perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 82
konteks Hindu dikatakan sebagai
hana tan hana, wyapi wipika, ekam sawitra bahuda wadanti
, yang berati wujud yang ada tapi tak ada, ada dan hadir di mana-mana, ke- Esaannya disebut dengan bermacam-macam nama. Seperti yang tertulis dalam Wirid
Hidayat Jati dalam Simuh, 1988:283,
kang amnesthi rumuhun piyambak, kala taksih awing-uwung salaminipun ing kahanan kita.
Artinya bersifat satu, yang terdahulu sendiri, pada waktu keadaan kita masih dalam kehampaan kosong.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya Jawa sebagai nilai budaya Timur dapat diwujudkan dalam empat wujud nilai, yaitu: 1 nilai religius,
2 nilai filosofi, 3 nilai estis, dan 4 nilai estetis.
d. Hermeunetik sebagai Tafsiran Teks Sastra
Meminjam istilah Ricoeur dalam Sugiarto, 1996:149, teks wacana sastra berisi nilai “realitas yang diucapkan”, bukan realitas
sui generis
. Hal ini mengimplikasikan bahwa teks sastra selalu berada dalam dialektika antara peristiwa
dan makna, dan antara dunia empiris dan dunia potensial. Dalam hubungan inilah teks sastra sebagai sejarah mentalitas menghadirkan konstruksi keseluruhan realitas
nilai budaya dalam sebuah model atau bangunan dunia tertentu tetapi bukan konstruksi seluruhnya Driyakarya, 1980:80-81.
Literary study experienced what barthes called “ the death of the author” but almst simultaneousely it discovered the reader, for in an account of the semiotict of
literature someone like the reader is needed to serve as center. The reader becomes the name of the pleace where various codes can be located: a virtual site. Semiotics
attempts to make explicit the implicit knowledge which anables sighns to have meaning, so it needs the reader not as person but as funtcion: the repository of the
codes which account for the intelligibility of the text. Because literary works do have meaning for the reader, semiotic undertakes to describe the systems of convention
responsible for those meanings Culler, 1981:38-39.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 83
Hermeneutik, menurut Teeuw 1988:123 sebagai teori atau metode interpretasi teks berperan untuk menemukan isi dan makna teks secara lebih luas
serta instruksi-instruksi yang terdapat dalam bentuk simbolis. Abrams dalam Teeuw, 1988:124 mengambil landasan ini untuk menggarisbawahi pendekatan objektif yang
bertumpu pada teks semata untuk merebut maknanya. Hermeneutik dapat ditempatkan sebagai ’seni’ maupun metodologis-teoritis dalam menafsirkan teks
Budi Hardiman, 2003:38. Di bagian lain Ricoeur dalam Bertens, 2001:272 menegaskan bahwa hermeneutik bukan saja mencari makna tersembunyi dari simbol-
simbol tertulis, tetapi juga memperluas perspektif, belajar dari simbol-simbol, dan memperkaya pengetahuan. Ricoeur menyebutnya dengan
a hermeneutics
of recollection
, hermeneutik yang membangkitkan ingatan atau renungan. Dalam pandangan hermeneutiknya, Recoeur dalam Ahmad Norma Permata,
2003:219-220 membangun
paradigma sebuah
teks dan
mendasarkan ”objektivitasnya” dalam empat hal.
Pertama
, tulisan merepresentasikan percampuran makna yang di dalamnya ”pembicaraan” dianggap lebih penting daripada tindakan
berbicara. Tindakan-tindakan tertentu yang menyangkut pembicara menjadi hilang ketika terkait dengan tulisan. Teks adalah otonom, memiliki kemandirian dan
totalitas yang menyangkut dirinya sendiri.
Kedua
, melalui bentuk tertulis, teks tidak terikat pada pembicara.
Ketiga
, karena tidak lagi terikat dengan sistem dialog, teks tidak lagi terikat dengan konteks asli pembicaraan semula. Teks akan membangun
dunia imajiner, baik dengan dunianya sendiri maupun dengan teks-teks lain. Teks dapat menciptakan ”dunia” yang seluruhnya baru.
Keempat
, dengan membebaskan diri dari situasi awal dan maksud penulis, jangkauan teks dapat menjadi universal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 84
Teks tidak lagi terikat pada audiens awal, sebagaimana bahasa lisan yang terikat dengan pendengarnya. Sebuah teks ditulis bukan untuk pembaca, waktu, dan tempat
tertentu. Teks adalah monolog yang dapat menyuarakan dirinya sendiri. Pembedahan model lingkar hermeneutik terhadap teks novel melibatkan
sekian unsur yang muncul dari pembaca, di antaranya adalah struktur atau unsur instrinsik. Teeuw 1988:123 memformulasikan bahwa lingkar hermeneutik dapat
bekerja dengan memulai interpretasi dari unsur atau bagian-bagian yang ada kemudian mengarah pada keseluruhan. Proses tersebut dapat dibalik, dimulai dari
keseluruhan baru kemudian mengarah pada bagian-bagiannya. Lingkar hermeneutik bekerja secara timbal balik dan bertangga sehingga diperoleh integrasi makna total
dan makna bagian secara optimal. Interpretasi mengerucut ketika teks yang dibaca dipandang mempunyai kesatuan, keseluruhan, kebulatan makna, dan koherensi
instrinsik. Ricouer 2003:158 juga menjelaskan adanya dua fase lingkar hermeneutik.
Pertama
, pemahaman dan perenggutan makna yang bersifat tebakan atau teka-teki terhadap teks secara keseluruhan.
Kedua
, perluasan makna yang akan dijadikan sebuah model pemahaman yang sophisticated, didukung oleh prosedur eksplanatoris.
Dari yang pertama selanjutnya dilakukan gerakan dari pemahaman ke penjelasan dari teka-teki ke validasi, yang bertujuan untuk menguji ketepatan tebakan pada
interpretasi awal. Sedangkan dari yang kedua dapat dilakukan gerakan dari penjelasan ke perluasan makna dari eksplanasi ke komprehensi, yang bertujuan
mengambil makna secara utuh. Kedua prosedur pengujian tersebut dilakukan secara timbal balik dalam kerangka dialektik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 85
Lingkar hermeneutik adalah prosedur yang mengasyikkan. Dengan demikian, menginterpretasi teks bukan dihadapi sebagai tugas reproduktif, melainkan tugas
produktif Hardiman, 2003:49. Hal senada juga telah disimpulkan oleh Bartens 1974:4, bahwa tujuan karya sastra dibaca atau diinterpretasi bukan menjadikan
pembaca sebagai konsumen secara berkepanjangan, tetapi sebagai produsen atas teks tersebut. Dengan demikian, interpretasi melingkar dapat menjadikan teks sebagai
objek kenikmatan,
the texs is an object pleasure
Culler, 1983:91. Konsekuensi hal tersebut adalah bahwa pemahaman dan penafsiran suatu
karya sastra yang memadai dan mendalam perlu mengikutsertakan dan mempertimbangkan tiga hal, yaitu
: Pertama
, bahwa tiap-tiap pemahaman dan penafsiran teks sastra perlu menjangkau pada entitas sastra atau dimensi metastruktur
sastra. Untuk itu secara serempak harus dipahami dan ditafsirkan hubungan struktur dan bahasa, serta nilai budayanya, sebab ketiganyalah yang membangun episteme
dan wacana sastra.
Kedua
, sebagai sistem lambang seni verbal, pemahaman dan penafsiran teks sastra perlu melibatkan sistem di luarnya, yaitu sistem
kepengarangan, pembaca, sosial budaya, dan sosial politik
. Ketiga
, karya sastra lebih merupakan fenomena hermeneutis fenomenologis daripada fenomena positivis
Hardiman, 1991: 2-3. Oleh karenanya, dalam memahami dan menafsirkan teks sastra diperlukan atau perlu melibatkan simpati dan empati sebelum dilakukan
analisis rasional, sehingga diperoleh pelukisan dan pemahaman arti yang memadai, serta mencukupi. Dalam hubungan inilah analisis kualitatif, khususnya analisis
hermeneutis-fenomenologis yang berpijak pada pemahaman dan penafsiran arti secara rasional dipandang cocok dan tepat untuk mengkaji teks sastra. Di sini emosi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 86
dan rasio tidak terpisahkan atau selalu bertautan sebab dengan emosilah sesuatu bisa dihayati dan direnungi secara langsung dan untuk kemudian dicerahkan oleh rasio
dengan pemahaman dan penafsiran. Maka menurut Dilthey dalam Poespoprodjo, 1987:55 rasio hanyalah transferensi dari emosi sehingga setiap analisis rasio pada
dasarnya secara otomatis bermula dari analisis emosi. Dengan demikian, meminjam istilah dalam tafsir agama Islam – proses
tak, wil
, yaitu proses pemulangan kembali lambang-lambang ke arah rahasia inti teks sehingga mencapai makna aslinya atau
sesuatu yang dilambangkan, dapat dikerjakan; sedangkan menurut Yuapar 1992:9 pemaknaan kembali teks-teks yang sudah asing dapat dilakukan.
Hal tersebut mengimplikasikan bahwa pemahaman, penafsiran, dan penakwilan makna dan nilai teks sastra dipandang relatif memadai, mencukupi, dan
mendalam, jika 1 dengan penggambaran mendalam yang berasal dari penghayatan dan perenungan secara emotif-afektif dan kemudian pemahaman secara rasional
keberadaan dan kendungan teks sastra dapat diungkapkan secara bersama-sama struktur dan bahasa sastra, 2 dilibatkannya unsur-unsur yang terkait yang
memungkinkan terbentuknya teks sastra, antara lain latar belakang pengarang, pembaca, sosial budaya, dan sosial politik yang menghasilkan teks sastra tercipta.
Perangkat hermeunetik di atas akan digunakan untuk menganalisis novel
Hubbu
karya Mashuri. Analisis difokuskan pada lingkar judul, kemudian mengarah ke tema, alur, penokohan, dan pesan sebagai bagian tak terpisahkan dari struktur
cerita. Selain itu, nilai budaya dan bahasa membentuk bahkan menciptakan wacana dan sistem pengetahuan sastra dengan melibatkan imajinasi dan persepsi. Berbagai
faktor di luar sastra cukup berpengaruh secara timbal balik sehingga perlu diapresiasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 87
dengan cermat dan seksama Arief Budiman, 1999:xxv-xxvi. Dengan cara demikian proses takwil teks sastra dapat terlaksana sehingga representasi nilai-nilai yang ada
dalam teks sastra dapat diungkapkan secara memadai, mencukupi, dan mendalam. Atau dengan kata lain, dengan cara tersebut hayatan, renungan, ingatan, pikiran,
gagasan, dan pandangan mengenai nilai-nilai yang ada dalam teks sastra dapat dijelaskan secara relatif utuh menyeluruh.
4. Resepsi Sastra