219 Norma merupakan institusi yang mengatur nelayan dalam aktifitas penangkapan
ikan bagaimana nelayan berperilaku yang tepat dalam situasi tertentu. Sedangkan aturan adalah institusi yang mengatur dan melindung hak yang membedakan
antara hak milik pribadi dengan hak milik bersama. Kedinamisan institusi di Spermonde, tidak terlihat secara efektif, dikarenakan antara elemen konvensi,
norma dan aturan tidak muncul secara bersamaan. Hal ini dikarenakan terjadi hambatan yang disebabkan oleh interaksi antara nelayan dengan distribusi
sumberdaya perikanan mengalami hambatan dalam pengembangan dan pembangunan yang disebabkan oleh kebijakan lokal maupun nasional Deswandi,
2012. Munculnya Taman Nasional Wakatobi membawa paradigma tersendiri
untuk pengelolaan ikan karang yang termaktub dalam aturan pengelolaan kawasan konservasi Taman Laut Wakatobi. Aturan Taman Nasional sebagai aturan
konservasi melindungi kawasan dan biota di dalamnya dari ancaman dan tekanan kerusakan. Seafood Savers mencoba masuk sebagai pengelolaan sumberdaya
perikanan yang menekankan pada kepentingan ekonomi masyarakat dan keberlanjutan ekosistem. Kesamaan dari aturan Seafood Savers yang termaktub
dalam aturan target konservasi Taman Nasional Wakatobi, adalah: 1. Tidak menangkap ikan yang dilindungi, termasuk Napoleon; 2. Menjaga terumbu
karang dan SPAGs Spawning Agregation Sites sebagai tempat memijah ikan; 3. Tidak menggunakan alat yang bersifat merusak bubu, gancu, potassium dan
bom, 4. Tidak menangkap di zona inti, ataupun zona yang tidak diperbolehkan terdapat aktifitas penangkapan ikan RPTNW, 2008: 52-67.
Dimensi normatif, tentang pengelolaan sumberdaya perikanan karang hidup, berbasis pasar Seafood Savers, mempunyai tujuan kedepan sebagai
pengelolaan sumberdaya perikanan karang hidup yang bersifat responsible and sustainable. Praktek perikanan yang bertanggung jawab menuju keberlanjutan
sumberdaya perikanan karang hidup diyakini mampu untuk menjaga ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi jangka panjang. Responsibility
diartikan sebagai praktek pengelolaan dan pemanfaatan perikanan karang yang baik, memperhatikan kaidah-kaidah dalam aturan Marine Stewardish Council itu
sendiri.
220 Sedangkan dimensi regulatif Seafood Savers, menggunakan penilaian
indikator sebagai berikut:
1. Aturan;
Aturan dalam dunia perikanan berisi tentang hal-hal apa yang diperbolehkan dan dilarang untuk melakukan penangkapan ikan dan
dengan menggunakan dan cara apa ikan tersebut ditangkap, dimana lokasi penangkapannya, kapan terjadi penangkapan dan siapa saja yang boleh
menangkap Satria, 2009b: 15. Praktek Seafood Savers, dalam aturan sudah di terapkan mengenai tata cara penangkapan ikan yang ramah
lingkungan dan bertanggung jawab. Berdasar kajian di lapangan, praktek pelaksanaan Seafood Savers yang dijalankan oleh UD. PMB. sudah
terlihat efektif. Akan tetapi kendala terbesar lahir dari nelayan dengan masih terjadi penyimpangan terhadap aturan yang sudah diterapkan
perusahaan UD. PMB. Ditemukan di lapangan, salah satu nelayan yang menjadi anggota nelayan UD. PMB, di bawah kordinator melakukan
tindakan yang destructive fishing wawancara mendalam dengan pelaku, 22 Mei 2012. Kemudian, di lapangan, masih juga terjadi penangkapan
biota yang dilarang yang dilakukan oleh nelayan anggota di bawah kordinator pengamatan lapang dan tracking GPS ke-2 2 Mei 2012.
2. Hak;
Hak dari perusahaan UD. PMB. setelah melaksanakan praktek perikanan yang bertanggung jawab demi terwujudnya keberlanjutan perikanan akan
didapatkan melalui skema conditioning, dimana WWF Indonesia memberikan penilaian secara obyektif terhadap perusahaan. Perusahaan
mendapatkan hak untuk menggunakan logo Seafood Savers dan menjadi “member” atas upaya dan kerja kerasnya menjadi perusahaan yang
bertanggungjawab terhadap good practice fishing.
3. Pemegang otoritas;
Pemegang otoritas terdapat di WWF Indonesia, sebagai lembaga inisiatif Seafood Savers. WWF Indonesia menilai dan mengevaluasi UD. PMB.
dalam praktek perikannya. UD. PMB. mempunyai otoritas untuk memberlakukan aturan aturan perusahaan terhadap nelayannya sesuai
221 dengan kaidah-kaidah perikanan tangkap yang bertanggung jawab
terhadap lingkungan dan livelihood masyarakat.
4. Sanksi;
Supremasi sanksi terhadap aturan Seafood Savers belum bisa berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi, sejak UD. PMB. menjadi “member”
Seafood Savers, WWF Indonesia memberlakukan sanksi terhadap “member” nya, terhadap perusahaan yang dikemudian hari terdapat
kesalahan ataupun terbukti melakukan praktek perikanan yang bersifat merusak.
Sanksi dari aturan UD. PMB. terhadap nelayan dijalankan senagat tegas oleh pemilik UD. PMB., Upaya dari pemilik UD. PMB dengan
komunikasi dengan nelayan secara langsung melalui sms, untuk memantau nelayan dan kepala atau pekerja keramba. Tentunya hasil dari penerapan
sanksi di lapangan belum bisa dikatakan apakah efektif atau tidak. Hal ini terjadi, berdasar hasil wawancara dan pengamatan di lapang, setidaknya
dipetakan menjadi dua faktor yang mempengaruhi sanksi tidak bisa berjalan, yaitu : 1. Faktor internal, berkaitan dengan rasionalitas nelayan,
bahwa melaut harus mendapatkan hasil. Apapun yang ditemui akan di tangkap. Kontrol dari pihak perusahaan sangat lemah. Hal ini dikarenakan
adanya persaingan usaha sesama eksportir dan belum terakomodirnya wacana kebijakan Seafood Savers menjadi kebijakan yang didukung oleh
pemerintah. Perusahaan UD. PMB belum bisa mengkontrol ikan tersebut milik siapa, dan asalnya darimana. 2. Faktor eksternal, bahwa di
Wakatobi terdapat 3 ekportir yang beroperasi, dua diantaranya belum menerapkan prinsip-prinsip perikanan bertanggungjawab, praktek
perikanan yang baik good practice. Hal ini menjadi hambatan buat berjalannya sanksi. Nelayan, bisa masuk ke eksportir manapun dan
kordinator manapun, berkaitan dengan tinggi rendahnya harga dan ukuran minimum yang diterima.
5. Pemantaun dan Evaluasi
Pemantuan dan Evaluasi mengenai pengelolaan perikanan dipantau secara rutin oleh WWF Indonesia dan WWF Wakatobi, dengan melibatkan peran