberdaya perikanan karang.

8.5.1 Pola Produksi Jaringan Penangkapan

Nelayan anggota UD. PMB untuk nelayan lepasnya, tidak menggunakan praktek-praktek yang merusak karang, sedangkan nelayan yang di bawah kordinator, ada yang masih menggunakan praktek perikanan merusak. Pola produksi keanggotaan UD. PMB., baik sebagai nelayan lepas dan nelayan terikat di bawah kordinator sudah sadar bahwa kondisi penangkapan ikan dasar hidup dengan menggunakan bius itu sangat merusak dan merugikan nelayan lain. Dampak yang diterima sebagai akibat penggunaan bius, dampak secara ekologi, adalah nelayan merasa saat ini susah mendapat ikan. Dampak secara ekonomi, bahwa tidak terdeteksinya efek penggunaan bius, kadang tercampur dengan ikan yang ditangkap melalui pancing. Apabila dimasukan ke dalam keramba, maka akan mempengaruhi kepercayaan pihak keramba ke nelayan. Nelayan merasa dirugikan dengan sistem keramba UD.