Sejarah Global Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup
90
No Perubahan 1990-an
2000-an 2009-2010
Sekarang 2012 Keterangan
5. Teknologi
Modal Dengan
menggunakan bodi TS
Yanmar 25 PK, bius,
pancing, dan jaring serta
bubu. Dengan
menggunakan bodi TS
Dianjdong 40 PK, bius
dan pancing, jarring, bubu
dan tombak Dengan
menggunak an bodi TS,
bius dan pancing,
jaring dan tombak
Dengan menggunakan
bodi TS, bius, pancing, jaring
dan tombak Depth Interview
Informasi sejarah Observasi tracking
GPS tombak hanya
untuk kamlufase kegiatan membius
Bubu digunakan oleh nelayan Tomia.
Sejak sekitar Tahun 2009-an, bubu tidak
lagi diterima sebagai komoditas
ikan karang hidup, karena rusak dan
cara pemasangannya
merusak karang
Sumber: Olahan data primer hasil wawancara mendalam dengan informan dan saksi sejarah perkembangan komoditas ikan konsumsi karang hidup April-Juni 2012.
Perkembangan teknologi tidak serta merta muncul sendiri. Pengaruh global dengan kemajuan teknologi yang terjadi pada waktu itu adalah bentuk
globalisasi dari modernisasi teknologi alat tangkap. Dekade 1970-an modernisasi alat tangkap melanda dunia pertanian dan perikanan sebagai bentuk ekspansi
pemanfaatan sumberdaya alam terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Tujuan utama dari penggunaan teknologi adalah untuk
mendapatkan keuntungan secara efektif dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Fougeres 2005; 8, lebih dari tiga dekade ke belakang, di Indonesia terdapat
bantuan asing dan investasi produksi perikanan merupakan bentuk penanaman modal produksi perikanan terutama pada orientasi ekspor produk perikanan. Pada
saat itu, Ditjen Perikanan dibawah Kementrian Pertanian, melihat investasi ini sebagai bentuk “revolusi biru” dalam dunia perikanan dan ”revolusi hijau” dalam
bidang pertanian, sebagai akibat dari rangkaiang proyek pembangunan yang dibiayai oleh asing Bailey, 1985 dalam Fougeres, 2005; 8.
Berdasar data di lapangan didapatkan bahwa pengaruh perkembangan teknologi penangkapan ikan di Wakatobi terjadi pada dekade 1970-an dengan
ditandai dikenalnya motorisasi- merk Kubota produksi dari Jepang. Road map perkembangan teknologi motorisasi penangkapan ikan konsumsi karang hidup di
Wakatobi adalah sebagai berikut:
91
Tabel 5.3. Perubahan sebagai dampak adanya komodifikasi ikan konsumsi karang hidup. Tahun Perkembangan
Teknologi Keterangan
1970 Mesin Kubota diesel
7 PK, untuk mesin Sope perahu khas Bajo 4 GT. Pak Drsa, membeli di Makassar
1972 Mesin Kubota diesel
8 PK, untuk mesin Sope 6 GT. H. Ksm yang membeli pertama kali, ketika mau naik
Haji. Membeli di Makassar. Dekade
1970-an akhir
Johnson bensin 8, 12, 15, 25, 40 PK.
Pada dekade ini juga sudah ada katinting dari merk mesin Honda dan Kawasaki. Nelayan
sudah mulai ramai menggunakan Johnson
Dekade 1990-an`
Yanmar Jepang diesel Untuk Bodi hampir seluruh nelayan
menggunakan bodi Dekade
2000-an Djiandong Cina diesel
Untuk Bodi Sumber: Wawancara dengan Udn Knsng 56 Tahun; 1 Juni 2012 tentang sejarah Bajo Mola.
Selain perubahan terhadap penggunaan teknologi, terdapat pula perubahan yang sangat mendasar yaitu perubahan cara pembelian ikan dasar ikan konsumsi
karang hidup dari nelayan oleh kordinator atau bos eksportir adalah pada Tahun 1992-2000 masih menggunakan sistem ekoran. Sedangkan Tahun 2000 sampai
sekarang sudah menggunakan sistem per kilogram. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar menguasai komoditas ikan karang hidup dan semakin menurunnya
daya dukung stok perikanan karang di Wakatobi, ditandai dengan tangkapan ikan berukuran kecil, sebagai akibat adanya penangkapan yang berlebih, diakibatkan
oleh permintaan pasar secara terus menerus dari Tahun 1992 sampai sekarang. Nilai tambah sebagai perubahan harga secara ekonomi untuk komoditas
ikan konsumsi karang hidup di Wakatobi terjadi sekitar Tahun 1992, yaitu waktu ramainya penangkapan ikan konsumsi karang hidup, jenis kerapu dijual satu
kiloekoran seharga Rp. 250,- dari nelayan, dan dijual satu kiloekoran dengan harga Rp. 20.000,- dari kordinator ke pengepul eksportir. Adapun kenaikan
harga ikan perdekade dijelaskan dalam tabel dibawah:
92
Tabel. 5.4. Perubahan harga per periodik waktu komoditas Periode
Jenis ikan yang ditangkap dan
diperdagangkan Harga
1992-1997 Kerapu
Tiger Napoleon
Sunu Rp. 250,- Rp 3.500,-ekor
Rp. 17.500,-5kgekor Rp. 1000,- sampai Rp 20000,-
ekor Rp. 250,- sampai Rp 4000,-ekor
1997-2004 Kerapu
Napoleon Sunu Hitam
Sunu Merah Tiger
Campur Rp. 5.000,- Rp. 40.000,-kg
Rp. 100.000,- Rp. 150.000,- ekorkg
Rp. 5.000,- Rp.23.000,-kg Rp. 25.000,- Rp.50.000,-kg
Rp. 25.000,- Rp. 40.000 ekor Rp. 15.000,-kg
2005-sekarang Kerapu
Tiger Napoleon
Sunu Hitam Sunu Merah
Campur Rp. 60.000,- sampai Rp. 80.000,-
Rp. 60.000,- sampai Rp. 80.000,- Rp.150.000-Rp.300.000,-
ekorkg Rp. 40.000,- sampai Rp. 75.000,-
kg Rp. 160.000,- sampai Rp.
200.000,-kg Rp. 20.000,- sampai Rp.
30.000,- kg
Sumber: Data nota nelayan dari dua perusahaan, CV. JM dan UD. PMB April-Juni 2012.
Tiga perusahaan ikan konsumsi karang hidup di Wakatobi sampai sekarang 2012, yang masih beroperasi, yaitu: UD. PMB, C.V. JM Bau-Bau, dan
Ap.Eff. dari Bali. Diantara ketiga eksportir tersebut, salah satu eksportir masih mendatangkan kapal penjemput ikan langsung dari Hong Kong, yaitu CV. JM
dengan transit di Kapontore, Pulau Buton atau langsung datang ke tempat keramba CV. JM di Karang Kapota dan Karang Tomia Karang Kaledupa I,
sedangkan dua perusahaan ekspor lainnya, yaitu U.D. PMB dan Ap.Eff. menggunakan jalur udara, dengan penjemputan ikan secara berkala menggunakan
kapal dari lokasi di Wakatobi menuju ke Bali, kemudian di kirim lewat udara dari Bali.
UD. PMB, mempunyai dua lokasi keramba, yaitu di Pulau Wangi-Wangi dan di Pulau Tomia, sedangkan Ap.Eff. mempunyai satu keramba di Pulau
Wangi-Wangi. Akan tetapi Ap.Eff. mempunyai keramba untuk penampungan ikan yang berada di luar kawasan Wakatobi, yaitu di Pulau Tirah-Tirah, Buton.
Menurut beberapa informasi, keramba di Pulau Tirah-Tirah digunakan untuk
93 menampung Napoleon Udn.Knsg, 22 April; Sumber data penelitian, April-Juli
2012; data sekunder dari DKP Wakatobi; DKP Buton; DKP Prov. Bali; Karantina Bau-Bau; Karantina Bali, Juni-Juli 2012.
Kebutuhan ekspor C.V. JM. terjadi hanya setengah tahun saja, artinya satu musim saja. CV. JM menerima ikan dari nelayan hanya musim barat bulan
Oktober-April Wawancara dengan Hndr, 39 Tahun, 26 April 2012, penjaga keramba C.V. JM di Karang Tomia. Menurut Smd 45 Tahun, penjaga keramba
CV. JM di Karang Kapota 24 April 2012, pengambilan ikan di perairan Wakatobi apabila quota ikan itu minimal 5,5 ton. Karena menurut penuturannya,
pembeli dari Hong Kong akan merugi, dan tidak menutupi perongkosan, apabila stok ikannya kurang dari 5,5 ton. Kapal Hong Kong tersebut bermuatan 12-15 ton,
dan minimal mengangkut ikan sebanyak 12 ton dalam jangka pelayaran dari Perairan Indonesia ke Perairan Hong Kong kurang lebih selama tiga minggu.
Pengambilan ikan, biasanya dilakukan sebulan sekali atau quota dalam kedua keramba sudah mencukupi untuk di angkut. Berdasarkan keterangan dari Wnt, 40
Tahun staff administrasi C.V. JM di Bau-Bau Buton 6 Juli 2012, mengatakan, bahwasanya kapal Hong Kong tersebut akan mengambil dari tempat lain sebelum
ke Wakatobi. Kapal Hong Kong singgah di perairan Sinjai, Lombok, Wakatobi dan Banggai.
U.D. PMB mulai beroperasi di perairan Wakatobi sekitar tahun 2007 di Karang Tomia dan beroperasi kembali pada Tahun 2009 dengan mendirikan
keramba di Pulau Wangi-Wangi, keramba di Tomia tetap di depan Pulau Lentea yang didirikan Tahun 2007. U.D. PMB adalah pelopor perusahaan ikan yang
sudah menggunakan praktik-praktik penangkapan yang ramah lingkungan, baik dalam kondisi tangkapan, alat tangkapan, kondisi ikan dilindungi oleh Undang-
Undang konservasi atau tidak sampai ukuran sizing ikan. Setidaknya untuk di Wakatobi mulai Tahun 2009 UD. PMB sudah mengajak nelayan untuk tidak
menangkap ikan di bawah ukuran 600 gram
9
. Berdasar dari wawancara dengan Hr. Purn 35 Tahun pemilik PMB Bali,
14 Juli 2012, perusahaannya menerapkan praktik-praktik produksinya sesuai
9
Berdasar informasi dari nelayan, dan bukti nota bukti pembayaran nelayan Tahun 2009, 2010 sampai 2012.