Pengolahan Data Teknologi Analisis

pendapat mengenai kemungkinan solusi jika perusahaan tapioka dihadapkan pada masing- masing krisis teknologi tersebut Lihat Lampiran 2 dan Lampiran 4.

4.2.4.3. Pengolahan Data Ekonomi dan Finansial

Diagnosis mengenai tahapan maupun magnitude krisis ekonomi atau finansial perusahaan dilakukan dengan berdasarkan pada analisis kelayakan perusahaan. Analisis kelayakan usaha Lihat Lampiran 9 yang dilakukan dalam model manajemen krisis ini menggunakan perhitungan Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR, manfaat netto atau Net Benefit Cost Ratio Net BC, pengembalian modal atau Return on Investment ROI, titik impas atau Break Even Point BEP, dan perioda pengembalian modal atau Pay Back Period PBP. Para narasumber dimintai pendapatnya mengenai alternatif solusi jika perusahaan dilanda krisis ekonomi atau finansial tersebut.

4.2.4.4. Pengolahan Data Sosial

Diagnosis dan identifikasi krisis dilakukan terhadap kondisi sumberdaya manusia di perusahaan, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan atau pimpinan perusahaan, hubungan atau kemitraan perusahaan dengan warga di sekitar perusahaan, aksi kekerasan maupun aksi teror yang mungkin terjadi dan pencitraan perusahaan. Para narasumber diminta pendapat atau pengalamannya mengenai hal-hal tersebut, baik dari segi peluang terjadinya krisis maupun dampak masing-masing unsur krisis sosial itu terhadap kelancaran produksi. Penilaian dilakukan dengan skala hedonik mulai dari SR Sangat Rendah, R Rendah, S Sedang, T Tinggi dan ST Sangat Tinggi. Agregasi pendapat pakar dilakukan menggunakan metoda modus pengulangan yang terbanyak atau metoda rata-rata geometris jika tidak diperoleh modus yang diinginkan. Para pakar juga dimintai pendapat mengenai kemungkinan solusi jika perusahaan tapioka dihadapkan pada masing-masing krisis sosial tersebut Lihat Lampiran 2 dan Lampiran 4. Dilakukan uji ulang cross-check terhadap hasil penilaian para narasumber mengenai masalah sosial tersebut dengan meminta keterangan dari warga di sekitar pabrik, karyawan perusahaan dan pejabat di lingkungan Dinas Pertanian di Provinsi Lampung.

4.2.5. Perancangan Model Manajemen Krisis

Langkah selanjutnya adalah perancangan model, dengan menetapkan metoda penilaian krisis, metoda penetapan solusi dan penentuan piranti yang akan digunakan dalam rekayasa CrismanSoft sesuai dengan tujuan pembentukan model. Dalam perancangan model, ditetapkan juga tampilan akhir dan interface antara model dengan pengguna. Dipilih bahasa pemrograman Pascal yang dikenal sebagai Delphi 7 sebagai piranti pengemas antarsubmodel dan bagian-bagian model lainnya. Inferensi fuzzy dilakukan dengan menggunakan komponen Delphi 7 dan MATLAB 7, sedang pusat data menggunakan bantuan piranti Microsoft Excel 2003 dan Microsoft Access 2003.

4.2.5.1. Penilaian Krisis Bahan

Penilaian krisis bahan dilakukan melalui agregasi keluaran pembandingan hasil peramalan masing-masing pasokan bahan baku, pasokan bahan bakar, pasokan bahan pembantu dan pasokan air terhadap kebutuhan masing-masing yang dikonversikan dari hasil peramalan produksi tapioka atau tingkat produksi pada titik impas dipilih yang paling tinggi, dipadukan juga dengan krisis pemasaran yang diperhitungkan dari pembandingan persediaan produk tapioka dengan kapasitas gudang. Batas atas kelebihan pasok bahan baku yang bisa menimbulkan krisis adalah 20 persen di atas kapasitas produksi. Acuan ini ditetapkan dari hasil wawancara dengan para praktisi lapang. Alasannya adalah penurunan kadar pati dalam ubikayu jika pengolahannya tertunda lebih lama. Sedang batas bawah kekurangan pasokan bahan baku adalah kebutuhan bahan baku pada titik impas atau BEP break even point atau tingkat produksi tapioka sesuai hasil peramalan dipilih yang paling tinggi. Volume pasokan bahan baku didekati dengan metoda peramalan berdasarkan data pasokan ubikayu sejak Januari 2000. Keadaan bahan baku dinilai krisis jika peramalan pasokan ubikayu lebih rendah dari kebutuhannya atau lebih tinggi dibandingkan dengan 120 persen kapasitas produksinya. Pasokan air dinilai krisis jika volumenya kurang dari kebutuhan air bagi pengolahan tapioka. Tingkat kebutuhan air dalam produksi didekati dari hasil ramalan produksi tapioka dan asumsi rata-rata kebutuhan air adalah 22,5 meter kubik per ton tapioka yang diproduksi. Volume pasokan air didekati menggunakan peramalan berdasarkan data sejak Januari 2000. Pasokan bahan bakar dinilai krisis jika volumenya kurang dari kebutuhan air bagi pengolahan tapioka. Rata-rata kebutuhan bahan bakar adalah 35,5 liter solar per ton tapioka yang diproduksi. Volume pasokan bahan bakar didekati menggunakan peramalan berdasarkan data sejak Januari 2000. Kebutuhan bahan pembantu tawas 0,13 persen dari produksi tapioka dan belerang 0,00058 persen dari produksi tapioka guna pengolahan air serta bahan pembantu