Wujud Nilai Kasih Sayang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 192 Agnes untuk masuk agama yang dianutnya, Jarot membiarkan Agnes tetap memeluk keyakinannya. Seperti terlihat dalam penuturan Teguh kepada Aida putri Jarot dalam pertemuan mereka di Surabaya. …. Mereka langsung menikah, meski lewat catatan sipil. Jarot bersikeras bahwa pernikahan itu direstui langit, karena Agnes itu ahli kitab. Langkahnya ini memang langkah berani. Berani dalam segalanya. Mashuri, 2007:170

g. Wujud Nilai Kasih Sayang

Nilai kasih sayang manusia Jawa di sini berkait dengan altruistis, filantropis, dan humanistis terhadap sikap, ucapan, perbuatan, atau perilaku manusia Jawa dalam hidup dan kehidupan. Kealtruitisan berarti sikap dan tindakan yang mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri, kefilantropisan berarti kedermawanan kepada sesama manusia, dan kehumanistisan berarti rasa kemanusiawian kepada sesama manusia. Dalam bahasa Jawa, kasih sayang ini tereksternalisasi terutama dalam istilah asih ing sesami dan welas asih di samping asah asih asuh. Makna denotatif asih ing sesami adalah kasih sayang kepada sesama manusia, welas asih adalah mudah memberikan kasih sayang, dan asah asih asuh adalah melatih, mengasihi, dan mengasuh. Bagi manusia Jawa sikap kasih sayang ini dipandang penting dalam hidup dan kehidupan karena dapat menjadikan manusia Jawa inklusif atau tinarbuka yang menjadi ciri khas nilai kasih sayang manusia Jawa. Sikap kasih sayang yang ditunjukkan Jarot antara lain tereksternalisasi dalam sikap dan tindakannya untuk mempertahankan, melindungi sekaligus menyelamatkan kehamilan Puteri yang merupakan hubungan di luar nikah dengan Teguh, dan sikap kasih sayang ini ditunjukkan dengan niatan Jarot untuk menikahi Puteri asalkan Puteri tidak menggugurkan kandungannya, seperti terlihat dalam kutipan berikut. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 193 Jarot diam sejenak. “Ada dua pilihan untukmu, Savitri. Kau aborsi janinmu atau kau tetap mengandung tapi kita menikah. Jika kau mau menikah, kita lalu pulang kampong ke rumahku” tegas jarot. Mendengar tekat Jarot, Savitri hanya diam, mematung. Mashuri, 2007:131 Nilai kasih sayang Jarot tereksternalisasi dalam sikap, tindakan, dan perbuatannya seperti yang terlihat pada saat anak Agnes lahir, Jarot menganggapnya sebagai anak kandungnya sendiri meskipun kehamilan Agnes sebagai istri Jarot bukan hasil hubungan suami istri dengan Jarot melainkan hubungan di luar nikah dengan kekasih Agnes. Setalah kelahiran bayi perempuan yang diberi nama Sonyata Diah Pangrawit semakin dicurahi kasih sayang oleh Jarot sampai ia dewasa. Bahkan setelah Agnes meninggal beberapa saat setelah melahirkan, dan Jarot menikah lagi pada suatu ketika nanti, perempuan yang menjadi istrinya harus pula mau mengakui Sonya sebagai anak kandungnya dan tidak boleh membedakan dengan anaknya sendiri. Kepada Sonya, Jarot tidak hanya mencurahi kasih sayang, tetapi mengasuh, merawat, dan melindungi saja tetapi juga mendidiknya secara sungguh-sungguh dan tanpa pamrih sampai Sonya menjadi seorang dokter. Seperti terlihat dalam kutipan penggalan surat yang dikirimkan kepada Teguh berikut ini. Perlu juga kukabarkan, anakku sudah lahir. Kuberi nama Sonyata Diah Pangrawit, panggilannya Sonya. Aku bahagia, meski kutahu ia bukan anak kandungku. Ia anak Agnes, tetapi karena aku mencintai Agnes, maka ia pun anakku. Apalagi Agnes terkena musibah setelah melahirkan. Ia mengalami pendarahan hebat, lalu wafat. Ia seakan-akan menitipi amanat, agar aku merawat Sonya. Aku berjanji dalam hati akan memenuhi amanatnya. Jika kelak aku beristri lagi, istriku itu harus meneken kontrak, ia harus mengakui sonya darah dagingnya dan tak pernah membuka rahasia bahwa Sonya anak tirinya. Tentu ia tak boleh tahu bahw ia anakku. Hanya kamu yang tahu. Kuminta kau juga meutup erat rahasia ini. Ini menyangkut soal hidup dan masa depan keluargaku. Mashuri, 2007:178 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 194 Dalam keseluruhan etiket dan moralitas Jawa, setiap manusia dilarang mengganggu, apalagi merusak kasih sayang tersebut. Sebaliknya setiap manusia Jawa berkewajiban menjaga dan memelihara kasih sayang dalam hidup dan kehidupan. Untuk itu, hendaklah setiap manusia Jawa mengembangkan dan menunaikan sikap, ucapan, dan tindakan yang humanistis, filantropis, dan altruistis. Kehumanistisan ditandai oleh sikap peka, tanggap, mengerti, dan simpati kesulitan dan dilemma orang lain; sikap suka memberi kelonggaran, kesempatan, maaf, dan pengampunan kepada yang bersalah; dan sikap memberi jalan keluar kepada siapa saja yang berada dalam kesulitan. Filantropis ditandai oleh sikap mau menerima seseorang sebagaimana adanya; sikap tidak melukai, menghargai, dan menjaga perasaan orang lain; sikap berdamai. Sedangkan altruistis, antara lain ditandai oleh sikap berbuat sesuatu untuk manusia dan kemanusiaan; sikap berbuat sesuatu untuk alam semesta dan Tuhan. Dengan kata lain, agar kasih sayang dapat terjaga dan terpelihara, setiap manusia Jawa hendaklah berusaha bersikap, berucap, bertindak, atau berbuat mencintai sesama makhluk hidup khususnya sesama manusia tresna, seneng, sengsem, remen, ngajeni liyan , manusiawi nguwongke, ora ambeg siya, ora gawe eleke liyan, dan melindungi sesama manusia demi kemanusiaan dan ketuhanan ayom, among, asuh. Hal ini mengimplikasikan, nilai kasih sayang meliputi nilai kecintaan, kemanusiawian, dan nilai melindungi. Teks novel Hubbu dalam banyak bagian menggambarkan bagaimana sikap tresna Jarot kepada tidak hanya orang tuanya, teman-temannya, dan kepada makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Digambarkan, Jarot menunjukkan sikap asih ing sesami terutama kepada Savitri dan Agnes sebagai teman-temannya sewaktu di perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 195 Surabaya. Kecintaan yang ditunjukkan Jarot kepada Savitri atau kepada Agnes lebih pada kecintaan yang berlandaskan persahabatan. Tetapi, menjadikan kecintaan filantropis-humanistis-spiritual sebagai prinsip hidup dan kehidupan berarti menuntut manusia untuk menyerahkan diri kepada yang dicintai, baik manusia, alam semesta, maupun Tuhan dengan penuh tanggung jawab. Penyerahan diri ini dapat berupa pengorbanan diri demi yang dicintai. Bagi Jarot, hal ini dapat berwujud praksis berbuat baik dengan mengorbankan rasa cinta yang dimilikinya demi kebahagiaan orang lain. Perbuatan yang demikian dapat disebut sebagai asih ing sesami, asih marang sapadha-padha, dan mamayu hayuning bebrayan agung. Demikian, Jarot mengorbankan hati dan perasaan cintanya demi kebahagiaan pernikahan Istiqomah dengan laki-laki pilihan orang tuanya, seperti tersirat dalam kutipan berikut. Jarot menengok almanak di dinding: tanggal 15 adalah hari ini. Jarot terpesona, sungguh sebuah perhitungan yang matang antara surat datang dan pelaksanaan resepsi sehingga ia tak mungkin bisa menghadirinya. Ia merasa Istiqomah memang tak berkenan bila dirinya hadir dalam pernikahannya. Mungkin Istiqomah tak ingin lelaki yang dicintainya melihat dirinya bersanding di pelaminan dengan lelaki yang tidak ia harapkan sama sekali. “Semoga kau berbahagia, Istiqomah,” bisik Jarot, lirih. Mashuri, 2007:88 Dari kutipan di atas tampak bahwa asih ing sesami, asih marang sapadha- padha, dan memayu hayunging bebrayan agung diwujudkan dengan cara memedulikan, mendahulukan, atau memenangkan kebahagiaan orang lain pada satu pihak, dan pada pihak lain merasakan kebahagiaan orang lain sebagai kebahagiaannya sendiri. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 196

4. Nilai Estetis Jawa