Persepsi Kordinator Persepsi Nelayan Terhadap Program Seafood Savers

222 serta nelayan sebagai kegiatan dari pemantuan dan evaluasi terhadap UD. PMB., disamping melakukan pemeriksaan terhadap keramba UD.PMB. dan pelibatan UD. PMB. dalam sosialisasi perikanan yang bertanggung jawab. Untuk UD. PMB. melakukan kontrol secara rutin terhadap nelayan dan pekerja keramba dengan membuka akses komunikasi dan pengaduan secara langsung dari lapangan. Masalah terjadi adalah pada level pemantauan dan evaluasi UD. PMB terhadap nelayannya dalam aktifitas melaut. Hal ini disebabkan karena wilayah laut yang luas dan dalam hal ini dibutuhkan kesadaran oleh nelayan. Tegaknya aturan Seafood Savers bukan hal yang mudah, karena membutuhkan kesadaran dari nelayan dan perusahaan. Insentif harga premium belum bisa menjawab terbentuknya kesadaran nelayan untuk mematuhi aturan UD. PMB. sehingga tercipta keefektifan program Seafood Savers. Pemantuan dan Evaluasi terhadap praktek-praktek perikanan secara umum membutuhkan partisipatif dari nelayan. Penggunaan konsep kolaboratif sistem pengelolaan yang hanya dilaksanakan oleh agen-agen pemerintah dan LSM tanpa mengikutsertakan partisipatif dari masyarakat, menjadikan masyarakat berpikir, bahwa pengelolaan bukan merupakan tanggung jawab masyarakat. Kelembagaan yang mengakar di masyarakat belum terbentuk. Hal ini karena disebabkan adanya dominasi pemerintah daerah maupun TNW yang mengintrusi dan memegang semua kekuasaan atas sumberdaya perikanan. Penggunaan kelima indikator diatas, dinilai tepat untuk penilaian institusi dalam bidang perikanan. Keenam indikator cocok diterapkan di Indonesia, dengan keadaan masyarakat yang belum mempunyai kelembagaan normatif sosial maupun ekonomi yang mapan Satria, et.al, 2003; dalam penelitiannya tentang awig-awig. Dimensi kognitif merupakan aturan yang termaktub di dalam Seafood Savers tidak dipunyai dalam pengetahuan lokal komunitas nelayan di Wakatobi. Seafood Savers merupakan upaya global, sebagaimana merupakan dampak globalisasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Dimensi kognitif yang 223 terdapat dalam aturan Seafood Savers adalah pola pengelolaan yang ramah lingkungan. Ramah lingkungan diartikan sebagai pola pengelolaan yang bersifat tidak merusak habitat ikan, ataupun mengakibatkan adanya perubahan pada ekosistem ikan karang. Sebagai contoh pelarangan penggunaan alat tangkap seperti bom, bius, trawl,merupakan pengetahuan Seafood Savers sebagai instrument pengelolaan perikanan berlanjut. Pengetahuan lokal nelayan Wakatobi sebelum adanya komoditas ikan konsumsi karang hidup, adalah memanfaatkan sumberdaya perikanan karang, hanya untuk keperluan sehari-hari. Pola penangkapannya pun, menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, yaitu dengan menggunakan pasi pancing ulur. Akan tetapi sejak masuknya pengusaha ikan karang hidup dari Hong Kong, dan mulai ikan karang hidup diperjual belikan, maka mereka mulai menggunakan alat yang efektif untuk menangkap ikan sekalipun itu adalah illegal. Aturan perikanan bertanggung jawab, belum bisa dikatakan berjalan sebagaimana idealnya. Aturan-aturan yang terkandung di dalam kaidah Seafood Savers, perlu dirumuskan tentang pengangkatan sistem nilai dalam dimensi normatif, kebudayaan dan pengetahuan lokal yang termaktud dalam dimensi kognitif serta perlu adanya pengakuan hak nelayan terutama permasalahan size ikan yang masuk dan adanya insentif ekonomi selain premium price perlu menjadi kajian lebih lanjut dalam merumuskan dan dimasukkan dalam agenda Seafood Savers. Hambatan-hambatan berjalannya aturan tentang minimum size, dikarenakan berkaitan dengan perongkosan. Hal ini sangat sulit dikontrol di lapangan. Nelayan tidak setuju dengan adanya batas ukuran ikan yang masuk ke perusahaan. Akan tetapi praktek-praktek perikanan ramah lingkungan yang terdapat dalam aturan Seafood Savers¸ nelayan sepakat akan hal tersebut. Kesadaran nelayan terhadap keberlanjutan lingkungan sudah mulai nampak akan tetapi tidak dalam hal ekonomi. Hal tersebut disebabkan setidaknya faktor-faktor yang menjadi alasan nealayan, yaitu: • Kondisi perongkosan melaut. Mahalnya BBM menjadikan alasan nelayan terikat dalam ikatan hutang kordinator atau ikatan kios. Belum terdapatnya kelembagaan formal yang menjamin 224 perongkosan melaut subsidi untuk nelayan menjadikan nelayan terikat hutang kordinator atau kios. Sehingga dalam sekali melaut, nelayan harus mendapatkan hasil untuk bisa menutupi perongkosan; • Minimum size tidak bisa dikontrol dalam penangkapan di lapangan. Ketika memancing tidak bisa memastikan mendapatkan ikan diatas 600 gram; • Masih terbuka pasar yang menerima ikan dibawah 600 grams; • Komoditas ikan konsumsi karang hidup menjadi komoditas yang tidak menentu, artinya dalam sekali melaut, nelayan tidak menentu untuk mendapatkan ikan. Sehingga memunculkan tindakan- tindakan illegal fishing, menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak, seperti pengunaan bius.

8.4. Interaksi Aktor dalam Memenuhi Aturan-Aturan Seafood Savers

Pola interaksi antar aktor dalam memahami dan melaksanakan program Seafood Savers dan aturan perusahaan, merupakan salah satu kajian hubungan sosial dan ekologi social ecological system. Terminologi umum menyebutkan bahwa interaksi aktor dalam pemanfaatan sumberdaya alam disebut dengan modal kultural capital cultural termasuk juga di dalamnya social capital dan institutional capital. Cultural capital, merupakan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdayanya natural capital. Proses pemanfaatan sumberdaya oleh masyarakat terdapat transformasi dari ecological service terhadap human made capital sehingga lahirlah konsep produced means of production. Cultural capital merujuk pada pengertian penggunaan adopsi ikatan sosial dan teknologi yang digunakan oleh komunitas dalam memanfaatkan sumberdaya alam Berkes and Folke, dalam Hanna and Munasinghe Ed 1995: 123. Berdasar hasil wawancara dan pengamatan di lapang, terdapat beberapa aktor yang terikat dengan aturan UD. PMB. dan program Seafood Savers, terutama aktor-aktor sebagai pemanfaat komoditas ikan konsumsi karang hidup yang masuk dalam keanggotaan UD. PMB. Ada beberapa kordinator yang menjadi anggota UD. PMB, yaitu: untuk daerah Wangi-Wangi: satu kordinator dan lima puluh lima nelayan anggota yang sudah mempunyai keanggotaan UD. 225 PMB. Untuk di Tomia, terdapat lima kordinator dan kurang lebih lima puluh nelayan di bawahnya. Dari hasil pemetaan aktor ditemukan aktor-aktor yang terlibat adalah: Tabel 8.5. Jumlah nelayan UD. PMB aktif 2012 Eksportir Penjaga Keramba Kordinator Nelayan terikat kordinator Nelayan Lepas UD. PMB Wangi-Wangi 1 Mola ±15 nelayan aktif ±35 nelayan Tomia 1 LenteaKldp ±5 nelayan aktif 2 Lamanggau ±10-30 nelayan aktif 1 Tomia Timur ±13 nelayan aktif Sumber data primer; keramba UD. PMB Wangi-Wangi dan Tomia, 2012. Aktor yang terlibat dalam pemanfaat komoditas ikan konsumsi karang hidup, adalah eksportir, penjaga keramba, kordinator, nelayan terikat hutang kordinator, dan nelayan lepas. Pola interaksi aktor yang terlibat produksi dalam komoditas ikan konsumsi karang hidup tidak berbeda jauh dengan interaksi aktor yang menjadi anggota UD. PMB. dan perusahaan sebagai “member” Seafood Savers maupun nelayan dan CV. JM yang bukan perusahaan non Seafood Savers. Dari hasil kajian di lapangan, setidaknya terbagi dalam tiga pola yaitu: antara nelayan dibawah kordinator UD. PMB. dengan nelayan bebas anggota perusahaan UD. PMB., nelayan bebas UD.PMB. dengan nelayan non Seafood Savers, kordinator dengan UD.PMB., dan kordinator UD. PMB. dengan perusahaan non Seafood Savers serta kordinator non anggota Seafood Savers dengan UD. PMB.. Hubungan aktor yang terlibat baik dalam anggota UD. PMB., maupun non anggota perusahaan non-Seafood Savers mempunyai beberapa perbedaan, yaitu ditujukan dalam gambar di bawah: 226 Gambar 8.2.a. Hubungan nelayan dalam keanggotaan SS maupun non-SS yang terikat dalam tiga eksportir di Wakatobi 2012. Diagram interaksi aktor dalam aliran produksi ikan karang serta mematuhi aturan perusahaan Seafood Savers CV. JM Perusahaan non SS UD. PMB Perusahaan SS N N N N N N N N N Kordinator besar Kordinator besar PengepulKordi nator Kordi nator kecil Kordi nator kecil Kordi nator kecil Kordi nator kecil Hubungan timbal balik, membeli dan menjual komoditas dalam satu perusahaan dan kordinator Hubungan timbal balik, membeli dan menjual komoditas diluar perusahaan dan kordinator proses pertukaran di luar perusahaan terkait dengan penjualan baby ukuran ikan 600 grams, dan terdapat ikatan hutang yang diberikan oleh perusahaan CV. JM terhadap kordinator Sumber: pengamatan di lapangan April-Juni 2012 227 Gambar 8.2.b. Hubungan nelayan dalam keanggotaan SS maupun non-SS yang terikat dalam tiga eksportir di Wakatobi 2012. Keterangan: 1. Nelayan bebas, anggota Seafood Savers; 2. Nelayan terikat hutang kordinator anggota SS; 3. Nelayan terikat non anggota Seafood Savers; 4. Kordinator anggota Seafood Savers; 5. Kordinator non Seafood Savers; 6. Ekportir Seafood Savers; 7. Eksportir non Seafood Savers. Pola hubungan antar aktor: a. Hubungan antara nelayan bebas SS dengan nelayan terikat non anggota SS; b. Hubungan antara nelayan bebas SS dengan Eksportir SS; c. Hubungan nelayan terikat kordinator dalam keanggotaan SS dengan kordinatornya; d. Hubungan nelayan terikat kordinator bukan non anggota SS e. Hubungan antara kordinator anggota SS dengan eksportir SS; f. Hubungan antara kordinator anggota SS dengan eksportir non SS; g. Hubungan antara kordinator non anggota SS dengan eksportir non SS; h. Hubungan antara nelayan non anggota SS dengan eksportir SS hanya terdapat dalam musim tangkap, musim timur; i. Hubungan antara kordinator non anggota SS dengan eksportir SS hanya terdapat dalam musim tangkap, musim timur. Aturan-aturan yang mengikat terhadap nelayan baik di bawah kordinator maupun nelayan lepas yang menjual langsung ke keramba, diatur oleh perusahaan UD. PMB. Untuk nelayan lepas, menggunakan kartu keanggotaan yang terdapat nomor keanggotaan di perusahaan keramba. Sedangkan untuk nelayan di bawah ikatan hutang kordinator di Mola, hanya kordinatornya yang mempunyai keanggotaan, namun nelayannya diakui dan didata dalam keanggotaannya oleh penjaga keramba. Hal ini cukup berbeda dengan sistem Aliran timbal balik, modal dan ikan. non SS ada pemberian modal dari CV. JMRtn ke kordinator, kemudian kordinatornya memberikan modal pinjaman ke nelayan, dan nelayan memberikan ikan. untuk anggota SS, UD. PMB, tidak memberikan modal sebagai panjarhutangan baik terhadap kordinator atau nelayan lepas. Tetapi di lapangan terjadi praktek, nelayan lepas meminjam solar ke UD. PMB. kemudian dipotong melalui pembayaran ikan yang masuk. Akan tetapi peminjaman solar tidak dalam jumlah banyak, biaysanya 5-20 liter. Aliran hubungan searah, terjadi ketika bukan nelayan non SSkordinator non SS menjual ke UD. PMB. hanya terdapat pada musim timur. Karena CV. JM tidak menerima ikan di musim timur Aliran komunikasi sesame nelayan lepas antara nelayan lepas anggota SS dengan non SS. Timbale balik ini terdapat komunikasi mengenai harga, eksportir. Dan kadang terjadi saling bantu membantu untuk bisa memasarkan ikannya. Missal untuk nelayan non SS bisa menjual ikan, lewat nelayan SS ke UD. PMB Sumber data primer, Wawancara Mendalam April-Juni 2012 1 2 3 4 6 7 5 a c g f e b d h i