76
Tabel 4.11. Peranan Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2006 – 2009 dalam .
No. LAPANGAN
USAHA 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian Perikanan
51,70 49,32 46,88 45,48 2.
Pertambangan dan Penggalian 2,81
2,76 3,29
3,07 3.
Industri Pengolahan
2,81 2,94 2,92 2,81 4.
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,85
0,84 0,77
0,77 5.
KonstruksiBangunan 3,60 3,80 4,31 4,64
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
13,67 15,26
16,53 18,78
7. Pengangkutan dan Komunikasi
2,15 2,33
2,19 2,15
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
6,62 6,42
6,52 5,86
9. Jasa - jasa
15,79 16,32
16,57 16,44
Jumlah 100 100 100 100 Sumber: Wakatobi Dalam Angka, 2011
Tabel 4.12. Perkembangan Subsektor dengan Pertumbuhan Nilai Tambah di atas Pertumbuhan Ekonomi, Kabupaten Wakatobi, Tahun 2006-2009 dalam .
No. Sub
Sektoral 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 5,4
9,06 18,18 63,20 2.
Perdagangan Besar dan Eceran 2,41
10,7 11,06
29,21 3. Hotel
11,5 12,2 12,75 50,56
4. Restoran
5,13 3,74 3,85 45,91
5. Pos dan Telekomunikasi
16,96 7,46
11,04 35,29
6. Hiburan dan Rekreasi
7,65 17,86
13,6 59,85
PDRB 6,04 6,07 7,21
13,67 Sumber: Wakatobi Dalam Angka, 2011
Gambar pendapatan rumah tangga nelayan juga bervariasi menurut lokasi penelitian dilakukannya survey pemantauan kondisi sosial ekonomi. Hasil survey
bila dilihat berdasarkan lokasi survey di tiga lokasi penelitian, rendahnya pendapatan nelayan di ketiga lokasi penelitian seperti yang akan diuraikan secara
terinci dengan pendapatan rumah tangga nelayan yang diwawancarai peneliti 2012 pada selanjutnya dalam komodifikasi ikan konsumsi karang hidup,
disebabkan oleh karena umumnya mata pencaharian masyarakat di desa tersebut berprofesi sebagai nelayan. Produksi perikanan tangkap mengalami penurunan di
ketiga lokasi penelitian tersebut .
Hal ini disebabkan karena kondisi alam terutama cuaca sudah tidak menentu dalam tiga tahun terakhir, kondisi gelombang dan
ombak yang cukup besar dengan armada yang tidak memadai, banyaknya nelayan yang memulai mencari ikan tangkap dan menurut masyarakat terjadinya kondisi
penurunan jumlah ikan dasar di karang sehingga hasilnya pun sulit untuk diprediksi untuk 3 tahun terakhir.
Berdasarkan wawancara dan survey sosial-ekonomi, secara umum tingkat pendapatan masyarakat di tiga lokasi dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor
internal, eksternal dan struktural. Selain ketiga faktor tersebut juga menjadi
77 perhatian penting adalah pemasaran hasil-hasil laut
3
. Selanjutnya akan dibahas tersendiri sebagai berikut :
Pertama, aspek internal bersumber dari nelayan itu sendiri. Dalam hal ini modal yang dimiliki oleh nelayan sangat terbatas. Oleh karenanya akan
berimplikasi pada aset kepemilikan dalam hal melakukan penangkapan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia. Aset dimaksud yaitu kepemilikan
armada tangkap seperti perahu dan peralatan tangkap yang digunakan. Faktor internal lainnya adalah ketergantungan nelayan dalam usahanya memiliki modal.
Beberapa rumah tangga memiliki kebiasaan meminjam modal kepada pemilik modal ke pengepulkordinator yang lebih besar atau ke bank simpan pinjam
harian. Kondisi ini tanpa disadari oleh masyarakat akan berdampak terhadap kesulitan perekonomian karena selain untuk memenuhi kebutuhannya juga
berusaha mengembalikan modal pinjaman tersebut dengan bunga yang cukup tinggi.
Faktor internal lainnya terdapat pada, kebutuhan akan BBM sebagai modal untuk melaut, dan tidak adanya Tempat Pelelangan Ikan TPI sebagai tempat
pasar ikan. Mahalnya BBM di Wakatobi, menjadikan kebutuhan BBM untuk nelayan masih mengalami hambatan dan minimnya distribusi BBM. Belum
tersedianya SPBU membuat kelangkaan bahan bakar terjadi, sehingga nelayan harus membayar mahal untuk memenuhi kebutuhan melaut. Saat ini baru ada satu
APMS Agen pengisian Minyak dan Solar yang membuka penjualan dari jam 8 pagi sampai 10 atau 11 siang. Tidak adanya TPI membuat masyarakat menjual
ikannya ke pasar tradisional milik pemerintah ataupun milik swasta. Di Pulau Wangi-Wangi masih ada pasar milik perorangan. Untuk setiap tempat penjualan,
membayar satu hari Rp. 1000,- baik di pasar pemerintah ataupun pasar swasta. kondisi eksternal menjadi penghalang untuk masyarakat setempat mempunyai
penghasilan yang layak karena hasil tangkapan yang tidak menentu dan kondisi ekologi yang semakin langka.
3
Pembagian ketiga faktor dan satu faktor pemasaran produk perikanan yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga masyarakat nelayan Wakatobi, merunut data dan laporan dari hasil
laporan CRE Coremap, 2009
78 Faktor eksternal lebih banyak dipengaruhi oleh faktor alam yaitu terkait
langsung dengan musimwaktu penangkapan. Nelayan mengurangi frekuensi penangkapan pada musim-musim tertentu khususnya pada musim timur di mana-
untuk wilayah Kabupaten Wakatobi terjadi gelombang kuat, dan adanya air putih menurut mereka air tersebut menjadikan ikan karang menjadi berpenyakit dan
dapat juga merusak budidaya rumput laut. Air putih adalah blooming ubur-ubur karena musim reproduksinya
4
. Faktor lain disebabkan pula oleh karena armada tangkap yang memiliki teknologi terbatas apabila berhadapan dengan kondisi
gelombang yang cukup besar. Selain faktor tersebut, faktor eksternal lainnya juga sangat dipengaruhi oleh kehadiran nelayan luar yang dilengkapi dengan armada
dan teknologi penangkapan yang lebih modern dibanding nelayan lokal. Apalagi saat musim gelombang kuat, di mana nelayan lokal tidak mampu untuk melaut
melakukan penangkapan maka kesempatan bagi nelayan luar asing melakukan ekploitasi besar-besaran di wilayah perairan yang tidak dapat dijangkau sendiri
oleh nelayan lokal. Sebaliknya pada musim gelombang lemah disaat frekuensi nelayan meningkat untuk melakukan penangkapan fenomena lain yang dihadapi
oleh masyarakat pesisir nelayan yaitu terjadi penurunan harga-harga dari hasil tangkapan terjadi.
Tabel 4.13. Pembagian musim penangkapan ikan konsumsi karang hidup yang dibedakan menjadi dua musim, musim timur dan musim barat.
Musim Nov Des
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agt
Sept Okt
Musim Barat
Musim Timur
Sumber data: hasil wawacara dengan nelayan ikan dasar ikan konsumsi karang hidup 2012.
Faktor struktural lebih banyak terkait dengan dukungan kebijakan dan pengelolaan dibidang kelautan dan perikanan khususnya pengelolaan sumberdaya
laut. Kebijakan yang ada terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut dirasakan
4
Blooming ubur-ubur adalah musim dimana ubur-ubur mengalami reproduksi, biasanya terjadi di bulan Juni-Agustus. Menurut penuturan Pak Purnomo, bahwa air putih ini disebabkan adanya
reproduksi ubur-ubur sehingga air laut terlihat putih. Pada bulan reproduksi ubur-ubur menjadikan penyakit untuk ikan konsumsi karang hidup. Menurut penuturan nelayan pada
bulan tersebut dikenal sebagai bulan paceklik.
79 masih lemah dan belum berpihak dan pro kepada masyarakat khususnya nelayan.
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa konsep pengelolaan konservasi yang sedang diterapkan di
daerah Wakatobi belum berpihak kepada mereka. Salah satunya adalah penerapan perizinan bagi kapal-kapal penangkap juga banyak dilanggar oleh pemilik kapal
seperti apa yang menjadi standar yang ditetapkan oleh pemerintah seperti SIPI, SIUP, SIKPI dan Penetapan Harga Dasar Ikan.
Penerapan peraturan daerah kerap kali dilanggar oleh oknum-oknum tertentu dan tidak dilakukan tindakan apapun. Sebaliknya bila masyarakat
melakukan pelanggaran justru ditindaklanjuti lebih cepat dan di proses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Pada dasarnya masyarakat telah memahami
kondisi demikian namum karena adanya beberapa kejadian yang dilakukan oknum-oknum tersebut dan dilihat langsung oleh masyarakat biasa memaksa
masyarakat dapat melakukan hal yang sama. Secara keseluruhan masalah-masalah tersebut masih terbatas pada kurangnya sosialisasi dalam hal penerapan peraturan
seperti apa yang ditetapkan oleh pemerintah maupun institusi yang terkait. Kesadaran semua lapisan masyarakat baik pemerintah, pelaku dunia usaha dan
nelayan perlu dihidupkan dalam kebersamaan sebagai bentuk sistem pengelolaan sumberdaya kawasan yang integral.
Faktor lainnya yang tidak bisa diabaikan yaitu pemasaran hasil-hasil laut dan hasil produksi lainnya yang bersumber dari sektor lainnya yang diperoleh dan
diproduksi oleh masyarakat. Fenomena ini terlihat ketika pada waktu-waktu tertentu beberapa hasil tangkapan cukup melimpah sehingga hasil-hasil tangkapan
yang diperoleh dijual cukup murah di pasaran sekalipun tangkapan tersebut memiliki nilai ekonomi cukup tinggi dan bernilai mahal di tempat lain. Namun
sebaliknya juga bisa terjadi bahwasanya hasil tangkapan akan mahal di pasaran di waktu-waktu tertentu pula, namun hal ini biasanya tidak berlangsung lama. Selain
itu beberapa hasil tangkapan yang dipasarkan juga banyak terdapat beberapa hasil laut yang semestinya dilarang untuk diambil seperti Napoleon, Kima, Kepiting
Kanari, Penyu Hijau dan telurnya masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat Wakatobi. Untuk itu mengenai kejadian ini sangat diperlukan pemahaman yang
80 mendalam dan sosialisasi yang tidak henti-hentinya demi penyelamatan terumbu
karang dan stok sumberdaya perikanan di perairan Kabupaten Wakatobi.
81
5. KOMODIFIKASI IKAN KONSUMSI KARANG HIDUP
5.1. Sejarah Global Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup
Sejarah komodifikasi ikan konsumsi karang hidup, mempunyai catatan rangkaian panjang, dari perjalanan munculnya kebiasaan orang Cina-Hong Kong
mengkonsumsi ikan konsumsi karang hidup sebagai prestasi atau gaya hidup yang identik dengan strata sosial atas dalam masyarakat. Golongan-golongan pebisnis
kaya, mempunyai kebanggaan apabila mengkonsumsi ikan karang hidup dan mampu membeli dengan harga yang mahal. Dalam acara kesepakatan bisnis yang
dilakukan oleh orang kaya Hong Kong, hingga berakhir di meja makan, menjadi menu utama adalah ikan konsumsi karang hidup. Kondisi ikan karang hidup yang
tidak mudah ditangkap dari alam dan langka, menyebabkan harga ikan tersebut semakin mahal dan menunjukkan tingginya strata sosial bagi pembeli di Hong
Kong
1
. Sejarah ekspansi atau perluasan tangkap ikan konsumsi karang hidup
secara global, bermula dari perusahaan perikanan di Hong Kong, meluas sampai ke kawasan indo-pasifik barat yang sampai saat ini berekspansi hingga kewilayah
kepulauan Solomon, Fiji, dan Vanula di Kepulauan Pasifik Muldoon, 2009; 55. Berikut adalah time line kesejarahan komodifikasi ikan konsumsi karang hidup,
digambarkan sebagai berikut:
Gambar. 5.1. Time line eksploitasi dan perdagangan Ikan Konsumsi Karang Hidup Muldoon, 2009; 55.
Indonesia, Malaysia, Filiphina, Vietnam dan Australia adalah daerah eksportir terbesar. Dalam kesejarahannya, hanya sebagian kecil ekspor terjadi di
Maldives, Kepulauan Solomo, Fiji serta Papua New Guinea, karena disebabkan
1
Wawancara dengan salah satu eksportir Indonesia di Bali, Hr. Prnm 35 Tahun, 14 Juli 2012.
2000 1998
1996 1994
1993 1991
1989 PNG
Vanu alu
Fiji Maldi
ves Seych
elles Kirib
ati Solomon
Island Marshall
Island GBR
Australia Maldives
Palau Indonesia
Malaysia Vietnam
1985 1970
Filipina 1975
1984
82 transport dan ijin operasi penangkapan yang sulit Shakeel and Ahmed 1997;
Smith 1999; McGilvray and Chan 2001, dalam Muldoon 2009:55. Kesamaan dalam ijin operasi yang sulit, di laporkan bahwa penangkapan dan pengeksporan
terjadi di Tonga, Kiribati dan Vanuatu di Perairan Indo Pasifik Barat Sommerville, Pandle 199; Donnelly et.al 2000 in Muldoon, 2009:55. Thailand
dan Vietnam mengeksport ikan langsung ke pasar ikan Hong Kong dalam jumlah yang sedikit, sedangkan Taiwan mengekspor hasil budidaya dengan ukuran kecil
Sadovy, 2001; dalam Muldoon 2009:55. Perdagangan ikan konsumsi karang hidup di Indonesia dimulai dengan
masuknya kapal Hong Kong sekitar Tahun 1985. Pengusaha perikanan dari Hong- Kong mempekerjakan nelayan di Perairan Indonesia sebagai penyelam untuk
menangkap ikan karang hidup. Pengusaha Hong Kong berperan sebagai pembeli dan mengirim langsung ke Hong Kong dengan menggunakan kapalnya sendiri
yang dilengkapi bak akuarium besar sehingga ikan-ikan tersebut bisa hidup dalam perjalanan dari Perairan Indonesia menuju ke Hong Kong. Menurut Barber
Pratt, 1975; Sadovy, et.al, 2003, perdagangan ikan konsumsi karang hidup masih terjadi karena adanya permintaan pasar sehingga menyebabkan terjadinya
ekspansi di luar perairan Hong Kong. Dalam kesejarahannya, perikanan di perairan Hong Kong mulai berkurang sekitar Tahun 1960-an kemudian area
penangkapan berpindah tempat ke perairan Filipina pada pertengahan dekade 1975-an, dan sampai di Perairan Indonesia Timur Makassar sekitar akhir dekade
1985-an dan sudah merambah ke perairan Australian dan Micronesia Indo Pasifik. Gambar di bawah menjelaskan adanya ekspansi roving bandit
2
dari Hong Kong ke kawasan Perairan Indo-Pasifik Sadovy et.al 2003; Muldoon, 2008:162.
2
Merujuk dari pernyataan Berkes et.al. 2006, istilah roving bandits dikemukakan oleh Mancur Olson 2000, diartikan sebagai ekspansi sumberdaya yang bersifat common. Sumberdaya laut
beserta isinya yaitu ikan, didalamnnya melekat sifat open access. Dalam konsep ini, roving bandits diartikan sebagai ekspansi sumberdaya berjalan, yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan ikan karang hidup di Hong Kong. Menurunnya jumlah perikanan di perairan Hong Kong dekade 1960-an menyebabkan terjadinya ekpansi dan eksploitasi oleh perusahaan
perikanan Hong Kong ke perairan selatan. Dijelaskan oleh Olson, 2000, dalam FAO, 2009, roving bandits adalah fenomena illegal fishing dalam perikanan global, yang dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu: 1. Kepemilikan modal terhadap teknologi, seperti kapal, 2. aktivitas perdagangan. Istilah ini dikenal dengan sebutan fleet migration yang menurut Fauzi 2005,
sebagai perpindahan eksploitasi perikanan yang dilakukan oleh negara yang mempunyai modal dan teknologi penangkapan ikan tinggi terhadap negara yang mempunyai sumberdaya perikanan
berlebih. Fleet migration merupakan eksploitasi pada sumberdaya perikanan yang bersifat
83
Gambar. 5.2. Peta Ekspansi pasar Hong Kong terhadap sumberdaya perikanan karang dunia Sadovy, et.al. 2003.
Pertumbuhan ekonomi yang begitu massive di China-Hong Kong juga ikut menyebabkan meningkatnya permintaan pasokan ikan konsumsi karang hidup
Lau Parry Jones, 1999, dengan di dukung oleh permintaan pusat bisnis China yang terletak di negara luar China, yaitu Taipe, Kuala Lumpur dan Singapura.
Dengan adanya pusat-pusat bisnis China yang tersebar di tiga negara yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, menyebabkan ekspansi
sumberdaya perikanan konsumsi karang hidup sampai di Palau Kepulauan Pasifik, Filiphina dan Indonesia.
Komodifikasi ikan konsumsi karang hidup di Indonesia dimulai pada Tahun 1985 dan sangat cepat menyebar sehingga komoditas ikan konsumsi
karang hidup menjadi komoditas utama nelayan di Indonesia Timur, di Banggai, Sulawesi dengan bukti penelitian Indrawan, 1999, menyebutkan bahwa puncak
perdagangan dengan qouta ekspor ikan konsumsi karang hidup terbesar terjadi pada era 1993-1994 dengan total ekspor untuk seluruh Kepulauan Banggai 30-60
ton perbulan. Terjadi perbedaan data penelitian perihal jumlah ekspor tertinggi Indonesia pada pertengahan dekade 1990-an, Johannes Riepen 1995,
menyatakan bahwa, Indonesia pada era tersebut adalah pengekspor terbesar ikan konsumsi karang hidup, yaitu lebih dari 50 persen dari total qouta ikan konsumsi
fugitive dapat bergerak bebas. Tetapi istilah fugitive ini dikenal untuk ikan pelagis, yang mempunyai perpindahan lintas batas terriotorial tertentu. Misalnya adalah perpindahan Tuna,
Tuna yang berada di perairan Filiphina saat tertentu, pada beberapa saat kedepan bisa diketemukan di perairan utara Indonesia.
84 karang hidup yang ditangkap secara liar yang ada di pasaran Hong Kong. Akan
tetapi Erdmann Pet-Soede 1998, menyatakan bahwa Indonesia mengekspor ikan konsumsi karang hidup pada periode tersebut kurang dari sepertiga atau dua
pertiga dari total ekspor Filiphina. Perbedaan data tersebut dicatat oleh Lau Parry-Jones 1999, untuk menjelaskan tentang adanya kesulitan mengakses
informasi yang sebenarnya yang dicatat oleh pihak supplier atau importir di Hong Kong terkait dengan banyaknya ikan konsumsi karang hidup dari Indonesia yang
dijual di pasaran Hong Kong. Perkembangan produksi ikan konsumsi karang hidup di Makassar Ujung
Pandang sewaktu itu, merambah dengan cepat ke wilayah perairan sebelah tenggara perairan Makassar, hingga pada akhirnya sampai ke perairan Buton dan
Wakatobi di era 1990-an. Lambat laun dalam waktu yang cepat, terjadi transfer informasi produksi ikan konsumsi karang hidup, yang dibawa oleh pengusaha
dari Hong Kong, eksportir dari Tanjung Pinang, nelayan dari Ujung Pandang di wilayah Wakatobi dengan memperkenalkan penangkapan ikan konsumsi karang
hidup, berupa spesies komoditas baru yaitu Kerapu Tiger dan Napoleon yang di
jual dalam keadaan hidup informasi dari berbagai nara sumber; April-Juni 2012.
5.2. Sejarah Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup di Wakatobi
Awal mulanya nelayan Wakatobi memanfaatkan ikan karang hidup untuk keperluan sehari-hari dalam bentuk ikan belah atau ikan asin yang diperjual
belikan kepada masyarakat sekitar untuk keperluan sehari-hari. Komoditas ikan konsumsi karang hidup menjadi bernilai ekonomi tinggi dan laku secara ekonomi
pada awal dekade 1990-an. Jauh sebelum dekade 1990-an, komoditas primadona nelayan di Wakatobi, khususnya nelayan Bajo adalah sirip dan ekor hiu serta
Penyu Laut. Berdasar data temuan di lapangan 2012, dekade 1970-an sampai awal dekade 2000-an terjadi penangkapan hiu untuk diambil siripnya, secara
besar-besaran di laut Flores bahkan sampai ke perairan Australia, sedangkan komoditas perdagangan Penyu Laut yang dikirim dari Wakatobi dan dijual ke Bali
terjadi sekitar dekade 1980-an sampai akhir 1990-an sampai akhir Jaman Orde Baru dan berhenti pada awal Kepemimpinan Presiden Megawati. Selain
perdagangan kopra yang menjadi andalan masyarakat Wakatobi untuk non-
85 perikanan, komoditas barang bekassecond hand rombenganRB menjadikan
cikal bakal nelayan Wakatobi mengenal perdagangan lintas pulau. Awal perdagangan ikan konsumsi karang hidup terjadi pada Tahun 1992
ketika kapal dari pengusaha keturunan berasal dari Tanjung Pinang dan Singapura serta masuknya nelayan selatan Ujung Pandang. Awal mula diketahui
terdapat penangkapan Kerapu Tiger dalam keadaan hidup, ketika terjadi kecelakaan kapal menabrak karang di Karang Buli Bintana
3
. Dari peristiwa tersebut nelayan Bajo mengetahui bahwa Kerapu Tiger mempunyai nilai jual
dalam keadaan hidup. Hal ini menjadi awal, bahwa Kerapu Tiger mempunyai nilai ekonomis tinggi, maka mulai dilakukan penangkapan ikan karang hidup yang
dijual secara hidup oleh masyarakat Wakatobi, khususnya masyarakat Bajo Mola. Fr. dan En. RhmnAn. Abdrhmn adalah pembeli dari luar Wakatobi
pertama yang merupakan pengusaha keturunan asal Singapura. Berdasarkan penuturan dari informan
4
, mengatakan bahwa sebenarnya orang daratan Tomia yang kala itu bekerja di Singapura membawa Fr. dan An. Rhmn ke perairan
Tomia, dan mulai untuk membuka usaha menampung ikan karang hidup. Sejak saat itu, dimulailah penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang daratan Tomia
dan Bajo Mola. Tahun 1992, penangkapan jenis ikan karang masih bebas, dengan surat ijin dari DKP Kabupaten Buton Perairan Wakatobi masuk ke dalam Daerah
Administrasi Kabupaten Buton, dan memperbolehkan untuk menangkap jenis Kerapu, Sunu dan Mbale-mbale Napoleon wrasse. Kordinator Mola pertama
yaitu M. M. Bkr dan H. Ksm di bawah kordinator CV. P. Jaya
5
yang menjual ikannya ke eksportir An. Rhmn.
3
Sebutan daerah karang untuk Bajo Mola; sekarang dikenal dengan nama Zona Karang Kaledupa II diambil dari nama zonasi Taman Nasional Wakatobi
4
Terdapat perbedaan data mengenai nama En. Rhmn dengan An. Abdrhmn antara orang Bajo dan Tomia. Sesungguhnya adalah orang yang sama dengan nama Antje Abdrhmn. Nelayan Tomia
mengenal terlebih dahulu pengusaha bernama Fr. 1992, kemudian An. Abdrmn 1994. Hal ini dimungkinkan karena, pertama, distribusi penangkapan ikan nelayan Tomia hanya disekitar
karang Tomia, dan nelayan Bajo jauh menjelajah. Kedua, masuknya perusahaan ikan tsb. melalui Bau-Bau terlebih dahulu, sehingga ada kemungkinan, pengusaha-pengusaha tersebut
datang ke Tomia setelah dikenal oleh nelayan Bajo terlebih dahulu yang tinggal di Pulau Wangi- Wangi Drhmn 68 Tahun, Dmrdn 41 Tahun dan Tn 40 Tahun; Bajo Mola, 30 Juni 2012
dan Slkhn; Tongano Barat, 25 Juni 2012.
5
CV. P. Jaya mempunyai SIUP dengan Nomor: 176523.331992. SIUP pada waktu itu berdasarkan PP. No.64 Tahun 1975. CV. P. Jaya dipimpin oleh La Ode Isamu dan pembuat akte
pendirian perusahaan oleh Notaris Andi Muhamad Kasim Siruhi S.H., yang mempunyai usaha ikan dasar dan hasil laut lainnya. Perusahaan tersebut mempunyai daerah penangkapan dan
86 Pada tahun yang sama, H. Alydn dari Bau-Bau yang merupakan middle
man bos yang membawahi beberapa kordinator Mola dan bekerja untuk eksportir dari Tanjung Pinang, bekerjasama dengan Klvn dengan menjual ke kakaknya
Klvn di Tanjung Pinang yang bernama Ahk. Klvn, yang merupakan kakak AB pemilik CV. JM yang mempunyai keramba pertama di Karang Patoroh karang
menurut orang Bajo Mola berada di Zonasi Karang Kaledupa I. Kemudian, satu tahun berikutnya masuklah adik Klvn, AB beroperasi untuk penangkapan
komoditas ikan konsumsi karang hidup di wilayah Karang Tomia, dan baru setalah ada masukan komoditas dan permintaan dari nelayan di Mola, maka dia
membuka keramba di Karang Kapota sekitar Tahun 2000-an. Menurut penuturan Udn Knsng 56 Tahun, 22 April 2012 eks.kordinator
pada awal Tahun 1990-an, menyebutkan bahwa pada saat Klvn masuk, nelayan diperkenalkan dengan potassium untuk menangkap Napoleon dan Tiger.
Napoleon dan Tiger mempunyai harga yang paling tinggi diantara ikan dasar lainnya. Pada waktu itu Napoleon sudah mencapai Rp. 10.000,- sampai 20.000,-
ekor sedangkan Tiger harganya mencapai Rp. 9000,-ekor.Tentunya per ekor mencapai berat 3kg-5 kg bahkan banyak yang di atas 5 kg.
Pada waktu ramai-ramainya masuk pengusaha ikan konsumsi karang hidup, dalam waktu bersamaan masuklah Puskopal milik AL Tahun 19931994
dengan membawa nelayan dari Ujung Pandang untuk menangkap Napoleon. Sejak saat itu nelayan mengetahui dan belajar menangkap Napoleon dengan
menggunakan alat tangkap jenis potassium cyanide. Puskopal Ujung Pandang membawa kurang lebih 20 perahu speed dengan spesifikasi khusus nelayan
pencari ikan Napoleon. Ac. bersama dengan As. juga pernah beroperasi di Karang Kaledupa pada
Tahun 1994
6
. Ac dan As, adalah seorang pengusaha keturunan dari Tanjung Pinang. Ac. masih menggunakan sistem keramba pada kapal artinya belum
menggunakan sistem keramba permanen. Pada Tahun 1997 menurut informasi Dmrdn 41 Tahun 29 Juni 2012, bahwa terjadi ekspansi penangkapan nelayan
pengangkutan di wilayah Kabupaten Buton, dengan pelabuhan di Bau-Bau. Alat yang digunakan adalah pancing ladung dan bubu. Setiap kordinator beserta nelayan asuhannya wajib mempunyai
copy SIUP tersebut.
6
Wawancara dengan Tn. 40 Tahun, 3 Juni 2012.
87 ikan dasar ikan konsumsi karang hidup, dari Mola Raya ke Pulau Roma dan
Pulau Tujuh di daerah Taliabo yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan Bajo di bawah kordinator Dmrdn. Dari data yang diperolah dari nelayan ikan dasar
Mola Raya, bahwa ketika musim ikan musim barat, nelayan Mola Raya menangkap ikan dan mencari daerah penangkapan ikan di luar perairan Wakatobi,
kalau musim timur, nelayan Bajo Mola mencari di karang Kaledupa Karang Kaledupa II dan III dan karang Tomia saja.
Tahun 2007, masuklah pengusaha bernama CW dari Bali dengan kerambanya yang ada di Mola Utara
7
dan UD. PMB dengan membangun keramba di depan Pulau Lantea, Tomia
8
. UD. PMB sempat berhenti beberapa saat, kemudian pada Tahun 2009 UD. PMB masuk dengan membangun keramba di
Karang Untuno, dekat Pulau Wangi-Wangi dan keramba yang lama terletak di Tomia, dekat dengan Pulau Lentea. Awal tahun 2010, masuklah pengusaha
Ap.Eff. dari Bali masuk dengan beroperasi keramba milik Rtn. di Karang Untuno dekat dengan Pulau Wangi-Wangi dan terletak disebelah keramba milik
UD. PMB yang ada di Pulau Wangi-Wangi. Setelah itu sampai sekarang hanya tiga perusahaan besar yang beroperasi
di Wakatobi, yaitu: UD. PMB. Bali, C.V. JM, Bau-Bau, dan pengusaha Ap.Eff. dari PT. BOL, Bali. Dua perusahaan diantara tiga perusahaan ekspor mengirim
komoditas ikan konsumsi karang hidup dari Bali dengan menggunakan jalur udara, sedangkan untuk satu perusahaan dengan mengundah kapal Hong Kong
masuk ke Wakatobi, dengan transit di Kapontore, Pulau Buton. Berdasar data interview, kordinator dari mulai dekade 1990-an sampai
sekarang untuk di Wakatobi meliputi:
7
Wawancara dengan Swndka 39 Tahun, 10 April 2012.
8
Wawancara dengan Slkhn 40 Tahun, 25 Juni 2012; Tdd 40 Tahun, 12 Mei 2012, Bu Hj.Hyt 49 Tahun, 30 Maret 2012.
88
Tabel 5.1. Perkembangan sejarah komoditas Ikan Konsumsi Karang Hidup Periode Kordinator
Eksportir Periode Kordinator Eksportir Keterangan 1992-
2000 H. Ksm
Mola H. Ilys
Tomia Fr.
Tomia H. Alydn
Klvn Ac.
As. AB
2000- 2012
H. Ksm 2012
digantikan oleh H. Sr.,
anaknya Swndk
Mola AB
C. W. Untuk Tomia
H. Ilys mulai sejak 1996-sekarang dan
menjadi kordinator besar untuk CV. JM
menurut penuturan nelayan Tongano
Barat. Srfdn menjadi
kordinator Tahun 2007
H. Gg. Mola
H. Alydn AB
H. Gg. Mola
digantikan mantan
istrinya Hj. Hyt
AB PMB
Pak Udn K. Mola
H. Alydn Klvn
Ac. As.
AB Untuk kordinator
Bajo Lamanggau, Mntn, Tdd, Jupri, Jdn
mulai jadi kordinator sekitar 2002 mulai
menjadi kordinator kecil dibawah H. Ilys.
Kemudian 2009-an mereka menjadi
kordinator lepas, setelah ada
percecokan dengan H. Ilys dan Masuk ke
UD. PMB.
H. Hy. Mola
AB H. Hy.
digantikan oleh anaknya
Ed. Ed. di bawah
kordinator H. Hydn
Mola AB
H. Hlm Mola
H. Alydn H. Hydn
Mola AB
H. Hydn adalah kordinator besar,
dengan mempunyai sub kordinator
dibawahnya yaitu: Ed., Lng dan H. Tng..
Mola
Rtn. keponakan
dari Hj. Hyt Mola
AB Eff.App.
Sumber: Olahan data primer hasil wawancara dengan informan kunci April-Juni 2012
89 Komoditas ikan konsumsi karang hidup berdampak pada terjadinya
perubahan hasil produksi, pola pemasaran, rantai perdagangan, dan penggunaan teknologimodal :
Tabel 5.2. Perubahan sebagai dampak adanya komodifikasi ikan konsumsi karang hidup. No
Perubahan 1990-an 2000-an
2009-2010 Sekarang 2012
Keterangan 1.
Hasil produksi
1 ton per musim per
nelayan 1 ton per
minggu per nelayan
300 kg per musim per
nelayan 300 kg per
musim per nelayan
Depth Interview dari
Nelayan Data Sekunder
2. Pola
Pemasaran Kapal
Hongkong Masuk ke
Perairan Wakatobi
Kapal Hongkong
Masih masuk ke Perairan
Wakatobi sampai sekitar
2004 dan sekarang
Kapal Hong Kong masuk
ke Waaktobi hanya satu
eksportir 4 Eksportir:
CV. JM, CW, mulai
masuk 2007,
Ap.Eff. 2010 dan
PMB 2009
AB Masih menggunakan
Kapal dalam pengiriman ke
HK. PMB dan Ap.Eff. dengan
menggunakan jalur udara dari
Bali, dan mengambil dari
Wakatobi dengan menggunakan
kapal Depth Interview
Dari Nelayan dan pelaku eksportir
Data Sekunder
3. Rantai
Perdagang an
Nelayan- Kordinator-
Eksportir Nelayan-
Kordinator- Eksportir
Nelayan- Kordinator
pengepul- Eksportir
dan Nelayan-
Eksportir Nelayan-
KordinatorPenge pulEksportir dan
Nelayan- Eksportir
Depth Interview Data Sekunder
4. Kondisi
ekologis Karang masih
bagus-92 masuk
pembiusan Napoleon,
Ikan berlimpah.
Pembiusan napoleon
mulai terjadi. Karang mulai
menurun, dengan
indikator banyak
pengebom dan pembius
napoleon. Kegiatan
pengeboman dan
pembiusan terjadi besar-
besar seringkali
terjadi pengeboman
Karang sudah
mulai rusak,
pembiusan dan
pengeboma n masih
terjadi, penangkap
ikan karang bertambah.
Karang sudah memprihatinkan
akibat pengeboman.
Stok ikan sudah semakin langka
didapat hanya sedikit untuk
musim, dan hanya melimpah
jenis sumu hitam saja; pembiusan
napoleon masih berjalan
Depth Interview Data kuitansi
penjualan dari nelayan
90
No Perubahan 1990-an
2000-an 2009-2010
Sekarang 2012 Keterangan
5. Teknologi
Modal Dengan
menggunakan bodi TS
Yanmar 25 PK, bius,
pancing, dan jaring serta
bubu. Dengan
menggunakan bodi TS
Dianjdong 40 PK, bius
dan pancing, jarring, bubu
dan tombak Dengan
menggunak an bodi TS,
bius dan pancing,
jaring dan tombak
Dengan menggunakan
bodi TS, bius, pancing, jaring
dan tombak Depth Interview
Informasi sejarah Observasi tracking
GPS tombak hanya
untuk kamlufase kegiatan membius
Bubu digunakan oleh nelayan Tomia.
Sejak sekitar Tahun 2009-an, bubu tidak
lagi diterima sebagai komoditas
ikan karang hidup, karena rusak dan
cara pemasangannya
merusak karang
Sumber: Olahan data primer hasil wawancara mendalam dengan informan dan saksi sejarah perkembangan komoditas ikan konsumsi karang hidup April-Juni 2012.
Perkembangan teknologi tidak serta merta muncul sendiri. Pengaruh global dengan kemajuan teknologi yang terjadi pada waktu itu adalah bentuk
globalisasi dari modernisasi teknologi alat tangkap. Dekade 1970-an modernisasi alat tangkap melanda dunia pertanian dan perikanan sebagai bentuk ekspansi
pemanfaatan sumberdaya alam terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Tujuan utama dari penggunaan teknologi adalah untuk
mendapatkan keuntungan secara efektif dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Fougeres 2005; 8, lebih dari tiga dekade ke belakang, di Indonesia terdapat
bantuan asing dan investasi produksi perikanan merupakan bentuk penanaman modal produksi perikanan terutama pada orientasi ekspor produk perikanan. Pada
saat itu, Ditjen Perikanan dibawah Kementrian Pertanian, melihat investasi ini sebagai bentuk “revolusi biru” dalam dunia perikanan dan ”revolusi hijau” dalam
bidang pertanian, sebagai akibat dari rangkaiang proyek pembangunan yang dibiayai oleh asing Bailey, 1985 dalam Fougeres, 2005; 8.
Berdasar data di lapangan didapatkan bahwa pengaruh perkembangan teknologi penangkapan ikan di Wakatobi terjadi pada dekade 1970-an dengan
ditandai dikenalnya motorisasi- merk Kubota produksi dari Jepang. Road map perkembangan teknologi motorisasi penangkapan ikan konsumsi karang hidup di
Wakatobi adalah sebagai berikut: