Jaringan Perdagangan Ikan Konsumsi Karang Hidup

29 Commission for Evironment and Development WCED, yang berfokus pada pendekatan sosiologi lingkungan secara mikro, penggunaan rendah dalam teknologi, pedesaan utopis, terdapat arah kanan untuk pro lingkungan dan arah kiri untuk pro pembangunan industri Deere, 1999. FAO. Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism perikanan adalah sebuah isu yang sedang berkembang dalam perikanan yang melihat hasil dari perikanan yang diperoleh dengan cara penangkapan yang ramah lingkungan dan mempunyai efek minimal terhadap kerusakan lingkungan dengan melabelkan produk perikanan sebagai perikanan ramah lingkungan dengan tujuan adalah mengajak respon khayalak mengkonsumsi perikanan yang ramah lingkungan. Pemberlakuan Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism dalam menciptakan pasar berdasar pada produk perikanan yang ramah lingkungan dan proses produksinya merupakan tujuan dari konvensi PBB Tentang Konservasi dan Pembangunan Dunia UNCED. Dasar dari dikuatkannya sistem Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism di perikanan adalah merujuk dari aturan FAO Tentang produk perikanan dan proses produksinya yang ramah lingkungan, dalam rangka menciptakan kondisi keberlanjutan perikanan baik pada pengaruh produksi tangkap perikanan maupun pasar perikanan. Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism merupakan salah satu instrumen yang memberikan label pada perikanan ikan karang hidup yang lebih ramah lingkungan di masa yang akan datang Bostrom and Klintman, 2008. Di dalam kontek perikanan, Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism perikanan seringkali dikaitakan dengan keberlanjutan ekologi dalam sistem perikanan termasuk didalamnya adalah aspek biologi dan aspek manajemen, tetapi tidak semuanya Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism perikanan menyentuh aspek tersebut. Tipe Eco-Standards, Product Labelling dan Green Consumerism perikanan tidak hanya menyentuh isu-isu makro saja, seperti kriteria kredibilitas ecolabelling, keamanan dan keterjaminan kualitas ikan konsumsi, hak-hak pekerja perikanan, keberlanjutan perikanan, dan dampak penggunaan sumber bukan perikanan dan sumber perikanan terhadap keberlanjutan ekologi, tetapi juga menyentuh aspek mikro, yaitu mengenai penangkapan perikanan skala individu dan produksi perikanan skala individu. 30 Eco-standarization perikanan pada saat ini merupakan bentuk dorongan yang kuat dari konsumen untuk mengetahui produk perikanan yang dikonsumsi adalah ramah lingkungan, mulai dari manajemen penangkapan, proses produksinya sampai darimana dan bagaimana ikan tersebut ditangkap. Hal ini merupakan bukti kuat adanya permintaan dari konsumen untuk keberlanjutan perikanan yang selama ini dalam kondisi di lapangan perikanan mulai berkurang karena sistem penangkapan yang merusak dan terjadinya overfishing karena didodorong oleh permintaan pasar. Terdapat dua dimensi dalam ekologi modern, yaitu pertama, kita dapat melihat sejarah tentang wacana aturan lingkungan yang berlaku di negera Eropa. Kedua, kita dapat melihat konsep teori yang menggambarkan pendekatan dengan sosiologi lingkungan, konsep keberlanjutan dan masyarakat yang makmur. Giddens, 1991 dalam Deere, 1999; Strandbakken; Scheer dan Rubik, 2005; Gotberg, 2008, mengemukakan bahwa konsep modernitas biasanya diistilahkan dengan istilah modernisasi secara sederhana. Menurut Giddens, modernisasi dapat dimengerti secara sederhana dengan istilah industrilialisasi, akan tetapi kemudian dipahami bahwa industrialisasi bukan hanya semata-mata hanya bersifat instutisional saja. Sebetulnya jenis dari modernisasi mempunyai hubungan dengan kepercayaan, rasionalitas, lebih bersifat umum dan terdapat perencanaan dan rasionalitas para pelakunya. Pada dasarnya konsep modernisasi ekologi mengisyaratkan tentang ”rasionalitas konsumen” tentang kepercayaan konsumen dan dalam pelaku secara makro mempunyai kepercayaan yang bersifat umum. Dalam era modernisasi sekarang ini, perhatian lebih akan lingkungan menjadi menarik dikaji secara sosiologi, politik dan jurnalis yang memfokuskan kepada konsepnya Ulrich Beck tentang “masyarakat beresiko” Strandbakken; Scheer dan Rubik, 2005, ide dasar dari masyarakat beresiko adalah karena keprihatinan tentang manusia-pembuat resiko. Itu tidak berarti bahwa kita hidup dalam bahaya saat ini dibanding dengan masa lampau. Hal ini karena disebabkan pada masyarakat pre-modern bahwa takut akan kelaparan, takut akan bencana alam, penyakit wabah dan binatang buas, dimana seperti sekarang ketakutan akan produk yang mengandung racun, pencemaran radiasi nuklir, merkuri, dsb. 31 Joop de Boer 2003, mengkategorikan bahwa sebetulnya eco-label itu tidak ada hubungan secara langsung dengan struktur organisasi. Sehingga dalam konsepnya de Boer, menggunakan istilah skema keberlanjutan labeling labeling untuk menggambarkan perbedaan label. Eco-label itu terkait dengan perspektif privat, seperti kesehatan lingkungan, juga terkait dengan perspektif publik, seperti nilai keanekaragaman dan keadilan sosial. De Boer mengatakan “it refers to long term balances between ecological, economic, and social processes at the level of the society as a whole and makes it difficult to fully specifi what sustainability ideally means at the level of particular product, production processes or producer” de Boer 2003, dalam Gottberg 2008. Bahwa eco-labelling melekat pada sikap dan tingkah laku, Azjen dan Fishbein 1980; dalam Gotberg 2008, menyatakan bahawa eco-labelling terikat psikologi ekonomi dan disiplin pasar, dimana perspektif dan paradigma masih memliki peran penting dalam kajian eco-labelling. Elemen utama dalam pendekatan model teori ini adalah penjelasan dari tingkah laku yang mempunyai dua dimensi yaitu: sikap yang mengarah ke tingkah laku dan norma-norma secara subyektif. Teori ini berangkat dari aksi-aksi yang berkaitan dengan sosial di masyarakat dengan kontrol dari kemauan sosial. Pada dasarnya ecolabelling perikanan mulai dibicarakan pada awal tahun 1990-an di Eropa. Hal ini karena melihat kondisi perikanan yang terus mengalami penurunan akibat dari adanya overfishing dan penangkapan yang bersifat destruktif. Sebelum dikonvensikan dalam peraturan PBB, ecolabelling perikanan diinisiasikan oleh WWF dan Unilever yang berkantor di Inggris. Penerapan ecolabelling perikanan saat ini sudah terjadi di negara-negara maju, seperti negara-negara Eropa Barat. Sebagai masayarakat yang modern, tentunya perlindungan terhadap konsumsi menjadi perhatian yang utama. Gottberg, 2008, menjelaskan ada dua skema penerapan kebijakan ecolabelling perikanan dalam suatu negara, yaitu ecolabelling mandatory dan ecolabelling voluntary. Ecolabelling mandatory adalah ecolabelling yang menjadi sebuah kewajiban dalam sebuah negara dimana, negara melalui kebijkannya mengontrol perusahaan perikanan untuk menerapkan praktek standarisasi ecolabelling. Sedangkan ecolabelling voluntary merupakan ecolabelling yang bersifat sukarela, yang 32 artinya merupakan inisiasi perusahaan menerapkan standarisasi ecolabelling karena didorong oleh permintaan pasar konsumen.

2.6. Ekologi Politik Sefood savers Ikan Konsumsi Karang Hidup

Melihat fenomena dinamika komoditas ikan konsumsi karang hidup, termasuk kajian ekologi politik. Dinamika tersebut mencakup terjadi permasalahan sosial, ekologi dan juga ekonomi terjadi di dalamnya. Keterikatan antar aktor pun menjadi kajian yang penting untuk ekologi politik. Serta melekatnya sifat trans boundry, merupakan bagian dari spatial geography yang merupakan ranah kajaian ekologi politik juga. Bryant and Bailey 1997, dalam bukunya Third World Political Ecology, menyebutkan bahwa kajian ekologi politik, meliputi tiga aspek, yaitu; 1. Perkembangan dan keberlanjutan lingkungan di dunia ketiga, 2. Kerangka analisis tentang politicised environment, 3. Interaksi aktor dalam perubahan lingkungan di dunia ketiga. Sementara itu Robbins, 2004, bahwa kajian ekologi politik berangkat dari keempat thesis utama, yaitu tentang marjinalisasi dan degradasi lingkungan perubahan lingkungan: kenapa dan bagimana, konflik lingkungan akses terhadap lingkungan: siapa dan mengapa, kontrol dan konservasi kegagalan konservasi dan tereklusi hak secara politik dan ekonomi: mengapa dan bagaimana, serta identitas lingkungan dan pergerakan sosial perubahan lingkungan: oleh siapa, dimana dan bagaimana. Tabel. 2.1. .Empat Thesis Ekologi Politik, disadur dari Paul Robbins, 2004. Thesis What is explained? Relevance Degradation and Marginalization Environment change; why and how? Land degradation, long balmed on marginal people, is put in its larger political and economics context. Environmental conflict Environmental access: who and why? Environmental conflict are shown to be part of larger gendered, classed, and raced struggles and vice versa Conservation and control Conservation failures and politicaleconomic exclusion: why and how? Ussually viewed as benign, efforts at environmental conservation are shown to have pernicious effects, and sometimes fail as result. Environmental identity and social movement Social upheaval: who, where, and how? Political and social struggles are shown to be linked to basic issues of livelihood and environment protection 33 Dapat disimpulkan dari thesis tersebut, bahwa permasalahan dinamisasi ikan konsumsi karang hidup, adalah termasuk kajian ekologi politik, selain melekat pada aspek sosial, ekologi, ekonomi dan politik, juga melekat pada aspek geografi transboundary, aktor yang berinteraksi dalam pemanfaatan sumberdaya, terjadinya kerusakan lingkungan, kemarjinalisasian grass root, terjadi kegagalan konservasi, dan munculnya gerakan sosial dan identitas lingkungan, yaitu bentuk konservasi sumberdaya melalui instrumen ecolabelling. Byrant and Bailey 1997, bahwa kajian ekologi politik adalah kajian tentang premis sumberdaya alam, didalamnya terdapat perubahan ekologi sumberdaya alam yang terkait dengan produksi yang merupakan termin proses politik. Political ecologist “accept the idea that cost and benefits associated with environment change are for most part distributed among actor unequally reinforces or reduces existing social and economic inequalities, political implications in terms of the altered power of actors in realtion to other actors. Dalam perdebatan keilmuan ekologi politik, Forsyth 2003, menjelaskan bahwa “ekologi politik” merujuk pada kajian sosial dan politik, yang didalmnya terdapat persoalan lingkungan, penyebab, proses dan pengelolaan lingkungan. Hal ini mengungkapkan bahwa kaian ekologi politik bukan hanya kajian ekologi semata, bahkan beberapa ahli ekologi politik menjelaskan bahwa kajian ekologi politik adalah kajian yang mendekatkan terhadap bidang ilmu ekologi di dalam ekologi politik. Forsyth 2003, memetakan kajian ekologi politik menjadi empat definisi. Pertama, bahwa ekologi politik menjelaskan tentang permasalahan lingkungan seperti fenomena interaksi lingkungan biofisik, kebutuhan manusia, dan sistem politik dan ekonomi politik yang menjembatani kebutuhan manusia akan lingkungan biofisik tersebut. Kedua, bahwa ekologi politik adalah bentuk respon dari gerakan Deep Green Environmentalism dan kritik terhadap modernisasi dan kapitalisme. Ketiga, bahwa penggunaan “ekologi” merupakan proses perubahan interkonesi dari hubungan politik. Artinya bahwa kajian ekologi politik, diartikan sebagai hubungan antara organisme atau kelompok dari organisme di dalam lingkungannya. Hal ini mengindikasikan terdapat sistem politik yang berhubungan dengan sosial dan lingkungan. Keempat, bahwa kajian ekologi politik