Wujud Nilai Toleransi Tenggangrasa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 189 mengembangkan hidup dan kehidupannya. Dalam teks digambarkan dia mampu meraih pendidikan tinggi di bidang Ilmu Sastra, menjadi “pahlawan revormasi” bagi masyarakat Jawa Timur. Hal ini menunjukkan kefungsionalan dan kerelevanan sikap rendah hati dalam hidup dan kehidupan manusia Jawa di tengah peralihan sosial budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan. “Aku sales minuman mineral” tandas ayahmu. “Beginilah nasib pahlawan revormasi.” Lanjutnya. Ia tersenyum, tetapi senyum yang sama sekali tak bisa kuterjemahkan. Senyum yang demikian getir dan ironis. Mashuri, 2007:157

f. Wujud Nilai Toleransi Tenggangrasa

Nilai toleransitenggangrasa manusia Jawa berkait dengan kemampuan menghormati, menghargai, dan menjaga keberadaan dan keadaan sesama manusia sehingga masing-masing sama-sama leluasa, sama bahagia, tidak dirugikan dan merugikan, tidak menjadi susah dan membuat susah, tidak menjadi tersinggung, tidak merasa dipaksa dan ditekan atau memaksa dan menekan, dan tidak menanggung beban. Dalam bahasa Jawa, nilai tenggangrasa terpusat pada istilah tepa salira yang secara harfiah mempunyai makna diri manusia yang sanggup menenggang sehingga orang lain tidak merugi. Selain itu ungkapan-ungkapan: sedaya agami sae, sedaya agami punika sami, ngaten nggih kenging, mborong kersa, monggo kersa, sak kersa panjenengan, pasrah bongkokan, dan manut juga menyiratkan makna tepa salira. Dalam hidup dan kehidupannya, Jarot selalu berusaha bersikap dan bertindak tenggangrasa, ketenggangrasaan ini termanifestasikan dalam sikap dan tindakan penuh simpati dan mampu merasakan orang lain dari keterbatasan dirinya dan situasi tempatnya bersikap dan bertindak. Hal ini mengimplikasikan, sikap tenggang rasa ini perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 190 menuntut dikembalikannya segala sesuatu kepada diri sendiri. Seperti terlihat dalam kutipan berikut. Yang terhormat Mas jarot. Balasan suratmu sudah kuterima, dank au menyatakan sikap. Aku bisa menerimanya dengan lapang dada. Aku rela, meski aku sendiri kini dilanda banjir airmata. Seperti yang kau sarankan, agar aku menuruti kehendak Ayah, aku pun menurutinya. Aku menikah pada 15 Juli 1995 dengan pemuda sedesaku. Kau tak kenal. Kuharap kau pun tak dating, karena aku sengaja tak mengundangmu. Kuharap kau mengerti. Sekian. Maaf lahir batin, jika selama ini aku telah menyakitimu atau bersalah saat aku menantimu. Wassalam. Gadis yang terluka Istiqomah Jarot menengok alamanak di dinding tanggal 15 adalah hari ini. Jarot terpesona, sungguh sebuah perhitungan yang matang antara surat datang dan pelaksanaan resepsi sehingga ia tak mungkin bisa menghadirinya. Ia merasa Istiqomah tak ingin lelaki yang dicintainya melihat dirinya bersanding di pelaminan dengan lelaki yang tidak ia harapkan sama sekali. “Semoga kau bahagia, Istiqomah,” bisik Jarot, lirih. Mashuri, 2007:88 “Apa Mas jarot tidak bosan mendapat pengaduan dari saya?” tanyanya suatu ketika. Jarot pun menggeleng. Lelaki ini memang sulit untuk berkata tidak, meski ia sendiri sebenarnya tidak setuju. Ia selalu saja menumpanakan diri sebagai tempat pengaduan masalah, istilahnya tempat sampah. Mashuri, 2007:161 Kutipan di atas menunjukkan ketidaktersinggungan Jarot , karena dia memahami dan memaklumi keadaan dan perasaan Istiqomah yang tidak mengundangnya di hari pernikahannya. Kutipan tersebut juga memperlihatkan kemampuan dan kemauan Jarot untuk menghormati, menghargai, dan memaklumi keadaan Istiqomah, kekasihnya. Kutipan kedua menunjukkan ketidaktersinggungan Jarot karena memahami dan memaklumi keadaan dan perasaan Agnes yang datang kepadanya untuk mengadu dan berkeluh kesah seputar kekasihnya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 191 Nilai ketenggangrasaan juga terepresentasi pada diri Jarot ketika dia harus mendengarkan dan mengembalikan kepercayaan Agnes untuk mempercayai keberadaan Tuhan, sikap tenggang rasa yang ditunjukkan Jarot dalam hal ini merupakan sikap tenggangrasa yang paling penting dalam hidup dan kehidupannya. Jarot tidak hanya mengembalikan kepercayaan Agnes, lebih daripada itu Jarot mendatangkan teman-temannya yang bergiat dalam kerohanian untuk ikut berembuk membantu memulihkan rasa kesenjangan jati diri ketuhanan Agnes, bahkan Jarot rela membaca Al-Kitab agar apa yang disampaikan kepada Agnes berterima, hingga upaya dan sikap toleransi Jarot membuahkan hasil meski lambat tapi pada akhirnya Agnes pulih kepercayaannya. Apa yang dilakukan Jarot jelas memperlihatkan sebuah kemampuan rasa orang lain ke dalam dirinya. Hal ini mengimplikasikan bahwa Jarot memiliki sikap dan tindakan tenggang rasa terhadap Agnes seperti kutipan di bawah ini. “Aku sedang ada masalah. Masalah ini tidak hanya karena aku barusan putus dengan Willy, tetapi …” “Tetapi apa?” “Aku seakan-akan tak percaya pada keberadaan Tuhan,” tegas Agnes. Jarot tidak hanya terperangah, tetapi juga tidak menyangka, Agnes berkata demikian, dan memiliki masalah seserius itu. Ia hanya menyangka, masalah Agnes hanyalah Willy semata. “Mungkin masalah ketuhanan bagi Mas tidak masalah besar, tetapi bagi orang lain seperti Agnes ini, seakan-akan terus meguntit. Apalagi terus terang, pendidikan agamaku kurang, aku dilahirkan di keluarga yang bebas dari belenggu agama. Papa dan Mama di rumah, adik-adik jarang ke gereja,” tambah Agnes. Jarot langsung duduk di samping Agnes. Menyandarkan tubuhnya di dinding. Ditatapnya gadis 19 tahun itu dengan pandangan sendu. Ia sama sekali tak menyangka. Mashuri, 2007:163 Dan tenggangrasatoleransi tertinggi yang dilakukan Jarot adalah ketika dia pada akhirnya menikah dengan Agnes yang beragama Kristen, Jarot tidak memaksa perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 192 Agnes untuk masuk agama yang dianutnya, Jarot membiarkan Agnes tetap memeluk keyakinannya. Seperti terlihat dalam penuturan Teguh kepada Aida putri Jarot dalam pertemuan mereka di Surabaya. …. Mereka langsung menikah, meski lewat catatan sipil. Jarot bersikeras bahwa pernikahan itu direstui langit, karena Agnes itu ahli kitab. Langkahnya ini memang langkah berani. Berani dalam segalanya. Mashuri, 2007:170

g. Wujud Nilai Kasih Sayang