Pemegang otoritas; a Politic of Seafood Savers on Live Reef Food Fish (a Case Study in Wakatobi Regency, Southeast Sulawesi).

230 masyarakat di Wakatobi. Menurut penuturan Hj. Hyt 6 April 2012, “Hj. Hyt pernah kesal dan bercerita tentang permintaan hutang kepada UD. PMB, dan tidak dikabulkan. Akhirnya Hj. Hyt, berkeinginan akan pindah ke CV. JM., karena menurut Hj. Hyt, ketika melaut membutuhkan perongkosan yang banyak. Sejak adanya Seafood Savers, usahanya menurun. Biasaya mendapat untung sampai ratusan juta, tetapi ketika ada Seafood Savers hanya untuk 20 jutaan”. Kordinator tidak selamanya mengikuti standar perusahaan. Hj. Hyt, sebagai kordinator yang sudah terikat oleh UD. PMB. juga mengikat diri ke eksportir lain. Menurut Hj. Hyt, 49 Tahun 6 April 2012, “bahwa aturan standar 600 grams dari UD. PMB. sangat menyultikan usaha kordinator”. Standar ikan 600 gram, tidak termaktub dalam aturan yang tersirat sebagai aturan perusahaan UD. PMB terhadap nelayannya, akan tetapi hal tersebut menjadi standar perusahaan yang dipatuhi oleh kordinator atau nelayannya. Untuk menghindari kerugian, Hj. Hyt, menjual produksi ikannya di bawah 600 gram ke eksportir lain. “Selain hal tersebut, Hj. Hyt mendapat pinjaman dana dari eksportir lain, sehingga produksi ikan Hj. Hyt di bagi untuk UD. PMB dan CV. JM Tn, 40 tahun, 9 Juni 2012”. Lain halnya dengan Tdd, 40 Tahun 12, Mei 2012, “menjelaskan bahwa dirinya dan nelayannya kalau musim tangkap musim timur beralih profesi dari nelayan ikan konsumsi karang hidup ke nelayan laut dalam nelayan tuna”. Akan tetapi berdasar informasi dari nelayannya, My, 20 Tahun 22, Mei 2012, “bahwa dirinya beserta nelayan lain yang berada di Bajo Lamanggau menggunakan alat bius untuk mencari Napoleon. Alasan mencari Napoleon dengan menggunakan bius, dikarenakan disuruh oleh kordinatornya dan ada yang mencari”. Hasil tangkapan ikan dengan menggunakan bius dijual ke kordinator yang ada di Wangi-Wangi. Berdasarkan hasil tracking fishing ground tanggal 22 April-3 Mei 2012, sebetulnya nelayan yang dibawah kordinator masih terlihat menangkap biota yang dilindungi walaupun itu menggunakan pancing. Pengamatan di lapang, nelayan dari Hj. Hyt, mendapat satu ekor Napoleon dengan pancing dan 3 ekor Penyu laut. Jn, 29 Tahun 3, Mei 2012, menegaskan, bahwa Napoleon itu tidak di jual kepada kordinatornya, melainkan di jual kepada kordinator lain yang 231 masih menampung, yaitu Rtn. 29 tahun ataupun Kll.40 Tahun yang ada di Bajo Mola. Sedangkan untuk penyu, dijual ke pasar atau dijual kalau ada yang pesan. Tentunya hal ini tidak akan dilepas, karena kedua komoditas dilindungi tersebut mempunyai harga yang cukup tinggi. Jn, menyebutkan bahwa untuk satu ekor Napoleon di atas 600 gram, berharga sekitar Rp. 300.000,- sampai Rp. 350.000,-, sedangkan untuk Penyu Laut berkisar mulai 150.000-, tergantung dari ukuran. Jn, tukang catat kordinator Hj. Hyt untuk nelayan, sedang memperlihatkan penyu yang ditangkap nelayan. Dokumentasi Tracking GPS dan pengamatan fishing ground, 3 Mei 2012. Jn, tukang catat kordinator Hj. Hyt untuk nelayan, sedang memperlihatkan Napoleon yang ditangkap nelayan Dokumentasi Tracking GPS dan pengamatan fishing ground, 3 Mei 2012. Tempat penyimpanan ikan Napoleon hidup yang ditampung oleh nelayan Bajo Lamanggau, dan akan di jual. Dokumentasi foto, 12 Mei 2012. Aktivitas nelayan Napoleon di Zona Kaldeupa II dekat dengan ZPB Kaledupa. Dengan menggunakan snorkel, dua orang di badan air dan satu orang kendali dan kontrol diatas kapal nelayan Bajo Mantigola dan Mola, di bawah kordinator Rtn. Dokumentasi Tracking GPS dan pengamatan fishing ground, 2 Mei 2012. Botol berisi cyanide yang di gunakan My, nelayan Bajo Lamanggau , di bawah kordinator Tdd.Ukuran 1 liter air 1 botol berisi dua atau tiga butir potassium Dokumentasi foto, 22 Mei 2012.