Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian

pendekatan ini dinilai tidak memuaskan karena bersifat statis. Ravallion 1986, pertama kali memperkenalkan sisi dinamis dari integrasi pasar dengan suatu pendekatan yang dapat menggambarkan integrasi pada jangka pendek dan jangka panjang. Namun demikian pendekatan yang dikembangkan Ravallion ini juga dinilai mempunyai kelemahan karena menggunakan series harga secara univariate . Berangkat dari kritikan yang muncul terhadap pendekatan secara univariate, selanjutnya muncul metode baru yang menggunakan pendekatan kointegrasi. Konsep kointegrasi pada awalnya diperkenalkan oleh Engle dan Granger pada tahun 1987 dan sejak itu konsep ini banyak digunakan dalam berbagai studi yang terkait dengan data time series. Menurut Lence Falk 2005, beberapa faktor yang mendorong banyaknya penggunaan metode ini antara lain; 1 banyaknya data ekonomi dalam bentuk time series yang stasioner dalam bentuk diferensiasi atau terintegrasi pada orde 1, dimana kondisi ini merupakan syarat dari kointegrasi, 2 metode kointegrasi dinilai merupakan cara yang lebih memuaskan untuk menggambarkan keseimbangan jangka panjang, 3 banyaknya literatur terkait yang memudahkan aplikasi dari estimasi dan inferensia data yang terkointegrasi. Pendekatan kointegrasi dan error correction models ECM banyak digunakan dalam analisa mengenai integrasi pasar karena selain terkait dengan non stasioneritas data juga karena law of one price LOP dan integrasi pasar diuji sebagai hubungan jangka panjang dan jarang sekali terjadi pada jangka pendek Fossati et al, 2007. Pengujian kointegrasi secara bivariate yang diperkenalkan oleh Engle dan Granger telah banyak digunakan untuk series harga komoditas pertanian. Namun demikian metode pengujian ini masih mempunyai kelemahan karena tidak memungkinkan untuk menguji hipotesis pada parameter vektor kointegrasi sehingga metode ini tidak dapat digunakan untuk menguji integrasi pasar berdasakan spesifikasi yang ditentukan dalam LOP. Prosedur pengujian secara multivariate yang diperkenalkan oleh Johansen 1988 dinilai lebih memuaskan karena selain dapat menggambarkan struktur dinamis pada jangka panjang, juga dapat menguji restriksi pada parameter yang bertujuan untuk menguji LOP.

2.5 Analisis Transmisi Harga pada Pasar Komoditas Pertanian

Studi mengenai transmisi harga pada pasar komoditas pertanian di berbagai negara sudah banyak dilakukan, seperti halnya pada komoditas peternakan Cramon-Taubadel, 1997; Villafuerte, 2010;Goodwin, 2005; Cavicchioli,2010; dan Liu, 2011, komoditas tanaman pangan Mohanty et al, 1995; Jolejole- Foreman et al, 2011, serta komoditas lain seperti hortikultura dan perkebunan Fabio et al, 2010; Musumba, 2011; Seyoum, 2010. Berbagai analisis mengenai transmisi harga tersebut bermanfaat dalam menggambarkan efisiensi pasar yang berlangsung pada setiap pasar dan sebagai salah satu bentuk peramalan dalam fluktuasi harga pada suatu pasar dengan mengamati perubahan harga yang terjadi pada pasar yang menjadi acuannya. Di Indonesia, analisis transmisi harga lebih banyak diaplikasikan pada bidang moneter dan keuangan. Pada sektor pertanian, berbagai studi mengenai integrasi pasar serta hubungan antar harga pada sektor pertanian juga telah banyak dilakukan, terutama pada komoditas-komoditas pertanian yang dipandang strategis, seperti beras dan kelapa sawit. Transmisi harga vertikal yaitu hubungan harga komoditas tertentu pada berbagai level di sepanjang rantai pasok. Seberapa cepat sebuah shock ditransmisikan antara produsen ke konsumen atau sebaliknya serta besaran penyesuaian yang terjadi sangat tergantung dari sifat produk. Produk yang bersifat mudah rusak perishable dan tidak banyak membutuhkan proses pengolahan cenderung mempunyai transmisi yang cepat. Sebaliknya produk yang harus melalui tahapan pengolahan yang lebih panjang serta relatif tidak mudah rusak akan mempunyai mekanisme transmisi yang lebih lambat Rezitl et al, 2008. Banyak penelitian melakukan analisis transmisi harga komoditas yang sama pada level yang berbeda dalam rantai pasok. COEC 2009 melakukan analisis transmisi harga vertikal secara agregat pada tingkat Uni Eropa untuk komoditas susu dan daging babi di beberapa negara anggota Uni Eropa. Secara agregat dilihat hubungan harga-harga komoditas pertanian dengan harga pangan di tingkat konsumen. Goodwin 2006 melakukan analisis transmisi harga vertikal dengan menganalisis perubahan harga daging di tingkat petani, pedagang besar dan retail. Pada umumnya, analisis transmisi harga vertikal dilakukan terhadap harga- harga komoditas yang sama, namun demikian, analisis transmisi harga vertikal juga dapat dilakukan pada komoditas berbeda namun berada pada aliran produk dalam suppy chain yang sama. Secara horizontal, harga suatu komoditas di suatu wilayah dapat mempengaruhi harga komoditas tersebut di wilayah lain, dan transmisi harga yang terjadi antar wilayah itulah yang disebut dengan transmisi harga spasial. Pada umumnya analisis transmisi harga spasial dilakukan terhadap satu komoditas tertentu, misalnya analisis transmisi horizontal harga daging di Finlandia dengan negara-negara Uni Eropa Liu, 2011. Goodwin 2006 menganalisis transmisi harga spasial pada pasar daging sapi, ayam dan babi di Amerika Serikat. Nakajima 2011 melakukan analisis transmisi harga dalam perdagangan minyak canola antara Jepang dan Kanada dan menyimpulkan terjadinya APT karena adanya market power yang dimanfaatkan Kanada sebagai negara pengekspor minyak canola terbesar. Transmisi harga yang bersifat cross-product biasanya terjadi pada suatu komoditas dengan produk tertentu, dimana komoditas tersebut merupakan input produksi utama bagi suatu produk. Villafuerte 2010 melakukan analisis transmisi harga spasial pada pasar daging sapi dan susu di Costa Rica, dimana berbeda 27 persen peternakan memanfaatkan ternak yang sama untuk memproduksi susu dan daging. Sementara itu Baffes 2005 meneliti keterkaitan harga yang terjadi antara harga kapas dan poliester, dan menemukan adanya relasi antara harganya. Contoh lain adalah keterkaitan harga yang terjadi pada komoditas kakao dengan produk cokelat olahan BonjeanBrun, 2007 Dewasa ini, penelitian-penelitian tentang transmisi harga banyak yang bertujuan untuk melihat kemungkinan terjadinya APT. Asimetri dalam transmisi harga dapat terjadi jika guncangan shock positif pada suatu level menimbulkan respon yang berbeda pada level yang lain dibandingkan guncangan negatif. Beberapa penelitian menjadikan terjadinya APT ini sebagai dasar untuk melihat kemungkinan terjadinya market power, seperti yang dilakukan KPPU 2010, Nakajima 2011, dan Rifin 2009.