Pertanggungjawaban Pidana. Pertanggungjawaban Penyelewengan Terhadap Kekayaan Negara dalam

dipertanggung jawabkan atas kerugian perusahaan apabila dapat membuktikan bahwa : 1 telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian; 2 tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan 3 telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Penegasan Delware Supreme Court bahwa good faith atau perilaku bertindak dengan itikad baik merupakan stimulan atau pendorong pada prinsip fiduciary suatu tindakan didasarkan atas kepercayaan atau amanah, yang mendasari hubungan antara pemegang saham atau pemilik perusahaan dengan Direksi, difokuskan pada the duty of loyalty suatu sikap yang mendahulukan kepentingan perusahaan dari kepentingan pribadi dengan cara melawan benturan kepentingan, dan the duty care dimaksudkan agar Direksi dalam menjalankan perusahaan bersikap hati-hati dan dalam mengambil keputusan secara profesional.

2. Pertanggungjawaban Pidana.

Erman Rajagukguk 248 mengemukakan bahwa Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah memasukkan pula tanggung jawab korporasi. Pasal 20 ayat 2 menyebutkan 248 Erman Rajagukguk, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik Good Corporate Governance Dikumpulkan Oleh Erman Rajagukguk, Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2005, hal. 116. Universitas Sumatera Utara bahwa tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. 249 Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus Pasal 20 ayat 3. Jan Remmelink 250 mengemukakan bahwa perilaku korporasi akan selalu merupakan tindakan fungsional, dimana para pelaku bertindak dalam konteks rangkaian kerja sama antar manusia, in casu melalui suatu organisasi tertentu. Tindakan itu harus masuk dalam rentang kekuasaan atau lingkungan kekuasaan machtssfeer dan pada lazimnya ia harus menerima atau menyetujui tindakan tersebut. Selanjutnya Robert Cooter 251 menyatakan bahwa perbuatan pengurus perusahaan tersebut mengandung unsur Mens rea mengandung unsur kesalahan atau niat kejahatan. 252 Beberapa hal yang perlu diperhatikan Direksi untuk mendapat perlindungan dari UUPT. 253 249 Richard A. Posner, Economic Analysis of Law A Division of Aspen Publishers, INC 1998 hal 463 250 Jan Remmelink; Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana; Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 107 251 Robert Cooter, dkk, Law Economics, 3 rd Edition, Addison-Wesley, An imprint of Addison Wesley Longman, Inc., 2000, hal. 437 252 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionalry, with Pronunciations, 6 th Edition, St. Paul Minn. West Publishing Co., 1990, hal.985 Universitas Sumatera Utara Pertama, Direksi telah melakukan kepengurusan atau mengambil sebuah keputusan bisnis dengan secara rasional. Ukuran rasionalitas disini dapat merujuk pada tindakan apa yang akan dilakukan oleh para direksi lainnya jika dihadapkan pada kondisi dan situasi yang sama. Selain itu untuk menghindari unsur kesalahan atau kelalaian dan menjamin terpenuhinya unsur kehati-hatian dalam keputusannya, seorang Direksi harus: a Mendapat informasi yang cukup mengenai kebijakan kepengurusan atau keputusan yang diambil. b Agenda dan dokumen pendukung mengenai aspek-aspek kepengurusan dan keputusan bisnisnya harus tersedia dalam proses pengambilan keputusan. c Mengungkapkan pertanyaan atau pernyataan dengan pikiran yang tidak memihak dalam proses pengambilan keputusan. d Membuat catatan dan dokumen tentang partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan. e. Membentuk sebuah komite untuk menjamin hal-hal penting yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil telah diperiksa para ahli di bidang tersebut dalam hal yang tidak dapat ditangani atau dipahami oleh manajemen. 253 Bismar Nasution, Tanggung jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, “Seminar Sehari”, diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan, Surabaya 21 Februrai 2008, hl. 16-18. Universitas Sumatera Utara Kedua, Direksi harus menjamin tidak adanya benturan kepentingan atau conflict of interest untuk menjamin keputusan yang diambil dan pengurusan perusahaan semata-mata untuk kepentingan perusahaan tersebut. Disini Direksi harus dapat menunjukkan bahwa mereka tidak punya kepentingan pribadi dalam keputusan bisnis atau kepengurusan yang dilakukan dan secara optimal memupuk keuntungan bagi perusahaan dan tidak mengambil keuntungan pribadi bagi perusahaan dengan pihak lain. Oleh karena itu setidak-tidaknya ada tiga hal jenis transaksi yang harus dihindari oleh para Direksi dalam mengambil keputusan bisnis : a Seorang Direksi melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri. b Dua perusahaan yang mempunyai satu orang Direksi yang sama melalukan perjanjian. c Sebuah induk perusahaan melakukan transaksi dengan cabang perusahaannya sendiri. Ketiga, UUPT mensyaratkan bahwa Direksi harus mengambil langkah untuk mencegah kerugian agar lepas dari tanggung jawab atas kerugian tersebut. Hal ini tidak ditemui secara eksplisit di negara common law. Namun demikian dapat dikatakan bahwa ketentuan ini secara implisit menuntut Direksi agar mengetahui aspek operasional dari perusahaan sehingga Direksi tersebut Well-informed terhadap segala perkembangan yang terjadi di dalam perusahaannya. Sehingga apabila terjadi kerugian Direksi dapat mengetahuinya Universitas Sumatera Utara dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalisirnya. Disinilah perlunya penerapan prinsip keterbukaan yang kuat dalam sebuah perusahaan.

F. Analisis