Perbedaan Penafsiran tentang Keuangan Negara

melakukan korupsi dan menerima hadiah padahal patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Melanggar: Pasal 11 Undang-undang No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 56 ayat1 ke-1 KUHP Menjatuhkan pidana 10 tahun penjara, denda Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah, subsidair 6 bulan kurungan dan uang pengganti US 1.602.583.28, subsidair 1 satu tahun penjara.

D. Perbedaan Penafsiran tentang Keuangan Negara

Pada akhir-akhir ini timbul kekhawatiran bagi pejabat struktural di BUMN maupun di kalangan pejabat pemerintahan, baik yang bergerak di sektor penyedia jasa keuangan maupun di sektor pekerjaan proyek-proyek pembangunan yang diakibatkan adanya perbedaan yang tajam dalam hal interpretasi atas ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan permodalan suatu BUMN, kewenangan lembaga audit berkaitan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta pengertian keuangan negara yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Interpretasi atas jawaban pertanyaan: apakah “kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negaraperusahaan daerah itu termasuk keuangan negara Universitas Sumatera Utara atau tidak”, telah menimbulkan perbedaan persepsi di antara para akademisi, praktisi hukum dan pihak-pihak yang terkait dengan penegakan hukum. Perbedaan interpretasi itu semakin tajam apabila timbul kasus korupsi yang melibatkan para pejabat eksekutif pada BUMN. Pendapat pertama, mengatakan bahwa modal BUMN yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang merupakan penyertaan modal, pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip- prinsip perusahaan yang sehat, hal yang demikian merujuk pada Penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Kemudian dipertegas oleh Fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMAYudVIII2006 tanggal 16 Agustus 2006, dalam rangka menjawab surat Menteri Keuangan Nomor S- 324MK.012006 tanggal 26 Juli 2006 menjelaskan bahwa Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN berbunyi 240 : “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Lebih lanjut Pasal 4 ayat 1 Undang-undang yang sama menetapkan, bahwa yang dimaksud dengan “dipisahkan” adalah: “pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi 240 Marianna Sutadi; Surat Wakil Ketua Bidang Yustisial Mahkamah Agung Nomor:WKMAyud20VIII2006, tanggal 16 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat”. Oleh karena menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menegaskan bahwa modal BUMN yang berasal dari pemisahan kekayaan negara, pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, melainkan pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat GCG; dan lebih lanjut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan, terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas PT. Kementerian Negara BUMN menerbitkan Surat Edaran Nomor S- 298S.MBU2007 tanggal 25 Juni 2007 yang ditujukan kepada Direksi dan KomisarisDewan Pengawas BUMN bermaksud menyamakan persepsi mengenai pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh BUMN, yang pada pokoknya menjelaskan sebagai berikut: a Bagi pengadaan barangjasa oleh BUMN yang dananya berasal dari BUMNbukan dari dana APBN langsung, tidak berlaku Keppres Nomor 80 Tahun 2003, namun berpedoman pada ketentuan pengadaan barangjasa yang ditetapkan oleh Direksi di masing-masing BUMN. b Tidak diberlakukannya ketentuan pengadaan barang dan jasa instansi Pemerintah bagi BUMN didasarkan pada pertimbangan filosofis mengingat bahwa BUMN merupakan entitas bisnisbadan hukum privat, bukan instansi PemerintahLembaga Negarabadan hukum publik, dimana Universitas Sumatera Utara BUMN itu modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN. Konsekuensi dari pemisahan kekayaan negara tersebut, dan juga konsekuensi dari Pemerintah membentuk badan usaha persero yang berbentuk Perseroan Terbatas bukan membentuk Unit Pelaksana Teknis, adalah merelakan BUMN dalam melakukan kegiatan operasionalnya, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa, menggunakan kaidah-kaidah hukum korporasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian, maka BUMN dapat mengimbangi atau bersaing dengan perusahaan swasta. c Sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang BUMN, maka kekayaan negara yang ada pada BUMN hanya sebatas modalsaham, untuk selanjutnya dikelola secara korporasi sesuai dengan kaidah-kaidah hukum korporasi, tidak lagi dikelola berdasarkan kaidah- kaidah hukum kekayaan negara. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, mengingat ruang lingkup Keuangan Negara terdiri dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan kekayaan negara yang dipisahkan, maka dalam pengelolaan keuangan negara berlaku dua kaidah atau rezim hukum, yaitu kaidah hukum Keuangan Negara yang mengatur pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan APBNAPBD, dan kaidah hukum Korporasi yang mengatur kekayaan negara yang dipisahkan BUMNBUMD. Bagi BUMN memang berlaku kedua rezim hukum tersebut, namun rezim hukum Keuangan Negara hanya berlaku bagi Universitas Sumatera Utara BUMN sebatas yang terkait dengan permodalan dan eksistensi BUMN. Misalnya, di dalam Undang-Undang BUMN diatur bahwa pendirian, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, perubahan modal, privatisasi, dan pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dan bahkan dalam prosesnya melibatkan Menteri Teknis, Menteri Keuangan, Presiden dan DPR. Sedangkan tindakan-tindakan operasional di luar permodalan dan eksistensi BUMN, tunduk sepenuhnya kepada rezim Hukum Korporasi. Hal tersebut jelas dinyatakan dalam Pasal 11 Undang- Undang BUMN yang menyatakan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hubungan ini, Ridwan Khairandy dengan mengutip pendapat Erman Rajagukguk 241 , bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan perumusan mengenai keuangan negara dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa “Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak yang timbul”, karena: 241 Ridwan Khairandy, Konsepsi Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Dalam Perusahaan Perseroan, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 1, Tahun 2007, hl. 36 Universitas Sumatera Utara 1 berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah; 2 berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMNBUMD, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara”. Kekayaan negara yang dipisahkan dalam Persero secara fisik berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan milik Persero itu. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa seseorang baru dikenakan tindak pidana korupsi bila seseorang dengan sengaja menggelapkan surat berharga dengan jalan menjual saham tersebut secara melawan hukum yang disimpannya karena jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu melakukan perbuatan tersebut. Erman Rajagukguk menambahkan 242 bahwa dalam kenyataannya sekarang ini, tuduhan korupsi juga dikenakan terhadap tindakan Direksi BUMN dalam transaksi-transaksi yang didalilkan dapat merugikan negara. Dapat dikatakan telah terjadi salah pengertian dan penerapan apa yang dimaksud dengan keuangan negara. 242 Ibid. Universitas Sumatera Utara Begitu juga tidak ada yang salah dengan pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan perlaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Konsisten dengan konsep pemisahan kekayaan negara di atas, Erman Rajagukguk juga berpendapat bahwa kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN dalam lahirnya berbentuk saham yang dimiliki negara, bukan harta kekayaan BUMN tersebut. Munculnya kerancuan, menurut Erman Rajagukguk, mulai terjadi dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 berkaitan dengan pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang menyatakan 243 : “Pengertian yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek yang dimakud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subjek dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh objek sebagaimana tersebut di atas dimiliki negara, danatau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negaradaerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka pemerintahan negara. 243 Erman Raajagukguk, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26 No.1 Tahun 2007, hal 36 Universitas Sumatera Utara Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan”. Erman Rajagukguk menambahkan lagi 244 , kesalahan terjadi lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah. Pasal 19 menyatakan bahwa penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang Perusahaan NegaraDaerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya Pasal 20 menyatakan bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan pengahapusan secara mutlak atas piutang Perusahaan NegaraDaerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dengan demikian, peraturan ini tidak memisahkan kekayaan BUMN Persero dan kekayaan negara sebagai pemegang saham. Sehubungan dengan itu, Arifin P. Soeria Atmadja 245 berpendapat bahwa BPK-RI sebagai lembaga negara dan sebagai badan hukum publik, tidak tepat melakukan suatu pemeriksaan terhadap badan hukum privat PERSERO, dimana status hukum keuangannya berstatus hukum privat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, yang berbunyi sebagai berikut: “Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan Terbatas.” 244 Ibid, hal. 37. 245 Arifin P. Soeria Atmadja, “Badan Pemeriksa Keuangan Selaku Auditor dari Perspektif BUMN:, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 1, Tahun 2007, hal. 29. Universitas Sumatera Utara Namun demikian, di lain pihak secara tidak taat asas Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, mengatakan bahwa BPK berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kekacauan cara berpikir pembuat undang-undang ini menyebabkan status hukum Persero menjadi tidak jelas, di satu pihak Persero dikatakan sebagai badan hukum privat yang tunduk sepenuhnya pada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tetapi di lain pihak BPK-RI berdasarkan Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 sebagai badan hukum publik diberi kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap Persero sebagai badan hukum privat, dan hal ini tentu berdampak pula pada mekanisme dan tata cara pengelolaan, pertanggungjawaban, maupun pemeriksaannya. Pemisahan kekayaan negara ini mengandung makna pemerintah menyisihkan kekayaan negara untuk jadikan modal penyertaan sebagai modal pendirian perseroan atau untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan perseroan terbatas dalam meningkatkan kegiatan usahanya. Konsekuensi logis dari adanya penyertaan modal pemerintah pada perseroan terbatas adalah pemerintah ikut menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayainya. Dalam menanggung resiko atas kerugian usaha ini, kedudukan pemerintah tidak dapat berposisi sebagai badan hukum publik. 246 246 Arifin P. Soeria Atmadja, Aspek Hukum Kerugian Negara pada Perseroan Terbatas yang Sahamnya atara lain dimiliki oleh Pemerintah, Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, 2002, hal. 16. Universitas Sumatera Utara Pendapat Kedua, bahwa kekayaan negara yang dipisahkan yang merupakan modal yang disetor tersebut tetap merupakan keuangan negara, hal ini berdasarkan: a. Pengertian keuangan negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Menyimak isi Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Berdasarkan Pasal 11 ayat 1 wujud pengelolaannya dilakukan sesuai dengan sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. b. Pengertian Keuangan Negara menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Pasal 1 angka 7, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang , serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Lebih lanjut pada Penjelasan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006, Pasal 6 ayat 1 menegaskan yang dimaksud dengan “keuangan negara” meliputi semua unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam undang- undang yang mengatur tentang keuangan negara. Universitas Sumatera Utara Adapun unsur keuangan negara tersebut menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 meliputi: a hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c penerimaan negara; d pengeluaran negara; e penerimaan daerah; f pengeluaran daerah; g kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negaraperusahaan daerah; h kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan danatau kepentingan umum; i kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Berdasarkan bagian Penjelasan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : 1 berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; 2 berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Universitas Sumatera Utara Penulis berpendapat untuk mengatasi perbedaan penafsiran mengenai kekayaan negara yang dipisahkan yang diperuntukkan bagi penyertaan modal pada BUMN perlu diadakan “harmonisasi hukum” dengan cara melakukan amandemen terhadap pasal-pasal yang mengatur keuangan negara yang terdapat dalam Undang- Undang Keuangan Negara, Undang-undang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, dan Undang-Undang BUMN. Demikian juga halnya Kepres Nomor 80 Tahun 2003 dan Surat Kementerian BUMN Nomor : S-298S.MBU2007 tanggal 25 Juni 2007 perlu direvisi dan diselaraskan sesuai dengan political will pemerintah, oleh karena Surat Edaran Kementerian lebih rendah dan tidak bisa mengalahkan suatu Keputusan Presiden KEPRES. Dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah, ada perbedaan mendasar antara Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 dengan Peraturan Menteri BUMN No. 5 Tahun 2008. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 dan perubahannya mengatur mengenai pengadaan barang danatau jasa yang dibiayai oleh dana APBN, termasuk pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh BUMN dan dibiayai oleh dana APBN. Sedangkan, Peraturan Menteri BUMN No. 5 Tahun 2008 mengatur mengenai pengadaan barang danatau jasa yang dilakukan oleh BUMN dengan pendanaan di luar APBN, termasuk pinjamanhibah dari luar negeri PHLN, baik yang dijamin maupun tidak dijamin oleh Pemerintah. Untuk pengadaan barangjasa yang dilakukan oleh BUMN yang pembiayaannya sebagian atau keseluruhannya dibebankan pada APBNAPBD harus tunduk pada Universitas Sumatera Utara Keppres No. 80 Tahun 2003. Pengadaan barangjasa BUMN yang pembiayaannya tidak dibebankan pada APBN dapat menggunakan ketentuan Direksi masing- masing BUMN, berupa ketentuan internal Standard Operating ProceduresSOP, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri BUMN No. 5 Tahun 2008. 247 Dengan demikian perbedaan mendasarnya adalah bahwa Keppres No. 80 Tahun 2003 menentukan bahwa pada prinsipnya pelaksanaan tender harus dilakukan secara terbuka dan bersaing serta transparan dalam hal tata cara dan peserta tender. Sedangkan Peraturan Menteri BUMN No. 5 Tahun 2008 mengatur bahwa pengadaan barang dan jasa oleh BUMN tidak wajib melalui tender, dan dapat diatur ketentuan internal bagi masing-masing BUMN.

E. Pertanggungjawaban Penyelewengan Terhadap Kekayaan Negara dalam