Tanggapan dari Aziz Abdul Gofar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 207 d. Karena sastrajendra merupakan sebuah konsep pandangan hidup maka tidak bisa didetailkan. Sebagai sebuah konsep pandangan hidup hanya merupakan sebuah penawaran, karena penawaran maka pengarang tidak mendetailkan. e. Konsep sastra jendra mungkin sekali sebagai simbolisasi pencarian diri Jarot. Pengarang hendak menyimbolkan bahwa sastra jendra adalah makrokosmosjagat besar sedang Jarot adalah mikrokosmosjagat kecil. Dalam istilaj Jawa dikatakan loro-lorone atunggal=dua tapi tunggal. Sastrajendra dan Jarot merupakan simbolisasi penyatuan yang dalam istilah Jawa disebutkan dengan curiga manjing warangka, warangka manjing curiga. Sastrajendra yang dihayati Jarot merupakan titik perjumpaan Islam Jawa.

3. Tanggapan dari Aziz Abdul Gofar

a. Mashuri ingin menunjukkan kepada pembaca bagaimana sistem kuno kehidupan pesantren di mana si tokoh utama berasal, menunjukkan bagaimana harus hidup dalam aturan tersistemasi oleh pola perilaku yang khas yang berafiliasi pada sisi transendensitas. Pencarian tokoh utama terhadap ketertarikannya terhadap dunia di luar dunia kecilnya, menunjukkan bagaimana sebenarnya mereka yang hidup dalam sistem pesantren ingin mencari warna kehidupan yang lain. Mashuri kemudian ingin mempertemukannya dengan jelas dan kabur di luar persepsi bahwa penulis memang sengaja tidak menuliskannya dengan detail, antara cerita besar dalam sebuah epos kehidupan manusiawi yang ia seret ke dalam kehidupan modern yang menjadikan simbol-simbol agung dalam sastra gendra menjadi kabur. Ketika kisah berlanjut dengan pengembaraan mudanya dibalut oleh segmen-segmen mistikisme yang semakin kuat dengan berbagai macam plot perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 208 pada alur yang menarik. Dunia muda Jarot pun tidak terlepas dari lazimnya manusia muda di zamannya tetap mengedepankan aspek misteri yang membuat pembaca tertarik dengan dunia yang ditawarkan cerita ini. Tetapi sayangnya loncatan-loncatan besar terjadi di akhir cerita. Jurang-jurang yang berbahaya bagi ending yang menarik. b. Sinkretisme menjadi berbeda dalam pengertian yang ada dalam Hubbu dengan konsepsi beberapa orientalisme, misalnya Woodwort dan Geertz. Sikretisme dalam Hubbu adalah jelmaan dari konseptualisasi pribadi Jarot dalam melakukan penentangan juga pelariannya terhadap system yang membelenggunya. Pelarian ini lebih bersifat individual dan terspesialisasi, gejolak psikis manusia muda mencari ragam kehidupan yang ia kehendaki. Yang pada suatu ketika bertemulah perjalanan hidup Jarot dengan sempalan kepercayaan yang oleh sebagian pengamat sastra kita disebut sinkretisme. Tetapi sinkretisme sendiri menjadi tidak relevan jika dikaitkan dengan konsep agama. Manusia adalah makhluk spiritual, menyadari adanya kekuatan yang Maha Agung, kekuatan yang di luar dirinya, yang mengatur dan menentukan kehidupannya, seorang atheis pun setuju dengan deskripsi ini. Achdiat K Mihardja dalam novel Atheisnya secara implicit di akhir cerita menunjukkan adanya alam bawah sadar yang masih menuju pada ke-Khalik-an pada seorang atheis. Woodwaort menyebut kejawen sebagai agama Jawi. Tetapi ia menyebut ini bertolak pada pengamatannya terhadap mereka yang memeluk Islam tetapi menjalankan tata aturan syariah yang menyimpang, jika dilihat dari syariat kemurnian Islam. Konsep abangan ini juga dapat kita lihat pada teori pembagian manusia jawa oleh Geertz. Jika pengingkaran Jarot perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 209 terhadap system pesantren yang kuat disebut, maka sebenarnya sinkretisme Jarot bersifat individual, tidak bisa digeneralisir terhadap kasus-kasus lain. c. Sebutan spiritualisme Timur adalah kebiasaan mereka yang berada di Barat. Penunjukan di Barat dan Timur akan menjadi masalah jika veriabel lainnya mengikuti.. spiritualisme Timur adalah konsepsi orientalis, akan berbeda dengan apa yang akan disebut para oksidentalis terhadap spiritualis Timur ini. Spiritualisme Timur adalah spiritualis yang berbeda dari Barat. Memiliki cirri dan karakteristik sendiri. Spiritualis pada dasarnya adalah sama untuk Barat dan Timur, masing-masing memiliki elemen dasar sehingga disebut spiritual. Tetapi tambahan kata Timut ini menunjukkan diferensiasi yang tajam, di mana spiritualis Timur seringkali menjadi objek. Hal ini bikan semata kajian geografis, meski tetap menjadi minat dalam disiplin, antropologi dan budaya. Mulai dari Tao, Shinto, Hindu, Budha, Zen, Kejawen, kepercayaan – kepercayaan lokal masyarakat timur. Tiga agama samawi itupun bisa dibilang berlatar Timur. Konsep spiritualis timur dalam Hubbu lebih khusus tertuju pada kepercayaan dan praktik–praktik lokal masyarakat Jawa yang berafiliasi pada konsepsi praktik abangan. Jika novel Hubbu dikatakan sarat dengan konsepsi spiritualis Timur, pernyataan ini tidak boleh berhenti disebabkan konsepsi spiritualis timur bukan semata generalissi pandangan orientalis terhadap ragam warna ketimuran. d. Tidak menjelaskan secara detail sebenarnya permasalahan tersendiri, apakah novel ini yang secara sengaja mengusung Sastra gendra sebagai titik awal atau sekedar fragmen yang berkaitan dengan isi cerita. Sastra Gendra sendiri pada hakikatnya merupakan kemisterian yang terselubung. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 210 e. Hubungan antara Sastra Gendra dan kisah kehidupan Jarot tidak terlihat, ada memang keterkaitannya tetapi tipis sekali. Yakni ketika awal kisah dan akhirnya saja yang secara samar–samar memaksa hubungan dengan sastra Gendra. Dari tanggapan yang disampaikan oleh ketiga reseptor di atas, penulis dapat menarik simpulan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki pembaca akan sangat berpengaruh terhadap tingkat apresisai yang ditawarkan. Meskipun terdapat perbedaan pemahaman tetapi tanggapan yang reseptor berikan tidak tampak mencolok perbedaannya. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban yang reseptor sampaikan memiliki kecenderungan hampir sama. Yang membedakan hanyalah gaya bahasa dan keluasan bertutur. Dari ketiga tanggapan di atas penulis dapat merangkum dan menyimpulkan bahwa : 1. Mashuri, sebagai pengarang Hubbu ingin menyampaikan kepada pembaca tentang pergeseran yang kini terjadi di dunia pesantren dan masyarakat santri. Imbas politik praktis tampaknya juga menjadi bagian yang menggeserkan tradisi pesantren yang mulai dimasuki model-model pembelajaran lamakuno dan cenderung dimasuki hal-hal baru atau pembelajaran pondok modern. Kahadiran tokoh utama Jarot yang memiliki latar belakang budaya tradisional dengan nilai- nilai agama yang didapatkan dengan kuat hingga mengakar dalam dirinya dipaksa menjadi maju oleh zamannya ketika dia berada di lingkungan barunya sehingga tampak tergagap menghadapi hal-hal baru. 2. Masa muda Jarot yang penuh dengan pencarian, pengalaman masa kecilnya yang sarat nilai-nilai dan ketakjuban pengalaman spiritual sepertinya mendidiknya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 211 untuk mencari jalan tengah. Ia mewarisi sebuah ajaran “pemurnian” tauhid yang kurang berakar, karena memang belum waktunya untuk menyentuh hal-hal yang riskan dalam hal hubungan antara Islam dan Jawa. Padahal di masa lampau, Islam bisa bersanding dengan Jawa dengan sangat mesra. Akhirnya ia mencari jawabannya. Titik tolak novel Hubbu ada pada bagian tersebut, bertemunya Islam dan Jawa yang belum kokoh di beberapa sudut kehidupan. 3. Konsep spiritualisme Timur menjadi penggugah dalam novel Hubbu, baik dalam Jawa maupun Islam yang terlihat menjadi penyeimbang bagi cerita tersebut, sehingga keduanya saling melengkapi. Dalam Hubbu terlihat sengaja disandingkan oleh pengarangnya. Terlihat bagaimana pengetahuan diperoleh sebagai simbolisasi spiritualisme Barat dan dimunculkannya wayang sebagai simbolisasi spiritualisme Jawa, sedangkan tasawuf sebagai simbolisasi Islam. Dari hal tersebut spiritualisme Timur terlihat dari berkumparnya Islam dan Jawa. 4. Sastra Gendra hanya sebagai konsep pandangan hidup, hanya tersebut saja tanpa dijelaskan secara detail karena tampaknya Sastra Gendra adalah awal dari konsep menulis teks novel Hubbu. 5. Sastra Gendra yang tersebut ulang di beberapa bagian merupakan penggambaran sebagai isi dan Jarot adalah bentuk, keduanya seperti sudah manunggal. Sastra Gendra lah yang diburu Jarot yang dianggap sebagai pengetahuan tertinggi yang tersembunyi, itu sebabnya dari awal hingga akhir tidak didetailkan karena tampaknya sengaja tidak dijelaskan apa Sastra Gendra . Dan Sastra Gendra tidak diwedarkan sampai akhir cerita karena simpul cerita Hubbu sesungguhnya memang bukan terletak pada Sastra Gendra . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 212

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut. Adanya representasi nilai budaya Jawa dalam novel Hubbu menunjukkan dan mencerminkan adanya lokalitas dan tradisionalitas dalam hal ini Jawa di tengah modernitas Surabaya sebagai kota metropolitan karena nilai budaya Jawa lazim dipahami sebagai wujud lokalitas dan tradisi yang masih melekat di tengah-tengah perkembangan soaial, budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan. Hal tersebut megimplikasikan atau menyiratkan pada tiga hal. Pertama, bahwa lokalitas dan tradisi Jawa ternyata bukanlah masa lalu atau sesuatu yang telah lampau, sedangkan modernitas ternyata juga tidak dapat dipisahkan dengan tradisionalitas karena keduanya pada dasarnya saling berinteraksi, bahkan bercampur dalam sebuah masyarakat dan kebudayaan yang tersirat maupun tersurat dalam novel Hubbu. Maksudnya, di dalam lokalitas dan tradisi selalu hadir unsur modernitas begitu juga sebaliknya dalam unsur modernitas selalu hadir unsur lokalitas dan tradisi. Kedua, lokalitas, tradisi, dan modernitas ternyata secara kronologis bukanlah sosok yang berdiri sendiri-sendiri tetapi saling berjalin berkelindan. Hal ini tampak jelas terlihat dalam novel Hubbu.