Kejayaan Korporasi Praktik GCG di Dunia Internasional

Corporate governance telah berkembang sejak peradaban manusia mengenal korporasi. Dengan kata lain, corporate governance dalam praktik bukanlah sesuatu yang baru. Namun beberapa perkembangan terakhir telah mendorong sentralisasi isu corporate governance secara signifikan antara lain sebagaimana diindikasikan berbagai hal berikut ini.

1. Kejayaan Korporasi

The Triumph of the Corporation Kejayaan korporasi telah diekspresikan dalam bentuk privatisasi secara luas. Pemerintah meminimalkan perannya dalam perekonomian. Program privatisasi yang dikembangkan adalah untuk menaruh kepercayaan penuh terhadap kejayaan korporasi tanpa campur tangan pihak pemerintah misalnya privatisasi terhadap beberapa perusahaan milik negara BUMN menjadi korpora si swasta. Korporasi diharapkan dapat menjadi prime driver bagi pertumbuhan ekonomi. Menuju kearah korporasi yang mandiri tersebut diperlukan mekanisme corporate governance yang mampu menjawab kepentingan setiap stakeholders. Kejayaan korporasi seperti di Inggris dan Perancis serta korporasi yang sedang bertumbuh seperti Eropa Timur, Asia dan Amerika Selatan semakin mendorong korporasi untuk memiliki corporate governance yang memadai, sehingga mereka sebagai prime drivers pertum buhan ekonomi dapat beroperasi dan bertumbuh kembang secara bertanggung jawab melalui pengelolaan yang bertanggung jawab dan transparan terhadap stakeholders. Menurut Zulkarnain Sitompul bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan di Indonesia, baik milik pemerintah BUMN maupun perusahaan Universitas Sumatera Utara milik swasta, telah menimbulkan permasalahan yang cukup rumit dan signifikan, terutama dalam kaitannya dengan efektivitas pengawasan internal dan eksternal. Oleh sebab itulah program privatisasi di Indonesia pada tahapan selanjutnya harus diartikan sebagai upaya untuk menghilangkan kosentrasi kepemilikan perusahaan, baik oleh negara melalui pengelolaan pemerintah maupun pihak swasta. Tujuannya adalah agar program privatisasi bukan semata-mata merupakan pengalihan konsentrasi kepemilikan perusahaan, “oleh pemerintah menjadi oleh swasta”. 108 Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem pengelolaan perusahaan, efektifitas pengawasan sangat terkait erat dengan bentuk dan struktur kepemilikan perusahaan. Bentuk dan struktur kepemilikan perusahaan merupakan bagian penting dalam upaya mewujudkan perusahaan yang sehat dan efisien. Konsentrasi kepemilikan perusahaan memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam pengurusan dan pengelolaan perusahaan. Hal ini antara lain mengakibatkan fungsi pengawasan internal menjadi kurang berfungsi. Misalnya, komisaris yang fungsinya sebagai pengawas perusahaan menjadi tidak efektif, padahal komisaris memiliki peran strategis dalam pengawasan jalannya suatu perusahaan. Inefisiensi dan ketidaksehatan suatu perusahaan antara lain disebabkan oleh dominasi pemilik sehingga komisaris bersikap pasif dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan. Agar gagasan tentang penyebaran 108 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Bandung: Books Terrace Limbrary, 2005, hal. 130-131. Universitas Sumatera Utara kepemilikan saham dengan cara pemecahan “kepemilikan terkonsentrasi” itu menjadi “kepemilikan tersebar” dapat diwujudkan maka dibutuhkan prasyarat dan kondisi sebagai berikut 109 : 1. Tersedianya perangkat hukum yang memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas. 110 Studi empiris menunjukkan bahwa tingkat proteksi yang diberikan oleh sistem hukum suatu negara kepada outside investor berdampak signifikan terhadap regim pengelolaan perusahaan di negara tersebut. Proteksi hukum yang kuat bagi pemegang saham minoritas berkaitan erat dengan banyaknya jumlah perusahaan yang tercatat di bursa efek, lebih bernilainya pasar modal, lebih rendah manfaat kontrol pribadi dan lebih terpecahnya kepemilikan saham. Singkatnya, konsentrasi kepemilikan perusahaan adalah konsekuensi dari lemahnya perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Oleh sebab itu pemberian perlindungan 109 Ibid, hal. 17-19. 110 Dapat dikatakan bahwa konsekuensi dari pencantuman kata “melindungi” dalam UUD 1945 pada hakikatnya “memberikan dasar yang paling kuat bagi negara untuk menjalankan tugasnya melindungi segenap bangsa Indonesia, melindungi warganya dari tindakan-tindakan yang tidak adil, karena kekerasan dan kezaliman termasuk perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan kepentingan anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, negara Indonesia yang diwajibkan oleh konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia sebagaimana ternyata dalam konteks umum UUD 1945, harus konsekuen dan konsisten menegakkan dan mengaplikasikan hukum. Artinya, negara wajib melindungi segenap anggota masyarakat yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak yang lemah, termasuk Pemegang Saham Minoritas dalam Perseroan Terbatas PT. … UUD 1945 sebagai hukum dasar yang mempunyai kedudukan yang paling tinggi dari peraturan lainnya telah menandaskan dengan tegas, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia. Segala macam produk hukum yang ada di bawahnya harus tunduk pada UUD 1945 tersebut”. Lihat Misahardi Wilamarta, Op. Cit., hal. 225-226. Universitas Sumatera Utara hukum bagi pemegang saham minoritas merupakan prasyarat untuk menciptakan sistem kepemilikan perusahaan yang tersebar disperse. 2. Adanya sistem peradilan yang efisien. Investor asing dan domestik akan merasa terlindungi apabila kegiatan ekonomi didukung oleh sistem peradilan yang efisien, sehingga mereka tertarik untuk membeli saham yang ditawarkan dengan harga pasar. Kuatnya permintaan investor pada gilirannya mendorong pemilik saham mayoritas untuk menjual sahamnya pada masyarakat luas. Namun apabila hakim korup atau pengadilan tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan sengketa dengan cepat, maka investor akan kurang percaya terhadap perlindungan yang diberikan oleh hukum. Dan apabila hukum demikian lemahnya sehingga kontrak sederhana saja tidak dapat ditegakkan, maka membangun suatu corporate institution yang kompleks akan sangat sulit dilakukan. Namun apabila sistem peradilan sudah berjalan baik, maka aturan hukum akan dapat secara potensial melindungi pemegang saham minoritas dari perlakuan sewenang-wenang orang dalam atau pengelola perusahaan. 3. Efektifnya pengawasan internal dan eksternal. Institusi pengawas harus mampu mendeteksi secara dini terjadinya salah kelola atau perbuatan-perbuatan curang yang dilakukan pengelola Universitas Sumatera Utara perusahaan. 111 Di samping itu kemampuan menjatuhkan sanksi tegas haruslah dimiliki oleh institusi pengawas. Deteksi dini diperlukan untuk meminimalkan kerugian akibat terjadinya salah kelola dan atau perbuatan curang dalam pengelolaan perusahaan. Dengan adanya prasyarat dan kondisi seperti yang dikemukakan di atas, maka gagasan tentang penyebaran kepemilikan saham dengan cara pemecahan “kepemilikan terkonsentrasi” itu menjadi “kepemilikan tersebar” dapat terlaksana untuk menciptakan BUMN yang sehat dan efisien sehingga amanat UUD 1945 yaitu penerapan secara nyata sistem ekonomi yang berkeadilan demokrasi ekonomi 112 untuk merealisikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. 111 Perbuatan curang dalam pengelolaan bank BUMN bisa saja terjadi karena pengawasan internal perusahaan yang sangat lemah. Dalam hal ini Kwik Kian Gie pernah mengemukakan, bahwa “pengucuran kredit sampai jumlah yang tidak masuk akal besarnya oleh bank BUMN kepada usaha besar didasarkan korupsi, yaitu bahwa pribadi pimpinan bank mengucurkan kredit karena mendapatkan komisi yang terkenal dengan istilah kick back commission. Ada juga persekongkolan bahwa Direktur bank BUMN mempunyai saham dalam perusahaan debitur, walaupun tidak atas namanya. Dengan demikian dikesankan bahwa perusahaan besar dianakemaskan, karena memperoleh kredit dengan sangat mudah dalam jumlah besar. Contohnya adalah Eddy Tansil yang memperoleh kredit hampir 1 triliun tanpa mempunyai pembukuan. Pembukuannya ada di dalam ingatan istrinya”. Kompas, 16 Nopember 1998. 112 Menurut Tadjuddin Noersaid mantan Anggota Komisi APBN DPR bahwa “program demokrasi ekonomi itu mustahil bisa tercapai, kalau sistem politik dan sistem hukum tidak ditata diperbaiki untuk mendukung program demokrasi ekonomi. Pengalaman masa lalu telah membuktikan, meskipun sudah ada UU yang membatasi praktek monopoli dalam bidang industri, tetapi dalam pelaksanaannya program itu tidak tercapai. Konglomerasi terjadi dimana-mana. Mengapa ini bisa terjadi? Karena sistem politik yang terlalu sentralistik, lemahnya kontrol DPR dan tidak adanya kepastian wibawa hukum akibat intervensi kekuasaan. Jadi, meski telah ada ketentuan yang mengatur pemusatan ekonomi atau persaingan usaha yang tidak sehat, kalau sistem politik dan hukum tidak menunjang, semua ini tidak mungkin bisa diharapkan. … Dalam mengatur semua pelaku ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, tidak bisa dipertentangkan satu sama lain. Sebaliknya, semua pelaku harus ditata secara baik. Dalam hal ini, pemerintah menjadi kunci dalam mengatur Universitas Sumatera Utara

2. OECD Corporate Governance Principles