perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 151
degup hidup yang telah hilang ditelan waktu sebuah masa lalu. Inikah kontradiksi yang sering membuatku nyeri, sekaligus ngeri.
Namun apalah arti masa lalu, bila ia hanya sebuah cermin, agar kita bisa mengukur keberadaan kita saat ini bila dibandingkan dengan waktu lalu, agar
kita bisa menjalani hidup dengan ukuran-ukuran yang sudah terlampaui. Mungkin perkiraanku itu keliru, karena banyak hal terjadi lebih dari itu,
sebab masa lalu juga bisa berarti suatu landasan untuk menapaki masa depan, juga bisa menjadi bumerang jika salah diterjemahkan.
Tersirat dalam kutipan di atas, bahwa perputaran irama hidup dan kehidupan yang diyakini, dipahami, dihayati, dan dijalani Jarot tampak dikuasai atau
dikendalikan oleh waktu. Hal ini menandakan keyakinan Jarot akan determinasi alam terhadap keajekan irama hidup dan kehidupan manusia.
c. Wujud Nilai
Kejatmikaan
Manusia Jawa
Nilai
kejatmikaan
manusia Jawa berkaitan dengan kesimpatikan, keempatian, kemenarikhatian, keluwesan, dan keramahan manusia Jawa terhadap manusia lain
tetapi juga jagad semesta
jagad gedhe.
Dalam bahasa Jawa, hal ini terungkap antara lain dalam istilahkonsep
jatmika, grapyak, semanak, blater, sumeh, merak ati, gandes luwes,
dan
seneng aruh-aruh. Kejatmikaan
ini harus diutamakan dan ditonjolkan oleh manusia Jawa sebab memungkinkan keselarasan sosial akan
tercipta, terjaga, terjamin, dan terpelihara. Dalam hidup dan kehidupan, manusia Jawa yang dididik untuk selalu
menghindari konflik terbuka, karena konflik akan merusak hubungan dan keadaan yang
laras
. Maka manusia Jawa dituntut untuk selalu berpandangan, berucap, bersikap, bertindak, dan berperilaku penuh simpatik, empati, menarik hati, luwes,
dan ramah kepada manusia lain, juga jagad semesta.
Kejatmikaan
Jarot digambarkan memiliki perilaku yang simpatik, empati, menarik hati, dan ramah kepada orang lain, terutama kepada teman-temannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 152
sehingga sering ucapan, sikap, dan tindakannya mengagumkan dan memikat orang lain, baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut direpresentasikan secara
intensif, ekstensif, dan mengesankan dalam berbagai bentuk peristiwa, kejadian, dan komentar. Misalnya ketika Jarot harus menerima segala keluh kesah bahkan cinta
Puteri karena Jarot tak pernah bisa menolak dan membuat orang lain tersakiti. Jarot yang memiliki sikap
waskita
sering membuat orang lain menjadi salah menafsirkan dan ditanggapi sebagai cinta. Contonya dapat dilihat dalam teks berikut.
Kelemahanku adalah sulit untuk berkata tidak. Dari sanalah tercipta labirin hidupku yang berkelok dan rumit, terutama dalam hubungan dengan
orang-orang di sekitarku, terutama Puteri. Pada awalnya Puteri hanya menempatkanku sebagai teman biasa, teman kuliah, tetapi akhirnya aku harus
menerima risiko yang sama sekali tak kuduga. Mashuri, 2007:59
Timbulnya tafsiran Puteri terhadap sikap Jarot disebabkan oleh ucapan, sikap, tindakan, dan perilaku Jarot. Kutipan di atas dipertegas dengan kutipan berikut.
Aku memang tak bisa menolak. Aku selalu berada di antara jawaban ya dan tidak. Sejak itulah, arus masalah yang berkutat pada Puteri mengalir ke
aku. Mashuri, 2007:61
Atau saat Jarot berhadapan dengan Agnes, tetangga kontrakan.
“Apa Mas Jarot tidak bosan mendapat pengaduan dari saya?” tanyanya suatu ketika.
Jarot pun menggeleng. Lelaki ini memang sulit berkata tidak, meski ia sendiri sebenarnya tidak setuju. Ia selalu saja menampangkan diri sebagai
tempat pengaduan masalah, istilahnya tempat sampah. Mashuri, 2007:161
Dalam penggalan teks di atas tampak bahwa Jarot menyadari
kejatmikaannya
merupakan ekspresi yang salah. Kejatmikaan yang benar adalah kejatmikaan yang dilandasi oleh religiusitas, spiritualitas, atau moral.
Kejatmikaan
seperti ini akan membuat orang yang mengikutinya tidak diresepsi, dipersepsi, dan ditanggapi secara
salah. Inilah
kejatmikaan
yang diamanatkan oleh pengarangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 153
Kejatmikaan
alternatif ini tampak juga termanifestasi atau terpersonifikasi dalam diri Jarot.
Kejatmikaan
Jarot terekspresikan atau terartikulasikan dalam bentuk kemengertian, ketenangan,
kegrapyaan, kesemanakan, kemerakatian,
dan kepaha- mannya atas suatu keadaan yang dilandasi oleh moralitas atau religiusitas. Sebagai
contoh saat Jarot menghadapi Puteri yang marah karena tidak mau menuruti ke- inginannya “berhubungan intim” ketika jalan-jalan ke kota Batu di pergantian tahun.
Dalam satu detik yang menentukan segalanya, terbetik satu nafas yang kerap kali membuatku terbangun dari perasaan tak menentu. Selanjutnya, aku
raih sprei yang kebetulan ada di ujung ranjang, lalu kulempar ke tubuh Puteri agar tertutupi. Aku merasa seperti Jaka Tarub saat memberi pakaian pada
Nawangwulan, meski dalam kasus yang berbeda. “Lalu untuk apa kau ajak aku ke Batu” nada suara Puteri tinggi, ia mulai
tersinggung. Ia bangkit. Aku tak ingin menyinggung perasaannya. Aku mendekat, kupegang
pundaknya dari belakang, kukecup rambutnya dan kukatakan, aku tak ingin dia terluka.
“Dengan begini, kau telah melukaiku” tegasnya. “Berarti kau tidak mencintaiku” lanjutnya. Mashuri, 2007:69
Ketenangan yang ditopang oleh kemampuan mengendalikan diri dan nafsu
tersebut jelas didasarkan atas ajaran spiritual yang dipelajari dan dihayati sejak kanak-kanak.
d. Wujud Nilai Kerukunan Manusia Jawa