Pergerakan Harga CPO Domestik

Diantara 10 kota tersebut, pergerakan harga minyak goreng di Jakarta merupakan yang paling stabil CV=7.22. Perkembangan industri minyak goreng di wilayah DKI Jakarta dewasa ini menjadikan propinsi ini sebagai salah satu sentra industri minyak goreng sawit. Di wilayah DKI Jakarta telah banyak berdiri pabrik minyak goreng sawit yang mempunyai kapasitas besar, misalnya pabrik yang dimiliki oleh Grup Astra Agro Lestari, Indofood dan Majuan. Kapasitas terpasang pabrik minyak goreng sawit milik ketiga perusahaan ini mencapai 550 000 tontahun Kemenperin, 2011. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebesar 9.8 juta jiwa BPS, 2012 maka kebutuhan minyak goreng di DKI Jakarta untuk konsumsi rumah tangga dan industri adalah sebesar 162.4 ribu tontahun. Dengan demikian terdapat surplus produksi minyak goreng di DKI 387.7 ribu ton per tahun, sehingga pasar minyak goreng di Jakarta relatif mempunyai kestabilan baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Tabel 12 Harga dan keragaman harga minyak goreng antar kota besar di Indonesia periode bulan Januari 2000-April 2012 Wilayah Harga Rata-Rata Rpkg Standar Deviasi CV Rata-rata MEDAN 6408.67 615.26 9.56 PEKANBARU 6746.22 668.92 10.65 PALEMBANG 6487.92 561.53 8.20 JAKARTA 7024.24 489.42 7.22 BANDUNG 6765.72 517.29 7.47 SEMARANG 6540.83 561.99 8.19 SURABAYA 6668.79 603.28 8.64 DENPASAR 7381.04 652.19 9.18 PONTIANAK 6751.73 595.71 8.46 MAKASAR 6639.61 571.05 8.03 rata-rata tahunan tahun 2012 rata-rata 4 bulan VII. INTEGRASI PASAR CPO DUNIA DAN DOMESTIK Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia saat ini dengan produksi CPO pada tahun 2010 mencapai 23,6 juta ton atau mencapai 44 dari total produksi CPO dunia USDA, 2010. Produksi CPO Indonesia terutama ditujukan untuk ekspor. Hanya sekitar 30 dari produksi CPO Indonesia yang digunakan untuk keperluan di dalam negeri. Sebagai negara eksportir, harga CPO domestik akan dipengaruhi oleh fluktuasi harga CPO dunia. Aliran perdagangan yang berlangsung dari pasar domestik ke negara importir juga merupakan faktor terjadinya integrasi antara pasar CPO dunia dengan pasar CPO domestik. Namun demikian, penerapan pajak ekspor CPO yang merupakan bagian dari kebijakan stabilisasi harga minyak goreng domestik dapat mempengaruhi integrasi pasar yang berlangsung.

7.1 Pengujian Stasioneritas Data

Langkah pertama untuk menganalisis integrasi pasar CPO dunia dan domestik adalah dengan menguji stasioneritas series harga CPO dunia dan series harga CPO domestik. Langkah ini perlu dilakukan karena adanya dugaan bahwa data bersifat non stasioner. Pengujian stasioneritas data dilakukan dengan metode ADF dan dilakukan pada level dan pada tingkat first difference. Pengujian pda tingkat level Hasil pengujian stasioneritas data ditampilkan dalam Tabel 13 berikut. Tabel 13 Hasil Pengujian Stasioneritas Data No Variabel Harga log ADF Test Pada Level ADF Test Pada First Difference 1 2 CPO Internasional LCPOINT CPO Domestik LCPODOM -1.16 lag 1 -0.60 lag 0 - 9.22lag 0 -10.54lag 0 Critical Value 1 5 10 -3.48 -2.88 -2.58 -2.58 -1.94 -1.62 Keterangan: Panjang lag optimal berdasarkan Akaike’s Information Criterion AIC, Hipotesis H : Series mempunyai akar unit nonstasioner, Nilai kritis mengikuti MacKinnon 1996, tanda berarti H ditolak data stasioner Dari hasil pengujian terlihat jika kedua series harga bersifat non stasioner pada level yang terlihat dari nilai t-statistik uji ADF yang lebih kecil dari nilai kritisnya. Pengujian pada tingkat first difference memperlihatkan jika kedua data telah stasioner I1 sehingga dalam pembentukan model integrasi antara kedua pasar ini harus diuji keberadaan kointegrasi antara kedua harga yang akan diuji pada tahapan selanjutnya.

7.2 Pengujian Kointegrasi Harga CPO Dunia dan Harga CPO Domestik

Kointegrasi adalah keseimbangan yang terjadi antara kedua harga dalam jangka panjang. Metode yang digunakan adalah ‘Johansen Cointegration Test’. Bentuk persamaan yang diuji ditentukan berdasarkan kriteri SC, dimana asumsi yang dipilih adalah ‘no deterministic trend’ dan panjang lag optimum juga berdasarkan kriteria SC dimana lag yang digunakan adalah lag 3. Tabel 14 menampilkan hasil pengujian kointegrasi antara harga CPO internasional dan CPO domestik. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa antara kedua harga tidak terdapat persamaan kointegrasi yang disimpulkan dari nilai trace statistic dan max-eigen value yang lebih kecil dari nilai kritis untuk hipotesis nol tidak ada kointegrasi, sehingga hipotesis nol tersebut tidak dapat ditolak. Dengan demikian, dalam jangka panjang tidak terdapat keseimbangan antara CPO internasional dan harga CPO. Tabel 14 Hasil Pengujian Kointegrasi Harga CPO Internasional dan CPO Domestik Hipotesis Nol Trace Statistic Nilai Kritis 5 Max-Eigen Statictic Nilai Kritis 5 None 10.85489 20.26184 9.231250 15.89210 At most 1 1.623637 9.164546 1.623637 9.164546 Keterangan : Tanda berarti H dapat ditolak pada taraf 5 Tidak terjadinya kointegrasi harga berarti dalam jangka panjang pasar CPO internasional dan pasar CPO domestik tidak terintegrasi. Tidak terjadinya integrasi dalam satu sisi akan merugikan produsen CPO di dalam negeri karena perubahan harga di tingkat dunia tidak ditransmisikan kepada harga CPO domestik. Namun di sisi yang lain dapat mencegah dampak yang lebih luas