perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 181
“Aku tahu ibumu sering jalan dengan laki-laki lain. Aku tak ingin mengutuknya. Aku tahu, mungkin itu jalan terbaik, agar kendaraan ini, rumah
ini bisa tuntas mengosok intan-intannya. Dia berlaku demikian juga untuk kita. Ayah yakin, dia juga tersiksa, tetapi terpaksa,” katanya.
Tetapi aku juga menilai pernyataan Ayah itu sebagai bentuk kegagalan Memang tampak gagah, tapi kegagahan untuk menutupi aib. Bila ingat
perasaan itu, rasa sedihku kambuh terhadap Ayah. Memang tak ada manusia yang sempurna, tetapi Ayah terlanjur menjadi manusia purna di mataku Tak
urung pilihannya itu kadang membuat hatiku kecut. Aku menilai, ia tidak jantan. Bahkan terhadap kebinalan Ibu pun ia harus takluk bahkan terkesan
tak berdaya. Aplagi aku tak juga bisa memahami apa yang ia inginkan dengan yang lebih jernih, termasuk obsesi-obsesinya, yang seringkali diselipkan di
beberapa buku koleksi. Mashuri, 2007:147
Dengan penuh sikap pengertian tersebut, Jarot mampu melokalisasi dan menyikapi dengan jernih masalah perselingkuhan istrinya dengan beberapa laki-laki
sehingga tetap terjaga kehangatan hubungan dengan istrinya. Di sini Jarot sudah menempatkan ajaran moral Jawa
njupuk iwak aja nganti buthek banyune
mengambil ikan di kolam jangan sampai membuat airnya keruh. Dalam kasus tersebut terlihat
dalam sikap dan tindakan Jarot melokalisasi dan menyikapi perselingkuhan istrinya tanpa merusak hubungan rumah tangganya.
d. Wujud Nilai Lapang Dada
Lapang dada manusia Jawa berkait dengan sikap ikhlas, rela, sabar, syukur, bersedia, rasa beruntung, rasa lega, dan perasaan dalam menghadapi, menerima, dan
menyelesaikan segala kejadian, peristiwa, dan kenyataan dalam kehidupan. Dalam bahasa Jawa nilai-nilai ini terpusat dalam istilah
jembar ati, padang ati, legawa,
juga tercermin dalam ajaran
eklas, lega, lila, rila, sabar, sareh, seleh,
dan
nrima trima.
Istilah-istilah tersebut mencerminkan sikap lapang dada. Arti denotatif
jembar ati
adalah keluasan hatibatin,
padang ati
adalah kejernihan atau kecerahan hati,
legawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 182
adalah merasa lega hati,
eklas
adalah kesediaan, kebersihan, atau ketulusan hati,
lega
adalah lapang dada,
lila
dan
rila
adalah kesanggupan untuk melepaskan sesuatu tanpa penyesalan,
sabar
adalah tenang, tidak lekas marah, patah hati, dan putus asa serta terkendalinya emosi dan nafsu,
sareh
adalah kemurahan hati yang disertai kesabaran,
seleh
adalah meletakkan dengan enak, dan
nrima trima
adalah menerima segala yang mendatangi, tanpa protes dan pemberontakan.
Nilai lapang dada bagi manusia Jawa dalam hidup dan kehidupannya sangat ditekankan sehingga setiap manusia Jawa dituntut untuk dapat melaksanakan dan
mempertahankan serta menjamin terwujudnya sikap ini di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari mereka.
Jarot, dapat dikatakan merepresentasikan nilai kelapangdadaan manusia Jawa yang menghayati, memahami, dan mempraktikkan dalam kehidupannya. Jarot
menjadi personifikasi nilai kelapangdadaan orang pinggiran pesisir dari sebuah desa kecil yang menjadi proletariat kota Surabaya setelah meninggalkan desanya
Alas Abang dalam upaya kuliah di perguruan tinggi ternama kota tersebut. Jarot memiliki sikap lapang dada yang luar biasa, bahkan menurut nalar modern sulit
untuk dipahami di tengah perubahan sosial budaya dan sosial politik. Meskipun secara ekonomis Jarot bukan anak orang kaya, dan secara sosial menempati golongan
santri, Jarot merupakan personifikasi orang yang memiliki sikap
jembar ati
dan
padang ati.
Jarot digambarkan bersikap, berucap, bertindak, dan berperilaku
legawa, lega lila, eklas, nrima, sabar,
dan
selehsemeleh
yang sedemikian mengagumkan bagi pemuda seusianya. Terhadap peristiwa, kejadian, keadaan, dan kenyataan paling
buruk sekalipun, Jarot mampu bersikap dan bertindak
legawa, lega lila, eklas, nrima,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 183
dan
seleh
yang sangat mengagumkan dalam pandangan modern untuk pemuda yang hidup di kota dengan tingkat budaya modern seperti Surabaya. Sebagai contoh,
dengan didasari oleh kedalaman rasa tauhid dan keimanannya, Jarot sedemikian
lega lila
atau tidak apa-apa sewaktu disumpahi dengan kata-kata kasarjorok,
misuh,
dikatakan: Jarot : Jika berdasarkan pada kisah wayang purwa dengan tokoh
Begawan Wisrawa? Budi Palopo : Anda sebenarnya sudah tahu kuncinya. Anda bisa
melacaknya di sana.
Aja golek matenge ae , Cuk
Jarot tertawa, lalu menutup notesnya. Di kepalanya, terdapat titik-titik serupa ini ….. yang cukup panjang. Mereka pun melanjutkan percakapan ke
topik lain. Mashuri, 2007:118 Seperti juga ketika mengetahui istrinya menyeleweng dengan laki-laki lain,
seperti terlihat dalam kutipan berikut. “Aku tahu, Ibumu sering jalan dengan laki-laki lain. Aku tak ingin
mengutuknya. Aku tahu, mungkin itu jalan terbaik, agar kendaraan ini, rumah ini bisa tuntas menggosok intan-intannya. Dia berlaku demikian juga untuk
kita. Ayah yakin, dia juga tersiksa, tetapi terpaksa,” katanya. Mashuri, 2007: 146
Hal tersebut
mengimplikasikan betapa
mengagumkan, bahkan
mencengangkan sikap lapang dada dan
kelegalilaan,
dan sikap
sumeleh
Jarot. Menurut nalar modern, sikap dan tindakan Jarot tersebut jelas terasa aneh dan tidak
dapat dimengerti, sebab terhadap peristiwa, kejadian, keadaan, dan perlakuan yang ditampilkannya yang secara etis moral tidak dapat dipertanggungjawabkan, dia tetap
lega lila, trima, semeleh,
dan
eklas.
Misalnya, terhadap apa yang dilakukan istrinya Jarot tetap
lega lila, trima, semeleh,
dan
eklas
meski dengan alasan apa pun. Sikap lapang dada Jarot menjadi problematik dan dilematis. Hal tersebut terjadi karena
terhadap hal-hal yang secara etis moral modern atau religius, tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 184
dipertanggungjawabkan, Jarot membolehkan, menerima, dan membiarkan sehingga terkesan demikian permisif terhadap penyelewengan yang dilakukan istrinya meski
dengan dalih apa pun. Kelapangdadanan
Jarot terkesan
berlebihan dan
tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara etis moral justru dapat menjerumuskan, menjatuhkan, dan memenjarakan ke dalam titik nadir harkat dan martabat kemanusiaan istrinya di
mata anak-anaknya, juga lingkungan masayarakat dalam kehidupannya. Sikap lapang dada Jarot dianggap fungsional dan efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan
permasalahan rumah tangganya. Tampaknya sikap lapang dada yang dimiliki Jarot tidak hadir begitu saja saat dia sudah dewasa. Jarot sudah mempelajari sikap tersebut
semenjak kanak-kanak, tentu saja sikap lapang dada pada masa kanak-kanak tersebut masih berada dalam batas-batas kewajaran, tetapi peristiwa demi peristiwa yang
mengharuskan dia bersikap lapang dada menjadikan kekuatan fungsional dan efektif dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang menderanya.
Demikianlah, dia bisa tabah waktu mendengar kematian kakeknya, seperti ketika dia mendengar kematian Puteri sewaktu sudah dewasa, pada waktu mendengar
pengakuan kehamilan Savitri dan kerelaannya untuk menikahinya meski bukan dia bapak biologisnya. Jarot mampu lapang dada khususnya ikhlas, rela, dan sabar
mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut dirinya. Perhatikan beberapa kutipan berikut yang mencerminkan sikap lapang dada Jarot dari mulai kanak-kanak sampai
dia dewasa. “Mentang-mentang ketua kelas, tidak bekerja” sindir Lukman kepadaku,
smabil cengar-cengir. Ia teman satu kelas, anak sekdes. “
Jangan nyolong balung”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 185
Aku tersenyum saja karena baru berhenti setelah mencangkul cukup lama. Aku sangat penat. Peluh kurasakan membasahi sekujur tubuh. Teman-teman
semua begitu giat dan rajin, maklum setiap hari pekerjaan mereka memang demikian, apalagi saat liburan sekolah. Peralatan besi itu sudah menyatu
dengan gerak tubuh mereka. Mashuri, 2007:31 “Aku baru ditelepon teman Roi barusan” kata Trguh.
“Bisa dipercaya?” sergah Jarot. “Bisa. Malah semuanya sudah jelas.”
“Maksudnya?” “Di mobil itu Roi tak sendiri,” tutur Teguh, pelan.
“Maksudnya?” desak Jarot lagi, meski ia sudah bisa menebak dan tahu jawabannya.
“Dia bersama Puteri” “Puteri juga mati?”
Teguh mengangguk. Jarot diam. Matanya menerawang jauh. Mashuri, 2007:89
Savitri meneleponku. Suaranya membuatku terlonjak. “Mas, haidku telat” serunya.
Apa hubungannya denganku sehingga dia memberitahu aku persoalan paling intim dari dirinya. Akhirnya aku menjemputnya dan aku ajak ke
Sungai Kalimas. ….. “Kamu belum memberitahu Teguh?” tanyaku begitu kami mendapat tempat
yang teduh. “Belum”
“Alasannya?” Ia berkisah soal dirinya dan teguh. Sepasang kekasih yang kukira tanpa riak
dan gelombang ini ternyata lebih dasyat arusnya. Mashuri, 2007:126 Dengan penghayatan, pemahaman, dan sikap ikhlas, rela, sabar, dan
menerima atau pasrah seperti tersebutlah Jarot dapat mengelola, menangani, dan mengatasi berbagai permasalahan hidup dan kehidupan meski ada bagian yang
secara rasional tidak bisa berterima secara etis moral di tengah perubahan sosial budaya.
e. Wujud Nilai Rendah Hati