Krisis dalam Agroindustri TINJAUAN PUSTAKA
Statistik tahun 1986 menunjukkan penjualan daging ayam di AS pada tingkat grosir mencapai 12 miliar dollar AS. Setiap keluarga di AS mengkonsumsi sekitar 27 kg
daging ayam per tahun. Siaran program ’60 Minutes’ tayangan Televisi CBS itu menimbulkan krisis serius bagi kalangan peternak ayam dan industri pemrosesan daging
ayam. Pemicu utamanya ternyata konflik antara serikat buruh dengan para pengelola industri peternakan ayam di sana. Para buruh yang gagal memperjuangkan kenaikan gaji,
kemudian menyebarkan informasi keliru dengan menggabungkan data statistik Pusat Pengendalian Penyakit Centers for Disease Control atau CDC yang menunjukkan
peningkatan gejala penularan penyakit melalui makanan, dengan fakta mengenai tingginya tingkat konsumsi daging ayam di kalangan masyarakat AS. Gottschalk, 1993.
Krisis lainnya terjadi pada industri bir Corona Extra dari Meksiko. Dalam dekade 1980-an, Corona menjadi pengimpor terbesar bir ke AS. Pada pertengahan tahun 1987,
pemasaran bir tersebut anjlok karena agen bir Heineken yang menjadi salah satu pesaing menyebarkan informasi bahwa bir Corona terkontaminasi air seni. Perusahaan Barton
Beers dari Chicago selaku pengimpor Corona segera membentuk tim manajemen krisis. Tim tersebut menghubungi seluruh agen dan pengecer Corona, menyampaikan fakta yang
membantah isi informasi yang tersebar. Pihak Corona kemudian mengajukan gugatan terhadap agen bir Heineken yang menyebarkan berita bohong, meminta pengadilan
memerintahkan pelaku penyebaran berita bohong itu minta maaf secara terbuka di media massa. Pihak Corona juga menyiapkan bahan siaran dengan durasi sekitar 5 menit yang
berisi wawancara dengan pengusaha Bir Corona dari Meksiko guna meyakinkan publik mengenai kebersihan dan kemurnian produk bir itu. Bahan siaran itu dikirimkan kepada
sekitar 200 stasiun televisi di sekitar Chicago. Krisis yang ditangani secara cepat itu bahkan menjadi peluang iklan bagi perusahaan bir Corona Jackson Center, 1995.
Krisis juga terjadi pada perusahaan agroindustri Foodmaker dari negara bagian Washington di AS tahun 1993. Foodmaker adalah perusahaan induk yang membawahi
1.161 restoran cepat saji ‘Jack in the Box’ di seluruh Amerika. Tahun 1992 tercatat hasil penjualan Foodmaker mencapai 1 miliar dollar AS dan memproyeksikan membukukan
kenaikan keuntungan 354 persen dalam kuartal pertama tahun 1993. Krisis mulai tampak 11 Januari 1993 ketika seorang anak berusia 2 tahun yang mengkonsumsi cheeseburger
Kid’s Meal dari restoran Jack in the Box di Tacoma harus dirawat di rumahsakit karena kejang perut dan diare. Ia meninggal sekitar 10 hari setelah dirawat. Penyebab
kematiannya adalah Escherichia coli 0157:H4, salah satu versi yang mematikan dari bakteri E. coli Lerbinger 1997.
Satu korban lainnya meninggal tak lama setelah itu dan sekitar 500 korban lain yang makan di restoran Jack in the Box harus dirawat di rumahsakit. Para pengelola
restoran Jack in the Box tidak segera bereaksi dan Minggu 17 Januari 1993 Dinas Kesehatan setempat menerbitkan siaran pers yang menyatakan wabah sakit perut itu
berkaitan erat dengan konsumsi daging giling yang kurang masak. Keesokan harinya, Dinas Kesehatan mengumumkan penyebab utama wabah adalah hamburger yang kurang
masak yang disajikan Jack in the Box. Perusahaan menarik kembali dan memusnahkan 10- 14 ton hamburger siap saji. Penjualan merosot 30-35 persen di awal Februari 1993, harga
sahamnya anjlok dari 13.625 dollar AS menjadi 9.5 dollar AS 22 Januari 1993 dan sampai awal April 1993 Foodmaker merugi 29,3 juta dollar AS akibat kasus tersebut
Lerbinger 1997. Industri pangan termasuk sangat rentan terhadap berbagai krisis yang mungkin
muncul akibat informasi mengenai keracunan, cemaran, gugatan konsumen maupun gangguan lainnya. Jefkins 1987 melaporkan perusahaan pengalengan ikan salmon
mengeluarkan biaya sekitar 2 juta poundsterling setara sekitar Rp 28 miliar pada tahun 2005 guna menarik kembali produk ikan kalengannya dari pasar. Diungkapkan pula
perusahaan Farley yang memproduksi makanan bayi bankrut akibat krisis reputasi. Krisis pada perusahaan agroindustri di Indonesia terjadi antara lain tahun 1989,
ketika gandum yang menjadi bahan dasar sejumlah perusahaan biskuit di Indonesia tercemari pupuk sewaktu diangkut dengan kapal dari negara asalnya. Para pengelola
biskuit harus menarik kembali produknya dari pasar akibat peristiwa ‘Biskuit Beracun’ tersebut. Krisis terjadi juga tahun 2005-2007 di lingkungan industri peternakan ayam di
Indonesia akibat wabah flu burung yang mengakibatkan puluhan korban meninggal dunia.