Program Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN

pemahaman atas pelaksanaan pedoman GPG dalam kegiatan sehari-hari. e. Melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal yang independen untuk memastikan penerapan GPG secara berkesinambungan. Hasil penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pengawasan serta disediakan untuk dapat diakses oleh masyarakat luas. 3. Agar pedoman GPG dapat diterapkan dengan baik diperlukan adanya tiga hal yaitu : a. Penyelenggara negara yang mendukung dan menciptakan suasana agar GPG tidak hanya merupakan pedoman diatas kertas tetapi dilaksanakan dengan baik. b. Penyelenggara negara yang berperilaku sebagai teladan dan melakukan sosialisasi pedoman GPG bagi seluruh jajarannya. c. Sanksi yang konsekuen terhadap pelanggaran nilai-nilai, etika dan pedoman perilaku penyelenggara negara dan jajarannya.

D. Program Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN

Program rektrukturisasi dan privatisasi BUMN dimaksudkan untuk value creation, adalah langkah strategik yang bahkan di dunia internasional telah terbukti mampu meningkatkan kinerja dan daya saing state owned enterprise SOE, misalnya Universitas Sumatera Utara privatisasi maskapai penerbangan Malaysia MAS yang mengubah maskapai tersebut menjadi salah satu maskapai yang efisien di Asia Tenggara. Tetapi perlu dicatat bahwa berbagai langkah strategik ini membutuhkan pondasi yang kuat. Pondasi ini mencakup penerapan prinsip-prinsip CGC secara serius dan konsisten serta upaya reformasi budaya korporasi. Penerapan GCG secara serius dan konsisten dapat memberikan jaminan bahwa aset-aset BUMN dikelola untuk kepentingan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Kerangka kerja coporate governance yang diimplementasi secara efektif akan mampu menjamin bahwa manajemen bertanggung jawab penuh atas kinerja BUMN dan pemegang saham sebagai pemilik dapat memantau manajemen secara efektif serta dapat melindungi kepentingan para stakeholder lainnya. 278 Oleh sebab itu, reformasi budaya seharusnya juga merupakan inti dari reformasi BUMN menuju organisasi bisnis yang kuat dan sehat. Berbagai teori corporate turnaround atau manajemen pemulihan perusahaan yang sakit menempatkan reformasi budaya sebagai faktor sentral bagi pemulihan berjangka panjang. 279 Implementasi GCG dan reformasi corporate culture adalah dua pondasi kokoh yang paling terkait satu sama lain. Implementasi GCG tanpa perubahan budaya korporasi tidak lebih dari sekedar compliance kepatuhan terhadap regulasi dan asesoris yang tidak berguna. Sebaliknya, upaya mengubah corporate culture hampir 278 I Nyoman Tjager, et.all, Op.Cit., hal. 208-209. 279 Lihat misalnya Michael Teng, Op. Cit.; Dominic DiNapoli, ed, Workaouts and Turnaround II: Global retrukturing Strategies of the Next Century: Insights From the Leading Autorities in the Field, New York, 1990; Andriola, John Wiley, Corporate Crisis Management, New Jersey: Petrocelly Books, 1985. Universitas Sumatera Utara tidak mungkin berjalan jika prinsip-prinsip GCG tidak diterapkan dalam “governance system” korporasi. 280 Dalam segi praktiknya ada 3 tiga karakteristik yang melekat dalam praktek good governance. Pertama, praktik good governance harus memberi ruang kepada pihak diluar penyelenggara negara untuk berperan secara optimal sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara mereka. Kedua, dalam praktik good governance terkandung nilai-nilai yang membuat penyelenggara negara maupun swasta dapat lebih efektif bekerja dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Nilai- nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik good governance adalah praktek bernegara yang bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada kepentingan publik. Karena itu praktek penyelenggaraan negara dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik. 281 280 I Nyoman Tjager, et.all, Op.Cit., hal. 208-209. Dapat ditambahkan bahwa British Airways adalah contoh bagaimana perubahan dalam budaya perusahaan memberikan keunggulan kompetitif. Pada tahun 1981, British Airways mengalami kerugian hampir sebesar US 1 miliar. Konsumen sering kali menyebutnya dengan inisial BA, maksudnya bloody awful. Tetapi lima tahun setelah Inggris mengumumkan privatisasi British Airways, tingkat keuntungannya di antara yang tertinggi dalam industri terkait. Peningkatan pelayanan sangat menakjubkan. Apakah penjelasan memuaskan untuk perubahan ini? Jawabannya banyak ditemukan dalam revolusi budaya perusahaan di seluruh lini yang di rancang oleh manajemen puncak perusahaan. Lihat Khandwalla, PRADIP No.1 Turnaround Excellence: Insights from 120 Cases, Thausand Oaks, CA: Sage Publications, 2001. 281 Mas Achmad Daniri, “Aspek Governance Badan Usaha Milik Negara”, http:www.governance- indonesia.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=63Itemid=2 Universitas Sumatera Utara Sehubungan efisiensi dalam program privatisasi BUMN, pengurangan peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi dan pengisian sebagian peranan tersebut oleh swasta, jadi privatisasi, adalah hal yang oleh pemerintah sendiri dinilai perlu untuk diadakan sepanjang tidak menyangkut hal-hal yang dinilai vital dalam ekonomi nasional. Hal yang terakhir ini mencakup peranan dalam jasa-jasa publik listrik, air minum, perkeretaapian, pertahanan dan industri pertahanan serta strategis kebijaksanaan serta perencanaan dan kebijaksanaan umum makro ekonomi yang memang selalu di setiap negara sedang berkembang diwarnai oleh kendali pemerintahan yang dinamis? Tapi gerak kegiatan berupa peraturan, perizinan, tata aturan yang pada sumbernya adalah hanya merujuk pada kekuasan pemerintah dalam bentuk economic rent, tampak semakin lama semakin dirasa tak efisien. Pada masa bonanza minyak, inefisiensi ini bisa dikompensasi dengan budget besar yang mampu mensubsidi baik aspek keadilan Inpres, SD, Inpres Desa dan Kabupaten, Puskesmas maupun pada aspek ekonomi kontrak melalui budget untuk kontruksi dan supply barang-barang dimana termasuk barang-barang substitusi impor yang diproteksi, seperti mobil dan kendaraan bermotor, sehingga ekonomi bertumbuh pesat. Tapi kini hingga setidak-tidaknya 19881989, praktis perluasan budgeter tidak lagi bisa diharapkan. 282 282 Richard Higgot dan Richard Robinson ed Southeast Asia – Essays In The Political Economiy of Structural Change, London: Roautledge Kegan Paul, 1985. Universitas Sumatera Utara Masalah efisiensi dan alokasi optimal sumber-sumber memaksa situasi di mana peranan pemerintah atau badan-badan yang dikuasai negara, misalnya dibuat kategorisasi sebagai berikut 283 : a. Bank-bank negara. b. BUMN di sektor sumber-sumber yang mempersiapkan infrastruktur, bertindak sebagai terminal-terminal bagi alokasi minyak, hutan dan konsensi mineral, mengawasi perjanjian bagi hasil dan mengumpulkan pajak dan royaliti. c. BUMN yang bergerak dalam investasi langsung dalam produksi acapkali dalam bentuk joint venture dan property, konstruksi, sumber-sumber, dan lebih penting lagi dalam industri substitusi impor semen, petrokimia dan besi baja. d. Organisasi negara dan BUMN yang mengorganisir proses distribusi, penyimpanan dan penentuan harga dari kebutuhan, pokok seperti Bulog. Dari kategori tersebut di atas dapat dilihat luasnya lingkup pengaruh kegiatan pemerintah. Sementara itu lepas dari kategori tersebut peranan pemerintah melalui aparat-aparatnya seperti Bea Cukai, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Darat Udara, Imigrasi, berpengaruh besar sekali dalam memperlancar arus keluar masuk barang dan jasa. Keputusan dipermudahnya visa bagi turis saja, dalam jangka panjang bila disertai perbaikan prasarana dan efisiensi sektor turisme, akan mampu 283 Ibid. Universitas Sumatera Utara meningkatkan devisa kita. Bila memang disetujui bahwa dalam tahap sejarah kini diperlukan gerak privatisasi menuju efisiensi. 284 Langkah pertama privatisasi yang ditetapkan pemerintah dengan penerapan Inpres No. 4 Tahun 1985 pada dasarnya telah mengubah lanscape tata niaga ekspor dan impor serta antar-pulau. Pertanyaannya apakah langkah pertama tadi akan dilanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya? Kecenderungan seperti itu tampaknya ada, bahwa pemerintah akan mengurangi berbagai ketentuan yang dinilai menghambat iklim usaha sebagaimana dinyatakan sebelumnya dengan Inpres No. 5 Tahun 1984. Begitupun Inpres No. 4 Tahun 1985 menunjukkan bahwa dalam implementasinya timbul masalah yang menyangkut segi-segi ekonomi teknis, politis dan sosial. Biaya sosial dari dirumahkannya sebagian aparat bea cukai pada saat ini masih belum bisa dihitung dampak dan akibatnya. Sementara itu pihak SGS sendiri mengakui masih seretnya implementasi Inpres No. 4 Tahun 1985 dari segi-segi prosedur dan administrasi, hal yang wajar karena ia baru berlangsung tiga bulan. Namun begitu seandainya Inpres No.4 Tahun 1985 betul-betul berhasil dan meningkatkan ekspor nonmigas misalnya, tetap saja ada social cost yang harus dibayar yang arah dan dampak perwujudannya masih sulit untuk diperkirakan pada perekonomian nasional. 285 Sampai dengan tahun 2008, total BUMN yang merugi masih berjumlah 22 BUMN. Tahun 2009 berdasarkan data Kementerian BUMN akan disusutkan menjadi 12 BUMN. Di sisi lain, pada tahun 2009 jumlah BUMN yang menghasilkan laba tercatat 130 BUMN. Jumlah BUMN yang menghasilkan laba tersebut lebih banyak dibandingkan 2008 yang 284 Hadi Soesatro, et.al, Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir Bagian 4, Yogyakarta : Kanisius, 2005, hal. 122-123. 285 Ibid, hal. 124. Universitas Sumatera Utara hanya 120 BUMN, dari total 142 BUMN. Untuk program restrukturisasi di tahun 2009, Sofyan Djalil mengatakan sepuluh BUMN masuk program restrukturisasi 2009 melalui PT Perusahaan Pengelola Aset PPA. Karena mengalami kesulitan keuangan. “Sepuluh BUMN masuk menjadi “pasien” PPA untuk disehatkan kinerja keuangannya. Sepuluh BUMN tersebut, antara lain PT Merpati Nusantara Airline, PT PAL Indonesia, PT Industri Gelas, PT Djakarta Dlloyd, PT Hotel Indonesia Natour, PT Semen Kupang, PT Kertas Kraft Aceh. 286 286 “Kinerja Prospek BUMN Semakin Baik, Proyek Ivestasi, BUMN: Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi”, Business Review, Edisi 11, 7 Februari 2009, hal. 13 Universitas Sumatera Utara Tabel 5 Sepuluh BUMN untung KONTRIBUSI RP 000 NO BUMN 2004 2005 1 PT Pertamina 8,869,054.00 15,440,244.00 2 PT Telekomunikasi Tbk 6,190,209.00 7,955,000.00 3 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk 3,633,228.00 3,808,587.00 4 PT Semen Gresik Tbk 520,590.00 1,022,568.00 5 PT Perusahaan Gas Negara Tbk 474,338.00 862,013.00 6 PT Pupuk Sriwidjaja 761,991.00 848,698.00 7 PT Aneka Tambang Tbk 807,109.00 841,936.00 8 PT Peaban Indonesia II 520,423.00 737,960.00 9 PT Jamsostek 421,064.00 640,837.00 10 PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 419,802.00 467,060.00 Total 22,556,802.00 32,627,903.00 Sumber: Gunarto Suhardi, Revitalisasi BUMN, 2007. Tabel 6 Sepuluh BUMN rugi KONTRIBUSI RP 000 NO BUMN 2004 2005 1 PT Perusahaan Listrik Negara 2,021,366.00 4,920,594.00 2 PT Pann Multi Finance 1,240,513.00 13,249.00 3 PT Garuda Indonesia 811,312.00 691,609.00 4 PT Merpati Nusantara 398,926.00 270,000.00 5 PT Pelayaran Nasional Indonesia 251,502.00 250,470.00 6 PT Brantas Abipraya 151,892.00 1,726.00 Universitas Sumatera Utara 7 PT Kertas Kraft Aceh 125,227.00 n.a. 8 PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari 74,869.00 118,518.00 9 PT ASEAN Aceh Fertilizer 115,902.00 n.a. 10 PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 49,685.00 30,364.00 Total 5,282,839.00 6,237,627.00 Sumber: Gunarto Suhadi, Revitalisasi BUMN, 2007. Tabel 7 Komposisi BUMN 287 Komposisi BUMN BUMN 2008 2009 Jumlah BUMN Rugi 22 12 Jumlah BUMN Laba 120 130 Jumlah BUMN 142 142 Sumber: Kementerian Negara BUMN. Akhir-akhir ini, persoalan yang cukup mengemuka ke permukaan adalah bagaimana membuat BUMN back on track, menjadikan BUMN benar-benar sebagai entitas korporasi dan bukan sebagai entitas birokrasi, adalah makna dasar dari reinventing BUMN. Di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, konsep BUMN sebagai korporasi sudah dicanangkan, akan tetapi implementasinya masih belum dapat dilaksanakan hingga akhir Kabinet Gotong Royong di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekarang. Hal itu dapat terjadi mungkin dikarenakan keterbatasan waktu, kesibukan pejabatnya, 287 Ibid Universitas Sumatera Utara atau ada pandangan “berbeda” dengan BUMN, sehingga BUMN tetap menjalani diri sendiri sebagai “lembaga panggilan”, yang sewaktu-waktu dapat dipanggil otoritas yang bahkan tidak ada kaitan dengannya tanpa bisa menolak. 288 Kementerian BUMN pada masa Kabinet Indonesia Bersatu menilai bahwa konsep reinventing BUMN, dalam arti mengembalikan BUMN ke khittahnya, adalah konsep yang paling tepat. Bahkan, karena Menteri BUMN Sugiharto yang merevitalisasi konsep dasar reformasi BUMN yang dirumuskan pada tahun 1999, yaitu reinvensi BUMN melalui track restrukturisasi, profitisasi, dan privatisasi, dengan menegaskan bahwa BUMN adalah entitas korporasi, bukan yang lain. Komitmen bahwa BUMN sebagai entitas korporasi juga sering disampaikan melalui pernyataan Sekretaris Menteri, antara lain pada penyegaran Komisaris BUMN, bahwa kantor Menteri BUMN adalah “orang tua” bagi BUMN. Maka tidak akan ada lagi kejadian BUMN dipanggil secara semena-mena oleh lembaga yang tidak berkaitan langsung dengan BUMN. Jika pun ada, BUMN tersebut akan didampingi oleh kantor Menteri BUMN. 289 Komitmen Kementerian BUMN dibawah pimpinan Sugiharto tersebut selanjutnya adalah memperkuat pemikiran tentang pembentukan superholding BUMN. Wacana sebelumnya, yang banyak ditentang oleh sejumlah kalangan, diangkat kembali dengan cara yang lebih “halus’, yaitu dengan mengadakan pertemuan reguler BUMN, yaitu Breakfast Meeting yang diisi oleh pembentukan 288 Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, Jakarta : Gramedia, 2008, hal. 221-251. 289 Ibid. Universitas Sumatera Utara Forum-forum BUMN yang nantinya “digelindingkan” oleh masing-masing BUMN dengan harapan berkembangnya pola bottom-up. Untuk itu, prosesnya diharapkan dapat berkembang dengan cepat sehingga proses holdingisasi pun berjalan lebih cepat. 290 Komitmen tertinggi tentang BUMN justru disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 2006 lalu, beliau menyampaikan bahwa meskipun privatisasi dimasukkan sebagai pembiayaan anggaran, namun sumber pembiayaan privatisasi dirancang pada tingkat yang cukup rendah karena pemerintah menyadari bahwa program privatisasi tidak seharusnya ditujukan semata-mata untuk memenuhi pembiayaan defisit APBN. Tetapi yang lebih penting adalah upaya penyehatan dan peningkatan kinerja BUMN sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Oleh sebab itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi dukungan dengan menetapkan setoran deviden BUMN Rp 16,2 triliun turun 30,6 , yaitu Rp 23,3 triliun 12 triliun dari Pertamina dan 11,3 triliun dari BUMN non-Pertamina guna memberikan tambahan “ruang bernafas” bagi BUMN. Pemberian ruang gerak yang lebih luwes untuk dapat mereinvensi dirinya secara “mandiri”, atau melalui cara-cara korporasi, bukan birokrasi. Namun persoalannya adalah apakah peluang untuk mengelola reinvensi BUMN ini sudah dipahami atau justru sebaliknya dicemaskan, mengingat reinventing BUMN tidak mudah dilaksanakan. Lebih-lebih lagi BUMN tengah 290 Ibid. Universitas Sumatera Utara menghadapi sejumlah masalah penting yang harus segera diselesaikan, yang anatara lain 291 : Pertama, kontradiksi kebijakan UU BUMN mengamanatkan bahwa BUMN adalah entitas bisnis karena merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Namun, UU No. 172003 tentang Keuangan Negara masih menganggap BUMN sebagai bagian dari birokrasi negara sehingga harus diperiksa dan diperlakukan dengan tata cara negara. Hal ini sangat dirasakan, terutama berkenaan dengan audit perusahaan. Bank BUMN yang sudah Terbuka dapat diaudit oleh lima lembaga sekaligus, yaitu Bank Indonesia, pasar modal, auditor independen, BPKPdan BPK. Kedua, kontradiksi diperlakukan kepada BUMN yang memunyai masalah liabilitas. Sebagian besar BUMN pasti punya utang kepada pemerintah. Swasta sebelumnya tidak punya utang kepada pemerintah. Namun, ketika terjadi rekapitalisasi perbankan dan pembentukan BPPN, semua pinjaman swasta menjadi beban pemerintah. Perusahaan swasta yang masuk BPPN diurusi dengan cara bisnis, antara lain dengan melihat kemampuan bayar utang yang bersangkutan, dan setelah itu model pembayarannyapun diatur, ada yang dapat potongan, ada yang dapat penjadwalan utang. Kemudahan-kemudahan seperti itu sudah sepatutnya juga diberikan kepada BUMN, setelah melalui asesmen khusus. Masalahnya, utang kepada negara, yang biasanya disetujui Departemen Keuangan, tidak dapat diperlakukan setara. Pada saat ini Depkeu sedang merencanakan kebijakan 291 Ibid. Universitas Sumatera Utara penghapusan beberapa jenis pinjaman di BUMN, untuk dapat diselesaikan dengan cara korporasi, bukan birokrasi. Sejumlah BUMN yang mempunyai masalah khusus, seperti Merpati, PPD, atau Pelni, perlu mendapatkan special treatment. Ketiga, pengawasan yang sedikit berlebihan terhadap BUMN sehubungan dengan isu korupsi. Pada beberapa kasus yang terjadi di BUMN, yang mengakibatkan sejumlah CEO-nya ditahan, isunya sudah terjadi perbedaan persepsi yang sangat tajam antara korupsi bagi pejabat penegak korupsi dan corporate-discretion. Fakta-fakta ini mendorong sejumlah pimpinan BUMN mengusulkan kepada Kementerian BUMN agar keputusan menteri yang berisi The Do and the Dont dijadikan common yardstick, yang juga berlaku bagi para penegak hukum. Bagi penegak hukum yardstick bersifat birokrasi, sedangkan bagi BUMN bersifat korporasi. Keempat, sudah waktunya pemilik BUMN memperdayakan wakil- wakilnya, yaitu Komisaris BUMN dan Direksi BUMN. Pengalaman dimasa lalu birokarasi lebih menentukan keputusan birokrasi dari pada para eksekutif dalam BUMN sudah waktunya ditinggalkan. Tugas Kementerian BUMN dan Depkeu adalah memastikan bahwa mereka memilih the right to run the business. Campur tangan birokrasi hanya membuat mereka belepotan karena jika ada kesalahan, yang seharusnya bertanggung jawab adalah Komisaris – Direksi. Delegasi kewenangan adalah kata kuncinya, sama seperti yang diajarkan Principal Agent Theory. Pada dasarnya tujuan pokok pelaksanaan reinventing BUMN adalah the real corporation. Secara makro, tujuan reinventing BUMN memang untuk membangun Universitas Sumatera Utara ketahanan ekonomi nasional. Namun sebagai korporasi, akuntabilitas BUMN tetap pada kelembagaannya sendiri. Dalam hal ini, yang penting diperhatikan adalah bagaimana langkah dan cara yang ditempuh agar BUMN menjadi korporasi yang mampu memberikan best services, sehingga keuntungan yang optimal diperoleh. Dengan kata lain, melalui best performance itulah BUMN mengontribusikan diri sebagai aktor penting dan relevan dalam membangun ketahanan ekonomi nasional. 292 Meneg BUMN Sofyan Djalil mengatakan bahwa dengan menjadi holding, birokrasi dapat dipangkas sehingga keputusan yang diambil oleh direksi bisa cepat dilaksanakan. Untuk pencepatan pembuatan keputusan, maka direksi harus diberdayakan. Sebuah mekanisme korporasi yang kuat harus terkenal karena efisiennya, kecepatan dalam mengambil keputusan, dan respon pasar. Intinya adalah keputusan apapun boleh dibuat asalkan memenuhi lima syarat. Pertama, keputusan dibuat harus dengan good faith atau itikad baik. Tidak ada pertimbangan lain kecuali keputusan yang terbaik untuk perusahaan. Kedua, keputusan dibuat dengan care 292 Terutama bagi setiap CEO BUMN, this is a call of duty. Dan reinventing BUMN itu sendiri akan lebih efektif jika Kementerian BUMN menetapkannya dalam suatu strategic policy. Untuk itulah, kegiatan seminar dan bentuk penggalangan gagasan lainnya dengan tema “BUMN dan Ketahanan Ekonomi Nasional” adalah benar-benar relevan. Dengan dilaksanakannya program privatisasi pada tahun 2002 diharapkan dapat mendatangkan banyak manfaat, antara lain : i menghasilkan dana untuk menutup devisit APBN 2002; ii meningkatkan kerja BUMN yang diprivatisasi; iii terselenggaranya prinsip-prinsip good gevernance dalam pengelolaan BUMN; iv meningkatkan kemampuan BUMN untuk mengakses peluang di pasar internasional; v terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari investor ke BUMN yang diprivatisasi; dan vi terjadinya perubahan budaya kerja yang mengarah pada peningkatan kinerja BUMN. Sementara itu, dari sisi pelaksanaan privatisasi, hendaknya dicari strategi-strategi yang tepat agar pelaksanaan privatisasi tidak menimbulkan resistensi dari pihak-pihak terkait. Ibid. Universitas Sumatera Utara yakni penuh dengan kehati-hatian. Apa standarnya? Mahkamah Agung MA Amerika mendefinisikannya sebagai standar sebagaimana orang yang rata-rata membuat keputusan untuk kepentingan dirinya sendiri, tentang harta pribadinya. Penuh kalkulasi. Artinya, kalau ini harta saya apakah akan saya lakukan hal ini? Kalau saya tidak akan lakukan maka keputusan perusahaan juga tidak boleh saya lakukan untuk itu. Ketiga, diligent artinya dengan penuh investigasi. Kalau tidak tahu, harus minta pendapat dari konsultan independen sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan yang terbaik. Keempat, independen artinya tidak ada yang injak kaki. Bukan keputusan karena order orang lain. Kelima, bebas dari konflik kepentingan. Bukan karena ada keluarga kita, ada kepentingan bisnis pribadi, dan lain sebagainya. 293 Kedepan BUMN dihadapkan pada pasar yang semakin luas, dengan persaingan yang semakin ketat pula. Potensi pasar tidak hanya terbatas di pasar dalam negeri tetapi juga di pasar luar negeri, dan pesaing dari luar negeri juga akan memperebutkan pasar yang ada di dalam negeri. Untuk dapat mengantisipasi peluang dan ancaman tersebut, BUMN harus mempersiapkan diri dengan menciptakan produk barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, berkualitas baik, dan dengan harga yang kompetitif. Bermodalkan kemampuan di bidang keuangan saja tentu belum cukup memberikan jaminan bahwa BUMN akan mampu survive dan bersaing di pasar global. Di samping itu, BUMN juga harus memanfaatkan teknologi 293 Lihat “Menneg BUMN Sofyan Djalil: BUMN Harus Berdayakan Direksi dan Komisaris”, Media Pertamina, EDISI NO: 07 Tahun XLIV, 18 Februari 2008. Universitas Sumatera Utara yang tepat untuk menciptakan produk barang dan jasa yang berkualitas baik. Maka dengan teknologi tersebut, BUMN harus mampu menciptakan proses bisnis internal yang efisien guna menghasilkan produk bermutu dengan harga yang kompetitif pula. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas para karyawan BUMN sejalan dengan perkembangan teknologi yang dimanfaatkan. Untuk itu setiap karyawan harus memiliki kesadaran yang tinggi dan motivasi yang kuat. 294 Dapat diprediksi bahwa privatisasi dapat mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia apabila setelah privatisasi BUMN mampu : 1 tetap survive dengan terus mengalami perkembangan dan kemajuan di masa depan; 2 menghasilkan keuntungan; 3 memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi, serta masyarakat yang ada disekitarnyta. Untuk itu privatisasi harus mampu : 1 meningkatkan kinerja BUMN, 2 menerapkan prinsip-prinsip good gevernance dalam pengelolaan BUMN, 3 meningkatkan akses ke pasar internasional; 4 terlibat dalam transfer ilmu pengetahuan dan teknologi; 5 terlibat dalam perubahan budaya kerja; dan 6 menutup devisit APBN. Dalam hal ini, peningkatan kinerja BUMN diharapkan bukan hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi juga pada jangka panjang. Untuk itu, fokus perhatian bukan hanya pada 294 Dalam persaingan global batas wilayah suatu negara dapat dengan mudah dimasuki produsen-produsen asing yang menjual produk-produk berkualitas tinggi dengan harga sangat kompetitif. Oleh sebab itu BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta memperluas jaringan pasar pada tingkat nasional dan internasional. Dengan privatisasi, terutama dengan metode strategic sale kepada investor luar negeri, BUMN diharapkan memiliki partner yang mempunyai akses lebih baik di pasar global. Karena kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat mendorong BUMN untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri. Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.Cit., hal. 221-251. Universitas Sumatera Utara perspektif keuangan, tetapi harus lebih konprehensif dengan memperhatikan perspektif konsumen, proses bisnis internal, perubahan dan pembelajaran. 295 Sebagaimana diketahui bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam proses produksi menghasilkan produk dalam tempo yang lebih cepat, dengan kualitas yang lebih baik, serta harga pokok yang lebih kompetitif. Bidang pemasaran teknologi baru, khususnya teknologi informasi, dapat dipakai sebagai sarana strategis untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan berkualitas dengan customer serta para supplier. Privatisasi diharapkan dapat memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN akan mampu memberikan saran kepada para karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan mengembangkan diri sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas, dengan para kompetitif. Dengan masuknya investor baru melalui proses privatisasi diharapkan akan dapat menciptakan suasana kerja baru yang lebih produktif, dengan visi, misi dan strategi baru pula. Dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan tenologi baru yang diadopsi BUMN setelah proses privatisasi, maka perubahan suasana kerja ini nantinya menjadi pemicu perubahan budaya kerja dan proses bisnis internal yang lebih efisien. 296 295 Dalam menjalankan tugasnya, menajemen BUMN dituntut untuk lebih tranparan serta mampu menerapkan prinsip good corporate governance. Manajemen BUMN harus sadar bahwa setelah privatisasi, pengawasan bukan hanya dipihak pemerintah, tetapi juga dari investor yang menanamkan modalnya ke BUMN tersebut. Ibid. 296 Ibid. Universitas Sumatera Utara Kata kunci untuk kemajuan BUMN di masa mendatang adalah dengan mencontoh praktik pengelolaan perusahaan seperti di Singapura yaitu profesionalisasi, bukan ”hanya” privatisasi semata atau dengan lain perkataan pengimplementasian GCG dilakukan sepenuhnya guna memberdayakan BUMN. Dalam pengelolaan BUMN, penegakan prinsip GCG bukan saja tugas direksi BUMN, melainkan juga pemegang sahamnya Pemerintah. Dalam hal ini, pengelola BUMN komisaris dan direksi dan pemilik saham secara bersama-sama melaksanakan corporate governance, dengan meletakkan manajemen profesional sebagai pengelolaan usaha. Hal itu perlu dilakukan mengingat salah satu bias governance adalah terlalu kuatnya campur tangan pemilik dalam perusahaan sehingga membuat perusahaan itu sendiri tidak mampu mengembangkan corporate governance. Sebab kita ketahui bahwa Pemerintah bukan saja Presiden dan Kabinet, melainkan juga Parlemen DPR. Bagi pemerintah sendiri sebagai pemegang saham, tantangannya adalah sejauh mana kesediaan mereka untuk meletakkan BUMN sebagai sebuah lembaga bisnis yang mandiri dan dikelola sebagaimana layaknya sebuah bisnis entitas korporasi, dan bukan sebagai bagian dari oraganisasi publikpolitik atau bagian dari kekuasaan. Kalau BUMN tidak dikelola secara binsis layaknya, maka pelaksanaan corporate governance di BUMN pasti akan mengalami kendala besar, yang pada gilirannya bisa menimbulkan masalah besar dalam upaya pemulihan ekonomi secara keseluruhan karena BUMN akan menjadi bagian dari Universitas Sumatera Utara kepentingan kekuasaan daripada kepentingan rakyat, baik rakyat sebagai konsumen maupun sebagai pemilik. 297 Dalam hubungan ini, ada lima kondisi pokok yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan konsep tersebut di atas yaitu perlunya : 1 konsep yang excellence, misalnya konsep yang tidak serba-privatisasi; 2 kepemimpinan yang kuat, khususnya dalam visi dan misi pengeloloaan BUMN, di tingkat Presiden sebagai penentu kebijakan arbiter, dan di tingkat Menteri BUMN, khususnya dalam hal strategi, sebagai leading operator-nya; 3 paling tidak 11 CEO BUMN dengan kualitas CEO kelas dunia untuk memimpin calon holding yang akan dibentuk; 4 dukungan rakyat mulai DPR dan DPRD, serta Kepala-kepala Daerah; dan 5 dukungan publik dalam bentuk citra publik, khususnya yang terbentuk melalui media massa. 298 Berdasarkan lima kondisi pokok tersebut di atas, yang dapat dipenuhi adalah tersedianya perkiraan terbaru sekitar 11 CEO untuk puncak holding, namun tidak tersedia untuk tingkat anak perusahaan di bawahnya. Untuk dapat mengatasi kondisi ini, ada tiga hal yang harus dikerjakan. Pertama, BUMN tidak boleh dihancurkan pada saat ini dan dibiarkan apa adanya, termasuk kebijakan untuk fast track privatization. Untuk itu harus ada pemahaman bersama bahwa BUMN adalah the only effective economic assets yang tersisa setelah Indonesia mengalami krisis. Sebab hanya BUMN yang dapat menjadi lokomotif penarik gerbong dalam kondisi 297 Ibid. 298 Ibid. Universitas Sumatera Utara perekonomian yang sedang mogok: karena ketika para konglomerat raksasa swasta bertumbangan dihantam krisis ekonomi 1997, BUMN mulai mengambil alih peran strategis tersebut. BUMN mulai menjadi faktor penentu perekonomian nasional. Terlebih lagi, ketika bangsa ini ikut terseret masuk ke dalam krisis energi akibat melambungnya harga minyak mentah dunia yang mencapai US 147 per barrel, maka kebijakan yang dilakukan Pertamina dan PLN menjadi faktor yang sangat sensitif bagi pengambilan keputusan bisnis maupun ekonomi. Kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik, mempunyai implikasi yang sangat luas dan mendalam, bahkan bisa mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa peran Pertamina dan PLN dalam pembangunan perekonomian nasional, cukup signifikan. 299 Kedua, perlu dipersiapkan konsep manajemen BUMN yang excellence dengan menggunakan konsep yang sudahpernah ada, mengundang pakar dan praktisi, dan stakeholders terkait. Ketiga, mewajibkan kepada BUMN untuk melaksanakan dua program utama yaitu profesionalisasi manajemen BUMN dan mengembangkan sumber daya manusia, khususnya calon-calon CEO. Dan dari keseluruhan tugas yang mungkin dilakukan masa-masa seperti ini, Dewan Perwakiln Rakyat dapat mengambil peran yang sangat besar dikerjakan. Dengan demikian agenda krusial bagi BUMN sesungguhnya bukanlah privatisasi, melainkan reinvensi, bahkan reinvensi BUMN 300 harus diarahkan kepada 299 M. Lutfi Handayani, Menanti Raksasa Bisnis BUMN, Business Review, BUMN Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi Jakarta, Edisi 11Tahun 07, Februari 2009, hal. 96 300 Reinvensi BUMN yang kalau diterjemahkan secara bebas sebagai “menemukan kembali, atau menemukan jati diri, dikatakan demikian karena sangat lama waktu yang diperlukan bagi BUMN Universitas Sumatera Utara tiga sasaran utama yaitu untuk : i memberdayakan BUMN sebagai lokomotif perekonomian Indonesia untuk keluar dari krisis, sekaligus memberdayakan para pelaku ekonomi lain, baik swasta maupun koperasi, mulai dari usaha besar, menengah sampai usaha kecil. ii Program reformasi BUMN ini akan menjadi langkah besar untuk membangun korporasi yang sehat dan efisien dengan manajemen yang profesional, dimana iklim seperti ini diharapkan kemudahan akan menyebar dan menular ke sektor-sektor lain; dan iii tujuan jangka panjang reinvensi BUMN adalah menjadi BUMN-BUMN sebagai korporasi kelas dunia, yang secara simultan akan menjadi pilar pembentukan Indonesia Incorporated. 301 Dalam kondisi perekonomian nasional seperti itu, privatisasi merupakan salah satu inti reinvensi BUMN. Privatisasi adalah pemaksaan setiap BUMN untuk masuk menjadi pebisnis yang benar dan pebisnis kelas dunia yang benar-benar kelas dunia. Sehubungan dengan itu, BUMN harus bersedia melepas kepemilikannya kepada pihak di luar BUMN, khususnya privatisasi. Privatisasi dapat memaksa BUMN menjadi trasparan dan lebih akuntabel. Fakta menunjukkan bahwa suatu perusahaan tidak akan menjadi yang terbesar dan terbaik di dunia kalau bukan merupakan perusahaan terbuka Tbk. Dengan kata lain, privatisasi merupakan paksaan bagi dari pola pikir birokrasi menjadi korporasi yang benar-benar korporasi. Reinvensi BUMN diperlukaan untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia. Lihat Riant Nugroho Randi R.W., Op.cit., hal. 224-225. 301 Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.Cit., hal. 6. Universitas Sumatera Utara pengelola, pemilik, dan stake holder BUMN lain, termasuk DPR, untuk memperlakukan BUMN sebagai korporasi. 302 Dalam wacana akedemik di Indonesia, fenomena privatisasi BUMN sebenarnya sudah mendapatkan “payung” teori yang memadai. Beberapa argumen yang mendukung privatisasi BUMN didasarkan pada akar teori kegagalan pemerintah dalam mengelola perekonomian government failure, teori property rights, hubungan principal-agent, dan masalah intensif. Tiga teori yang paling klasik sebagai esensi dan urgensi privatisasi sebagai berikut 303 : 1 Teori monopoli, secara sederhana dikatakan, bahwa BUMN dalam banyak kasus sering menerima privilege monopoli. Akibatnya, mereka sering terjerumus menjadi tidak efisien karena hak istimewa ini. 2 Teori property rights. Esensinya, perusahaan swasta dimiliki oleh individu- individu, yang bebas untuk menggunakan, mengelola, dan memberdayakan aset-aset privatnya. Konsekuensinya, mereka akan mendorong habis-habisan usahanya agar efisien. Property rights swasta telah menciptakan insentif bagi terciptanya efisiensi perusahaan. Sebaliknya, BUMN tidak dimiliki oleh invidual, tetapi oleh ”negara”. Dalam realitas, pengertian ”negara” menjadi kabur dan tidak jelas. Jadi, seolah-olah mereka justru seperti ”tanpa pemilik”. Akibatnya jelas, manajemen BUMN menjadi kekurangan insentif untuk mendorong efisiensi. 302 Ibid, hal 234-236. 303 Sugiharto, et al. BUMN Indonesia-Isu, Kebijakan dan Strategi, Jakarta: Penerbit. PT. Elex Media Komputindo, 2005, hal. 34. Universitas Sumatera Utara 3 Teori principal agent. Dalam teori ini diungkapkan bagaimana peta hubungan antara principal pemilik perusahaan, dalam hal BUMN adalah pemerintah dan agent perusahaan BUMN. Di sektor swasta, manajemen perusahaan sebagai agent sudah jelas tunduk dan loyal kepada pemilik atau pemegang saham shareholder. Sedangkan di BUMN, mau loyal kepada siapa? Di sini kemudian nuansa ”politisasi” menjadi kental, karena berbagai kepentingan politik bermain, yang ujung-ujungnya menyebabkan BUMN tereksploitasi oleh para politisi. Para pengelola BUMN terpaksa harus ”meladeni” para politisi, sehingga pasti mengganggu ruang geraknya menuju efisiensi. Dalam wacana politik, selain teori ekonomi, privatisasi didukung sebagai upaya untuk melakukan redistribusi kekuasaan redistribution of power. Melalui privatisasi, sebuah perusahaan eks BUMN bisa dimiliki oleh masyarakat luas melalui bursa efek. Proses kepemilikan yang meluas dikalangan masyarakat juga dianggap sebagai upaya demokratis di bidang ekonomi. 304 Namun dalam hal ini perlu dicatat. Pertama, privatisasi adalah salah satu pilihan dan bukan satu-satunya pilihan. Kedua, privatisasi harus didasarkan pada sebuah kepastian bahwa program tersebut akan mendongkarak kinerja korporasi, dan pada akhirnya mampu memberi kepuasan kepada customernya. Ketiga, privatisasi dikembangkan sebagai sebuah strategi bisnis, bukan sebagai strategi untuk menambal devisit anggaran. Sebab meskipun BUMN 304 Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.Cit., hal 234-237. Universitas Sumatera Utara adalah milik negara, tetapi tidak ada kebenaran yang cukup bagi pemerintah menjual BUMN untuk mengisi kekurangan dana operasionalnya. Kekurangan pada bugjed anggaran adalah tanggung jawab institusi pemerintah, yang selayaknya diatasi dengan cara efisiensi operasional, bukan dibebankan kepada yang lain. Keempat, privatisasi sebaiknya tidak diikuti pembiaran praktik monopoli. BUMN-BUMN yang diprivatisasi sudah waktunya dikeluarkan dari “perlindungan monopoli” karena itu sama halnya pemerintah “memberikan” monopoli kepada “swasta”, adalah suatu fakta yang akan sangat salah secara hukum administrasi negara. Lain halnya kalau swasta memaksa monopoli yang biasanya dipandang wajar karena pihak swasta memang selalu mengupayakan keuntungan yang sebesar-besarnya, kalau perlu dengan cara monopoli dan proteksi, kurang lebih sama seperti kelakuan pelaku bisnis swasta umumnya di era pemerintahan Orde Baru 305 yang begitu marak dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme KKN. Begitupun privatisasi berdasarkan hasil-hasil kajian akademis adalah ide yang sangat baik. Seperti perusahaan-perusahaan swasta di Inggris dan Amerika Serikat harus diakui mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya perusahaan negara, yang menjual barang atau jasa yang sama. Kenyataan empiris inilah yang dijadikan justifikasi oleh International Monetary Fund IMF untuk melaksanakan kebijakan privatisasi di Indonesia. Namun demikian dalam prosesnya tetap harus berhati-hati dan mempertimbangkan nuansa ekonomi, sosial dan politik. 305 Ibid. Universitas Sumatera Utara Terlebih-lebih swastanisasi di Indonesia tidak selalu identik bermakna positif, seperti halnya yang terjadi pada kasus perusahaan listrik swasta yang bersifat anomali. Boleh dikatakan perusahaan-perusahaan swasta besar di masa lalu yang protektif dan sarat KKN seolah-olah tampak untung besar dan efisien di masa pra- krisis, namun paling banyak berguguran di masa krisis tersebut dengan menimbulkan kredit macet yang relatif besar sehingga menggoyahkan perekonomian nasional, adalah suatu pelajaran berharga untuk melakukan privatisasi dengan lebih berhati- hati. 306 Seperti kejadian pada tahun 2007 lalu, berbagai media memberitakan bahwa penetapan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi sebagai tersangka terkait kasus VLCC Pertamina. Meskipun pengusutan kasus ini tertunda-tunda dan pengungkapannya baru dilakukan akhir-akhir ini, tetapi telah menimbulkan kekhawatiran adanya muatan politis. Dengan pijakan politik yang lemah, karena Laksamana sudah keluar dari partai politik PDI Perjuangan, membuat Laksamana semakin rentan terhadap ”tembakan” yang bernuansa politis menjelang Pemilu 2009. Sementara itu, kalangan lain menduga bahwa Laksamana hanya menjadi sasaran 306 Didik J. Rachbini, Analisis Kritis Ekonomi Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hal. 92-93. Dapat ditambahkan bahwa dari tahun 1980 hingga 1988 lebih dari 40 persen sektor negara di Inggris diubah menjadi perusahaan swasta, dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, keberhasilan itu merupakan model utama dalam perubahan global dari negara kesejahteraan welfare state menjadi privatisasi atau penswastaan BUMN. Kemudian menjadi tren dunia, tidak ada satu negara pun yang tidak ikut, tak terkecuali Indonesia. Negara yang memiliki tradisi demokrasi dan negara maju yang mengikuti jejak Inggris berhasil, sedangkan negara sedang berkembang kebanyakan salah urus dalam privatisasi, termasuk Indonesia. Lihat Ibrahim R, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara antara, dimana sasaran utamanya adalah mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan menjadikan kasus VLCC sebagai salah satu cara character assasination. Terlepas dari apapun alasannya, pengungkapan kasus VLCC ke permukaan bagaikan membuka luka lama, dan menimbulkan perdebatan yang sengit antara ranah hukum dan ranah bisnis, dimana penjualan VLCC yang diduga merugikan negara pada prinsipnya secara bisnis menguntungkan, mengingat Pertamina yang sedang kesulitan cashflow mendapatkan tambahan dana segar. 307 Pertamina dalam kasus VLCC ini seakan-akan menjadi perantara dalam penjualan VLCC, yang sarat dengan kontroversi. Kasus ini berawal ketika pada bulan April 2004, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus, 2 unit kapal tanker VLCC Very Large Crude Carrier yang masih berada dalam proses pembuatan. Untuk itu Pertamina membentuk tim divestasi internal dan menunjuk Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger untuk divestasi tersebut dengan penunjukan langsung, tanpa melalui tender. Dari 7 tujuh perusahaan bidder yang memasukan penawaran, terdapat empat perusahaan termasuk Frontline yang tidak melakukan penawaran secara langsung seperti yang dipersyaratkan, tetapi hanya diwakili oleh agennya, yaitu Equinox. Kasus ini pun sempat diperiksa KPPU, dimana KPPU menemukan adanya bukti persekongkolan yang melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yakni ketika Frontline melalui brokernya Equinox memasukkan penawaran saat batas waktu pengajuan penawaran telah ditutup pada tanggal 7 Juni 307 Lihat Mohamad Fajri M.P, ”Kasus VLCC Dari Perspektif GCG”, legal.org, 6 Desember 2007, http:www.legalitas.org?q=commentreply357 Universitas Sumatera Utara 2004 melalui e-mail Equinox dengan Frontline. Di samping itu, nilai penawaran Frontline lebih kecil dibandingkan dengan penawaran dari Essar Shipping Ltd. 308 Untuk mengurai kasus VLCC ini dapat dilakukan dengan menggunakan perspektif GCG. 309 Dari sisi transparansi, penunjukan langsung Goldman Sachs dilakukan secara tidak transparan, namun Pertamina memberikan argumentasi bahwa penunjukan yang dimaksud didasarkan karena keadaan yang mendesak. Berlandaskan best practice GCG, keadaan yang mendesak seharusnya tidak dapat dijadikan alasan bagi Pertamina untuk tidak transparan. Penunjukan langsung pada prinsipnya dapat dibenarkan selama alasan atas penunjukan tersebut diungkapkan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 310 Pada kasus ini ada kesan bahwa penunjukan langsung dilakukan karena adanya permainan untuk memenangkan pihak tertentu. Dari sisi fairness dapat terlihat dari saat Frontline Ltd melakukan penawaran ketiga dimana sebenarnya telah melewati batas waktu penawaran, namun Goldman Sachs tetap menerima penawaran tersebut. Selanjutnya Direktur Pertamina mengusulkan agar dua bidder yang lain diberikan kesempatan yang sama sekali lagi, namun Goldman Sachs menyatakan bahwa bila kedua bidder diberikan kesempatan yang sama maka proses tender tidak akan selesai tepat waktu. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa kedua bidder yang lain tidak diberikan kesempatan? 308 Ibid. 309 Ibid. 310 Berdasarkan Keputusan Menteri Kuangan Republik Indonesia No. 89KMK. 0131991 tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara. Pasal 12 ayat 2 berbunyi; Dengan pertimbangan tertentu Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan 7 tanpa prosedur lelang melalui Kantor Lelang Negara. Universitas Sumatera Utara Apakah sedemikian lama untuk bidder mengajukan penawaran? Apakah konsekuensi dari terlambat beberapa hari menimbulkan efek besar tehadap Pertamina? Dari sisi GCG, Pertamina telah melanggarnya. Jika ketika itu Pertamina telah mengimplementasikan GCG, maka kepada dua bidder yang lain harus juga diberikan kesempatan yang sama sebagaimana yang telah diberikan kepada Frontline Ltd. Berdasarkan prinsip akuntabilitas, penjualan tanker dilakukan tanpa seizin Menteri Keuangan Boediono. Padahal Direksi telah mengajukan pada Dewan Komisaris mengenai hal ini dan disetujui Dewan Komisaris. Sementara dalam RUPS dengan Kementerian BUMN juga telah didapat persetujuan mengenai penjualan VLCC. Berbicara mengenai akuntabilitas dalam GCG berarti berbicara tentang kejelasan fungsi, hak dan tanggungjawab dari organ dan stakeholders. Pertamina merupakan badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas dengan organ-organ Perseroan yakni Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS. Governance structure dan governance mechanism dalam hubungan antar organ harus dijalankan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar sebagai peraturan internal. Penjualan tersebut harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 89KMK. 0131991, Pasal 7 ayat 1. Dan terakhir yaitu dari sisi prinsip independensi, penetapan Frontline Ltd sebagai pemenang didasarkan pada rekomendasi yang diberikan oleh Goldman Sachs, dengan selisih harga berbeda US 500,000 dari penawaran Essar. Kewenangan penetapan pemenang sepenuhnya berada di tangan Pertamina. Untuk itu Pertamina Universitas Sumatera Utara seharusnya dapat mengambil keputusan secara objektif tanpa campur tangan pihak manapun. Jika dirasakan bahwa rekomendasi dari Goldman berakibat tidak fair dan menimbulkan masalah di kemudian hari, oleh karena itu Pertamina dapat menolak rekomendasi tersebut. Dalam implementasi GCG menghendaki adanya pemetaan risiko dalam setiap aspek. Pertamina seharusnya terlebih dahulu memikirkan risiko- risiko yang timbul sebelum mengambil keputusan strategis seperti ini. Dengan pengelolaan resiko hukum yang baik, sebenarnya langkah antisipasi dapat dilakukan secara seksama dan tidak akan merugikan Pertamina.

E. Rating