Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Metodologi Penelitian

dipidana pula. Dengan demikian, diharapkan dua bentuk BUMN yang diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2003 terwakili dalam penelitian.

B. Perumusan Masalah

Beberapa pokok permasalahan penting yang diajukan dalam disertasi ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi Prinsip GCG dalam BUMN? 2. Mengapa dalam pengelolaan BUMN kerap ditemukan berbagai persoalan dan pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian prudential khususnya yang berkaitan dengan GCG? 3. Bagaimanakah cara dan upaya yang dapat ditempuh oleh pihak pemerintah dan perusahaan terkait dengan upaya pengefektifan implementasi prinsip kehati-hatian prudential agar GCG dalam BUMN dapat tercipta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pokok-pokok masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendiskripsikan dan mengetahui implementasi prinsip-prinsip GCG dalam BUMN. Universitas Sumatera Utara 2. Mengetahui dan menganalisis berbagai persoalan dan pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian khususnya yang berkaitan dengan GCG dalam pengelolaan BUMN. 3. Mendiskripsikan cara dan upaya yang dapat ditempuh oleh pemerintah dan perusahaan terkait dengan pengefektifan prinsip kehati-hatian sehubungan dengan penerapan GCG pada BUMN. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk pengembangan di bidang Ilmu Hukum, khususnya pengembangan di bidang Ilmu Hukum Perusahaan, BUMN, GCG dan Prinsip Kehati-hatian. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pedoman bagi pengelolaan BUMN di Indonesia dengan pengefektifan prinsip kehati-hatian dalam penerapan GCG.

D. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Menurut Lawrence M. Friedman 45 terdapat tiga unsur dalam sistem hukum yakni legal structure, legal substance, dan legal culture. Unsur 45 Lawrence M. Friedman, American Law New York-London: W.W. Norton Company, 1984, hal. 6-7 Universitas Sumatera Utara structure dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai fungsi dan kewenangan yang ada padanya dalam rangka bekerjanya sistem itu. Dalam konteks kerugian yang dialami BUMN, lembaga regulator seperti BAPEPAM, Departemen Keuangan dan Kementerian BUMN harus berperan sebagaimana mestinya. Unsur substance mencakup segala apa saja yang merupakan hasil dari structure, dimana di dalamnya termasuk norma-norma hukum baik berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, maupun doktrin-doktrin. Unsur ketiga yaitu legal culture budaya hukum, adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai-nilai, pemikiran serta harapannya. Budaya hukum juga merupakan suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial, yang dalam hal ini adalah bagaimana hukum tersebut digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Mohammad Hatta mengatakan bahwa “Semakin bertambah keinsyafan hukum dalam masyarakat semakin dekat kita pada pelaksanaan negara hukum yang 46 sempurna”. Setiap masyarakat atau komunitas mempunyai budaya hukum yang terbagi dalam sub-budaya yang ditentukan oleh etnis, agama, tradisi, umur, pendidikan, profesi seperti dokter, penasihat hukum termasuk para pengusaha. BUMN sebagai suatu perusahaan berbentuk badan hukum, maka para pengelola badan usaha tersebut merupakan komunitas masyarakat yang 46 Mohammad Hatta, Menuju Negara Hukum, Penerimaan Doctor Honoris Causa UI 1975, Jakarta: Idayu Press, 1977, hal 16 Universitas Sumatera Utara mempunyai sub-budaya hukum tersendiri dalam pengelolaan perusahaan tersebut. Sebagai suatu perusahaan tentunya BUMN harus dikelola dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan didukung pula oleh prinsip kepatuhan terhadap ketentuan GCG. Bismar Nasution 47 mengemukakan bahwa hampir setiap negara memerlukan budaya hukum yang berperan dan berfungsi sebagai pendukung jalannya pemerintahan yang baik atau pendukung institusi hukum yang dapat difungsikan untuk pemulihan ekonomi sehingga dapat mendorong tercapainya keadilan social justice. Dalam rangka penegakan supremasi hukum berkenaan dengan pemberantasan KKN untuk menuju good governance, harus diakui dan disadari bahwa yang terpenting dilakukan adalah pelaksanaan keterbukaan aparatur terhadap masyarakat. Kalau kontrol dapat dijalankan, dengan sendirinya mutu kepemimpinan akan ditantang, bahkan para pemimpin akan merasa tertantang untuk membuktikan kemampuan dirinya. Selanjutnya, kalau pemimpin bermutu, besar kemungkinan perangkat dibawahnya akan bermutu pula. Upaya untuk mencapai taraf kualitas pranata hukum yang dapat memberantas KKN dan mewujudkan good governance, sekaligus untuk membangun pranata hukum yang sedang tidur sebagaimana diungkapkan oleh Shakespeare, maka “siraman air yang berisikan konsep-konsep moralitas dan 47 Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 256-257. Universitas Sumatera Utara peran serta masyarakat” dapat dijadikan sebagai bahan dan gagasan pemikiran dalam memperkaya pranata hukum untuk mengoperasionalkan hukum sebagai dasar penegakan supremasi hukum. 48 Pendapat dan pandangan Roscue Pound, bahwa hukum itu alat rekayasa sosial atau law as a tool of social engineering 49 , dimana hukum digunakan sebagai alat merubah masyarakat ke arah pembaharuan. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam rangka mewujudkan GCG yang baik, maka hukum dapat berperan untuk mendorong bahkan memaksa pengelola perusahaan untuk mewujudkannya dalam bentuk Undang-undang, peraturan pelaksanaan, bahkan Surat Edaran yang bersifat lebih teknis operasional yang dikeluarkan oleh pihak regulator. Holly J. Gregory 50 mengemukakan bahwa setiap negara memiliki budaya perusahaan, kepribadian nasional, dan prioritas masing-masing. Begitu juga seterusnya setiap perusahaan mempunyai sejarah budaya, tujuan, kematangan siklus bisnis sendiri. Semua faktor ini harus diperhitungkan dalam menciptakan struktur tata kelola dan praktik untuk setiap perusahaan di suatu negara. Namun demikian pengaruh dari Pasar Modal Internasional akan mendorong kearah penyatuan dalam praktik-praktik tata kelola. Adanya penyatuan ini menunjukkan perkembangan yang mengarah konsensus antara 48 Ibid. 49 W. Friedman, Legal Theory, London: Stevens Sons Limited, 1960, hal 293-296. 50 Holly J.Gregory: Overview of Corporate Governance and Codes of Best Practice in Developing and Emerging Markets : Appendix Corporate Governance third edition Robert A.G. Monks Nell Minow; Malden USA: Blackwell Publishing, 2004, hal 530-537 Universitas Sumatera Utara negara maju dan negara berkembang, bahwa struktur Direksi dan praktik yang dijalan merupakan kunci menghasilkan akuntabilitas perusahaan yaitu dari manajemen kepada Direksi dan dari Direksi ke pemegang saham dalam paradigma tata kelola. Pada tahun 1998, Organization for Economic Co-operation and Development OECD telah merumuskan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik GCG di dalam The OECD Principles of Corporate Governance. 51 Pertama, perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham the rights of shareholders. Kerangka yang dibangun dalam corporate governance ini harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas, yaitu : 1 hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan; 2 hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham; 3 hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara terus menerus dan teratur; 4 hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS; 5 hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi; dan 6 hak untuk memperoleh pembagian laba profit perusahaan. 51 Muh Arief Effendi, The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009, hal. 3-4 Universitas Sumatera Utara Kedua, perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham the equitable treatment of shareholders. Kerangka yang dibangun dalam corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan ”informasi orang dalam” insider trading dan transaksi dengan diri sendiri self dealing. Selain itu mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan conflict of interest. Ketiga, peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan the role of stakeholders. Kerangka yang dibangun dalam corporate governance ini harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan sebagaimana ditentukan undang-undang dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha going concern. Keempat, pengungkapan dan transparansi disclosure and transparency. Kerangka yang dibangun dalam corporate governance ini harus menjamin pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan berkaitan dengan perusahahan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang harus diungkapkan harus disusun, Universitas Sumatera Utara diaudit dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan untuk meminta auditor eksternal kantor akuntan publik melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan. Kelima, tanggung jawab dewan komisaris atau direksi the responsibility of the board. Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pedoman startegis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris, dan pertanggungjawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Selain itu prinsip ini juga harus memuat kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Sebagai perbandingan, berdasarkan Pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 117M-MBU2002 tertanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN, prinsip-prinsip GCG yang harus diterapkan perusahaan di Indonesia sebagai berikut : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melakukan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. 2. Pengungkapan, dimana penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta maupun tidak diminta, Universitas Sumatera Utara sehubungan dengan berbagai hak terkait kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan. 3. Kemandirian, adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 4. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan ekonomis. 5. Pertanggungjawaban, adalah kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip- prinsip korporasi yang sehat. 6. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak- hak para pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya penerapan prinsip-prinsip GCG menyangkut pengembangan dua aspek yang satu sama lain terkait erat, yaitu perangkat keras hardware dan perangkat lunak software. Dalam hal ini, hardware yang lebih bersifat teknis mencakup pembentukan atau perubahan struktur dan sistem organisasi perusahaan. Sedangkan software yang lebih bersifat psikososial mencakup perubahan paradigma, visi, misi, nilai-nilai values, Universitas Sumatera Utara sikap attitude, dan etika keprilakuan behavioral ethicts. Dalam praktik nyata di dunia bisnis, sebagian besar perusahaan ternyata lebih menekankan pada aspek hardware, seperti penyusunan sistem dan prosedur serta pembentukan struktur organisasi. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, mengingat aspek hardware ini hasilnya lebih mudah dilihat dan dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan aspek software. 52 Baik dalam konsep maupun implementasi GCG itu sebenarnya tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan tidak semata-mata merupakan mesin pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan juga sebuah entitas untuk menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, perusahaan bukanlah sekedar mesin yang mengubah input menjadi output, melainkan juga sebuah lembaga insani human institution, sebuah masyarakat yang memiliki nilai, cita-cita, jati diri dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian jelas bahwa konsep GCG merefleksikan pentingnya sikap berbagi sharing, peduli caring, dan melestarikan, yang kesemuanya itu menyangkut aspek kejiwaan roh dari GCG itu sendiri. 53 Perubahan menuju praktik GCG yang lebih baik menuntut perubahan dimensi teknis sistem dan struktur dan aspek psikososial paradigma, visi dan nilai-nilai perusahaan. Perubahan pada aspek psikososial ini, peran pemimpin sangat penting oleh karena kepemimpinan berperan besar dalam 52 Ibid, hal. 4-5. 53 Ibid. Universitas Sumatera Utara menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai-nilai, serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan sense of purpose pada anggota perusahaan. Sebagai seorang pemimpin ia bertugas untuk menjelaskan paradigma, visi, dan nilai-nilai untuk kelangsungan hidup perusahaan dan apa maknanya bagi setiap anggota organisasi perusahaan. Sedangkan perubahan dalam hal sistem dan struktur perusahaan adalah tanggung jawab manajemen. Persoalan yang cukup pelik dalam perubahan sistem dan struktur perusahaan adalah keteraturan dan kelancaran berbagai bentuk proses yang terjadi dalam tubuh organisasi, serta ketaatan para anggotanya terhadap kebijakan dan sistem yang telah dirancang untuk melaksanakan prinsip-prinsip GCG. Dengan kata lain, sistem dan struktur perusahaan menjadi pedoman teknis untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari perusahaan organisasi agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip GCG. 54 Akhmad Syakhroza berpendapat bahwa terlepas dari model dan sistem yang akan digunakan oleh sebuah korporasi, namun yang jelas perangkat tata kelola governance dari suatu organisasi sebagai sistem yang terbuka open system terdiri atas struktur tata kelola governance structure, mekanisme tata kelola governance mechanism dan prinsip-prinsip tata kelola governance priciples. Ketiga perangkat berjalan sebagai suatu kesatuan dalam bentuk 54 Gede Raka, “Manajemen Perubahan untuk Penerapan Good Corporate Governance”, makalah pada Seminar Nasional Akuntan Indonesia dan Rapat Anggota Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik dan Akuntan Manajamen, Jakarta : Ikatan Akuntan Indonesia, 2001, hal. 39-40. Universitas Sumatera Utara sistem tata kelola governance system.yang berintegrasi dengan lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi korporasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perangkat tata kelola ini dinilai dari seberapa jauh sistem tata kelola governance system mampu memberikan hasil tata kelola governance outcomes yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan. 55 Pada umumnya penerapan GCG secara konkret memiliki tujuan terhadap perusahaan organisasi, yaitu untuk : 1 memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing; 2 mendapatkan cost of capital yang lebih murah; 3 memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan; 4 meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap perusahaan; dan 5 melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum. 56 Dan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan GCG di lingkungan BUMN adalah meningkatkan 57 : 55 Akhmad Syakrosa, Op.Cit., hal. 22. 56 Indra Surya Ivan Yustiavanda, Op.Cit., hal. 68. 57 BUMN Incorporated merupakan suatu langkah strategis yang dirumuskan Kantor Kementrian BUMN untuk membuat roda BUMN bergerak lebih cepat sehingga BUMN layak disebut penggerak ekonomi nasional. BUMN Incorporated merupakan wujud kerja sama sinergi strategik antar BUMN yang mempunyai keterkaitan hubungan usaha agar saling menopang satu sama lainnya. Realisasinya antara lain kerjasama antara Merpati Nusantara dan Garuda Indonesia dalam bidang marketing, pemeliharaan dan keuangan. Antara PT Kereta Api Indonesia KAI dengan Perum PPD dalam bentuk peningkatan interkoneksi antara Angkutan Penumpang dan Angkutan Kereta Api. Antara PT KAI dengan Angkasa Pura II yang membuka jalur rel kereta api dari Kramat Raya ke Bandara Soekarno Hatta, dan beberapa kerja sama lain antar BUMN. Lihat Ferdinand Nainggolan, ”BUMN Incorporated”, pada Diskusi Panel Leadership Forum 56, Jakarta 30 Oktober 2002, hal. 14- 20. Universitas Sumatera Utara 1 kepercayaan investor akan mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit; 2 nilai perusahaan value of the firm, sehingga BUMN dapat membantu penerimaan pemerintah melalui APBN; 3 kinerja dan efisiensi perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik. Direksi dan para manajer dapat mengelola perusahaan secara transparan, akuntabilitas, di bawah pengawasan Dewan Komisaris yang andal empowered dalam kerangka legal, dan beretika profesi yang baik, tanpa benturan kepentingan conflict of interest, clean and prudent serta bertanggung jawab kepada stakeholder dan lingkungan. Dampak nyata dari hal ini adalah akan memungkinkan terciptanya antara lain mekanisme pengadaan barang dan jasa secara transparan dan fair dan permasalahan klasik dalam pengadaan barang dan jasa selama ini seperti mark-up, pengadaan fiktif, dan pengadaan yang kurang tepat atau tidak sesuai kebutuhan akan hilang dengan sendirinya; dan 4 kualitas pelayanan BUMN kepada para stakeholders. BUMN yang sehat dan berdaya saing tinggi memberi kontribusi bagi pendapatan negara, memiliki value bagi para pemegang saham investor, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian BUMN Incorporated, restrukturisasi dan privatisasi dimaksudkan untuk value creation merupakan langkah strategik yang bahkan Universitas Sumatera Utara dunia internasional telah terbukti mampu meningkatkan kinerja dan daya saing state owned enterprise SOE, misalnya privatisasi maskapai penerbangan Malaysia MAS yang mengubah maskapai tersebut menjadi salah satu maskapai yang efisien di Asia Tenggara. Tetapi perlu dicatat bahwa berbagai langkah strategik ini membutuhkan pondasi yang kuat. Pondasi ini mencakup penerapan prinsip-prinsip CGC secara serius dan konsisten serta upaya reformasi budaya korporasi. Penerapan GCG secara serius dan konsisten dapat memberikan jaminan bahwa aset-aset BUMN dikelola untuk kepentingan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Kerangka kerja coporate governance yang diimplementasi secara efektif akan mampu menjamin bahwa manajemen bertanggung jawab penuh atas kinerja BUMN dan pemegang saham sebagai pemilik dapat memantau manajemen secara efektif serta dapat melindungi kepentingan para stakeholder lainnya. 58 Oleh sebab itu, reformasi budaya seharusnya juga merupakan inti dari reformasi BUMN menuju organisasi bisnis yang kuat dan sehat. Berbagai teori corporate turnaround atau manajemen pemulihan perusahaan yang sakit menempatkan reformasi budaya sebagai faktor sentral bagi pemulihan berjangka panjang. 59 Implementasi GCG dan reformasi corporate culture 58 I Nyoman Tjager, et.all, Op.Cit., 208-209. 59 Lihat misalnya Michael Teng, Op.Cit.; Dominic DiNapoli, ed, Workouts and Turnaround II: Global Restructuring Strategies of the Next Century: Insights From the Leading Authorities in the Field, New York, 1990; Andriola, John Wiley, Corporate Crisis Management, New Jersey: Petrocelly Books, 1985. Universitas Sumatera Utara adalah dua pondasi kokoh yang paling terkait satu sama lain. Implementasi GCG tanpa perubahan budaya korporasi tidak lebih dari sekedar compliance kepatuhan terhadap regulasi dan asesoris yang tidak berguna. Sebaliknya, upaya mengubah corporate culture hampir tidak mungkin berjalan jika prinsip-prinsip GCG tidak diterapkan dalam “governance system” korporasi. 60 Secara umum ada beberapa karakteristik yang melekat dalam praktik good governance. Pertama, praktik good governance harus memberi ruang kepada pihak di luar penyelenggara negara untuk berperan secara optimal sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara mereka. Kedua, dalam praktik good governance terkandung nilai-nilai yang membuat penyelenggara negara maupun swasta dapat lebih efektif bekerja dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik good governance adalah praktik bernegara yang bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada 60 I Nyoman Tjager, et.all, Op.Cit., hal. 208-209. Dapat ditambahkan bahwa British Airways adalah contoh bagaimana perubahan dalam budaya perusahaan memberikan keunggulan kompetitif. Pada tahun 1981, British Airways mengalami kerugian hampir sebesar US 1 miliar. Konsumen sering kali menyebutnya dengan inisial BA, maksudnya bloody awful. Tetapi lima tahun setelah Inggris mengumumkan privatisasi British Airways, tingkat keuntungannya di antara yang tertinggi dalam industri terkait. Peningkatan pelayanan sangat menakjubkan. Apakah penjelasan memuaskan untuk perubahan ini? Jawabannya banyak ditemukan dalam revolusi budaya perusahaan di seluruh lini yang di rancang oleh manajemen puncak perusahaan. Lihat Khandwalla, PRADIP No.1 Turnaround Excellence: Insights from 120 Cases, Thousand Oaks, CA: Sage Publications, 2001. Universitas Sumatera Utara kepentingan publik. Karena itu praktik penyelenggaraan negara dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik. 61 Menurut Yunus Husein, bahwa kebutuhan terhadap penerapan good governance GG atau tata kelola yang baik di Indonesia pada dasarnya sudah dimulai sejak Indonesia merdeka. Namun, tekanan pentingnya penerapan GG semakin meningkat sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997. Krisis tersebut terjadi antara lain disebabkan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta yang belum menerapkan GG secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika pengelola pemerintahaan maupun etika bisnis. GG dapat dikatakan sebagai salah satu pilar dalam suatu sistem perekonomian. GG terkait erat dengan kepercayaan baik terhadap penyelenggara negara dan iklim usaha di suatu negara maupun terhadap para pelaku usaha. Untuk membereskan akar masalah dari berbagai persoalan yang mendera bangsa ini, pendekatan efektif yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan GG sebagai salah satu pilar guna membangkitkan kembali bangsa ini sebagai bangsa yang bermartabat. 62 Good governance dibagi dua, yaitu good corporate governance GCG dan good public governance GPG. Antara GCG dan GPG memiliki 61 Mas Achmad Daniri, “Aspek Governance Badan Usaha Milik Negara”, http:www. governance- indonesia.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=63Itemid=2 62 Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, Jakarta: Pustaka Juanda Tiga Lima, 2008, hal. 282. Universitas Sumatera Utara hubungan timbal balik. Keduanya saling mempengaruhi. Penerapan GCG akan baik kalau penerapan GPG juga baik. Begitu juga sebaliknya. Walaupun telah mendapatkan pelajaran bersejarah selama sepuluh tahun sejak tahun 1997, sekarang pun kita menyadari, bahwa penerapan baik GCG maupun GPG di Indonesia belum menggembirakan. Sebagai contoh untuk tahun 2007, Asian Corporate Governance Association, CLSA Asia Pacific Market menempatkan Indonesia pada urutan kesebelas terbawah di Asia. Peringkat satu sampai sepuluh adalah Hongkong, Singapura, India, Taiwan, Jepang, Korea, Malaysia, Thailand, China dan Filipina. 63 Dalam penerapan GCG di Indonesia terdapat empat penilaian negatif. Pertama, hanya sedikit yang yakin , bahwa pemerintah betul-betul serius dalam mendorong penerapan GCG. Kedua, dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah menghadapi masalah kredibilitas. Ketiga, keterbukaan informasi yang masih lemah terutama tentang kejadian material dan transaksi saham dari direksi, kurangnya keterlibatan investor, serta masih banyaknya antipati perusahaan terhadap GCG. Keempat, penegakan hukum oleh regulator masih lemah dan kurang independennya Self Regulatory Organization SRO. Meski demikian, terdapat juga beberapa penilaian positif. Pertama, laporan kuartalan dari perusahaan publik dinilai baik. Kedua, perlindungan yang memadai bagi pemegang saham minoritas. Ketiga, kebijakan anti korupsi sudah 63 Ibid. Universitas Sumatera Utara menunjukkan hasil yang nyata. Keempat, Indonesia terus melakukan perbaikan GCG melalui penyempurnaan Pedoman GCG dan Pedoman Sektor Perbankan. 64 Berdasarkan kebutuhan penerapan GG secara umum dapat diklasifikasikan pada 2 dua pendekatan yaitu rules based dan market based. Pada rules based atau berbasis regulasi, diharapkan dapat memaksa penyelenggara negara maupun pelaku usaha untuk mematuhi dan menerapkan good governance. Agar efektifitas penerapan GG tercapai maka regulasi juga melakukan pengaturan atas sanksi jika GG tidak diterapkan regulatory driven. Bagi para penyelenggara negara, penerapan Good Public Governance GPG untuk dapat menjalankan praktik-praktik yang mengutamakan perlindungan kepentingan publik dan mensejahterakan masyarakat. Para penyelenggara negara dalam konteks ini merupakan salah satu bagian pelaku usaha yaitu sebagai regulatory body, supervisory maupun katalisator. Salah satu bentuk regulasi terhadap GPG bagi para penyelenggara negara adalah UU No. 28 64 Ibid, hal. 283. Sebenarnya tidaklah sulit untuk mencari contoh kelemahan tersebut. Misalnya dukungan pemerintah terhadap Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG yang secara historis dibentuk oleh pemerintah justru sekarang menunjukkan kadar yang tidak sekuat dahulu pada awal pembentukannya. Di samping itu, dalam pemberantasan korupsi cukup banyak yang masih meragukan integritas penegak hukum termasuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru dipilih. Penegakan hukum oleh regulator khususnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan BAPEPAM-LK dirasakan belum maksimal baik karena hambatan yuridis maupun non yuridis. Dalam pelaksanaan GG ada tiga pihak yang bertanggung jawab, yaitu penyelenggara negara, termasuk eksekutif, legislatif dan yudikatif, dunia usaha dan masyarakat. Penyelenggara negara harus menciptakan lingkungan yang kondusif sebagai prasyarat terlaksananya GCG dengan baik, misalnya menyediakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan dan melaksanakan penegakan hukum secara konsisten. Dunia usaha dan masyarakat harus menerapkan GG dengan baik. Masyarakat juga harus berpartisipasi dan melakukan kontrol sosial terhadap penegakan GCG dan GPG. Ibid, hal. 283-284. Universitas Sumatera Utara Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam UU ini para penyelenggara negara harus melaksanakan fungsi dan tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, etika, perbuatan, sikap, tindakan maupun ucapan tercela lainnya. Sedangkan bagi para pelaku usaha, dorongan penerapan GCG berdasarkan market based berasal dari dorongan etika atas kesadaran para pelaku usaha menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan. Penerapan GG yang ini dapat juga disebut sebagai ethical driven. Karena kedua pendekatan ini masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan, maka kedua pendekatan ini seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan penyelenggaraan negara maupun bisnis yang sehat. 65 Konsep teoritis prinsip kehati-hatian adalah suatu sikap yang harus dipegang teguh oleh setiap orang yang bertugas mengelola suatu perusahaan didalam pikirannya merasa terikat secara moral bahwa yang dikelolanya adalah milik orang lain dan harus bertanggung jawab kepada masyarakat. 66 Bahkan dalam dunia perbankan Ross Cranston 67 mengemukakan prinsip kehati-hatian mengandung sifat prefentif pencegahan dan protektif yang bermaksud memberikan perlindungan dan dukungan kepada bank pada saat krisis mengancam. Dalam dunia perbankan prinsip kehati-hatian 65 Ibid, hal. 284-285. 66 A.C. Page R.B. Ferguson; The Prudent Man Rule; Investor Protection WeidenFeld and Nocolson Ltd., London 1992, hal. 19-20 67 Ross Cranstone, Principles of banking law 84 1997, hal. 11. Universitas Sumatera Utara diakomodasikan dengan jelas oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-udang Nomor 23 Tahun 1999 tetang Bank Indonesia yang dijabarkan oleh PBI Nomor 84PBI2006 dan Surat Edaran Nomor 912DPNP tanggal 30 Mei 2007 sehubungan dengan penerapan asas- asas GCG dengan lima prinsip dasar transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,independensi dan kewajaran. Konsep perlindungan terhadap pengurus perusahaan dapat dilihat pada Undang-undang Perseroan Terbatas PT dimana direksi maupun komisaris tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikan telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian.

2. Kerangka Konsep

Dalam penulisan disertasi ini digunakan sejumlah definisi operasional yang dipandang penting antara lain 68 : a. Badan Usaha Milik Negara, yang disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 1 angka 1 68 Pasal 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN memberikan definisi Badan Usaha Milik Negara, Perusahaan Perseroan, Perusahaan Perseroan Terbuka, Perusahaan Umum, Komisaris, Dewan Pengawas, Direksi, Kekayaan Negara, Restrukturisasi, Privatisasi, Rapat Umum Pemegang Saham Universitas Sumatera Utara b. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuannya mengejar keuntungan. Pasal 1 angka 2 c. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pasal 1 angka 3 d. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi-bagi atas saham, yang ber tujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barangatau jasa yang ber mutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan. Pasal 1 angka 4 e. Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero. Pasal 1 angka 7 f. Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Perum. Pasal 1 angka 8 Universitas Sumatera Utara g. Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 1 angka 9 h. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero yang memegang tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Pasal 1 angka 13 i. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero danatau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Pasal 1 angka 10 j. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Pasal 1 angka 12 k. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Pasal 1 angka 11 l. Good Corporate Governance GCG adalah “suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan Direksi, Dewan Komisaris, RUPS guna memberikan nilai tambah kepada pemegang Universitas Sumatera Utara saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku”. 69 m. Good Corporate Culture GCC adalah “suatu kondisi dimana suatu organisasi atau perusahaan sudah mempunyai sistem nilai-nilai yang unggul, serta telah diyakini oleh semua anggota organisasi, diterapkan dan dikembangkan secara berkesinambungan, dan secara sadar menjadi sistem perekat, untuk dijadikan sebagai acuan berperilaku dalam mencapai tujuan organisasi yang telah diterapkan”. 70 n. Kehati-hatian adalah sikap pengurus yang bersungguh-sungguh mempedomani dan menjalankan asas asas Good Corporate Governance. o. Kerugian Perusahaan adalah sesuatu yang dianggap mendatangkan rugi atau kerusakan bagi perusahaan 71 69 Ibid. OECD mendefinisikan corporate governance adalah “sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan”. Stilpon Nestor John K. Thompson, “Corporate Governance Patterns in OECD Economies: Is Convergence Underway”, Makalah disampaikan pada seminar Corporate Governance in Asia: A Comparative Perspective, Paris : 2001, hal. 37; Bank Dunia World Bank mendefinisikan GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan; Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 117M-MBU2002 tertanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN menetapkan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Sedangkan pengertian GCG menurut Muh. Arief Effendi, adalah seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah value added bagi para pemangku kepentingan. Muh. Arief Effendi, Op. Cit., hal. 1-2. 70 Djokosantoso Moeljono, Good Corporate Culture sebagai inti dari Good Corporate Governance, Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, JQNUQRI 2006, hal 71 71 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Tahun 1987, hal. 756 Universitas Sumatera Utara

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan 72 , Undang-undang Perseroan Terbatas PT, Undang-undang BUMN, Undang-undang Pasar Modal; dan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana termasuk Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis tempuh dengan dua cara yaitu : 1. Library reseach, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dari buku-buku, majalah ilmiah, peraturan perundang-undangan dan dokumen- dokumen lainnya serta putusan pengadilan yang berhubungan dengan pokok bahasan mengapa dalam pengelolaan BUMN kerap ditemukan pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian, serta bagaimana cara dan upaya yang dapat ditempuh oleh pemerintah dan perusahaan untuk mengefektifkan implementasi prinsip kehati-hatian agar GCG dalam BUMN optimal. 2. Field research, yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip GCG dalam BUMN dari narasumber dengan 72 Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum, Fakultas Hukum USU 2003. Universitas Sumatera Utara melakukan wawancara dengan Asisten Senior Manager Implementasi Good Corporate Governace PT. Antam Tbk.; sedangkan pada Perum BULOG yang diwawancarai adalah Sekretaris Perusahaan dan Kepala Seksi GCG, untuk mendapatkan data mengenai kinerja suatu perusahaan atau BUMN dan konsep-konsep pengelolaan perusahaan yang baik dengan standar acuan adalah penerapan prinsip kehati-hatian dalam rangka GCG yang terdiri dari : 1 penetapan visi, misi, dan corporate values; 2 penyusunan corporate governance structure; 3 pembentukan corporate culture; 4 penetapan sarana public disclosures; dan 5 penyempurnaan berbagai kebijakan sehingga memenuhi prinsip GCG. Ada dua BUMN yang dijadikan sebagai objek penelitian ini yaitu PT ANTAM Tbk dan Perum Bulog. Beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Undang-undang No. 19 Tahun 2003 menetapkan dua bentuk BUMN yakni Persero dan Perum. Kedua bentuk BUMN tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Persero lebih berorientasi pada pencarian keuntungan, sedangkan Perum lebih berorientasi kepada pelayanan masyarakat disamping mencari keuntungan. 2. Kedua BUMN tersebut memiliki kinerja yang berbeda. PT ANTAM mewakili BUMN dengan kinerja yang sangat baik, sedangkan Perum Bulog menghadapi berbagai masalah. 3. Diharapkan dari kedua BUMN tersebut diperoleh informasi tentang hubungan pelaksanaan GCG termasuk didalamnya pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Universitas Sumatera Utara Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif. Data-data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral holistic tentang pengelola perusahaan atau BUMN dengan memegang prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik seperti sikap kehati-hatian prudential, dan didukung oleh kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku compliance. Korelasi antara permasalahan yang terdiri dari implementasi prinsip GCG, dan kerap ditemukan perlanggaran prinsip kehati-hatian serta upaya yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan prinsip kehati-hatian dengan pendekatan teori Corporate Governance yang berintikan 5 asas yaitu tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemadirian independensi, kewajaran maka dari data yang terhimpun yang merupakan hasil penelitaan pada perusahaan maka dapatlah ditarik kesimpulan.

F. Asumsi