Pergerakan Harga CPO Internasional

Gambar 21 Pergerakan dan spread hargaCPO dengan harga minyak goreng periode Januari 2000-April 2012. Kondisi yang sama terjadi pada saat harga CPO domestik kembali mengalami kenaikan pada akhir tahun 2010, spread pada bulan Desember 2010 kembali mengalami penurunan tajam menjadi Rp 716kg, dan kembali naik seiring dengan penurunan harga CPO domestik pada awal tahun 2011. Pada bulan Maret 2011, spread naik menjadi Rp 2851kg. Hal ini menunjukkan jika kenaikan harga CPO tidak serta merta dapat menjadikan industri minyak goreng menaikkan harga dengan besaran yang sama dengan kenaikan harga CPO, sehingga kenaikan harga CPO ternyata tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga dapat mengurangi keuntungan produsen minyak goreng. Sebagai salah satu komoditas pokok, pemerintah berkepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng dengan intervensi kebijakan antara lain melalui penjualan minyak goreng bersubsidi bagi kalangan tidak mampu ketika terjadi fluktuasi harga minyak goreng. Kebijakan ini secara psikologis dapat meredam fluktuasi harga minyak goreng eceran. Dengan demikian kebijakan pengendalian harga minyak goreng terbukti menguntungkan bagi konsumen, tetapi berpotensi mengurangi kesejahteraan industri minyak goreng. Ketika harga CPO kembali turun, industri minyak goreng mempertahankan spread harga dengan tidak menurunkan harga minyak goreng sebesar penurunan harga CPO. Kondisi itu menyebabkan spread akan semakin fluktuatif jika terjadi fluktuasi harga CPO domestik. Dari Tabel 11 terlihat jika spread harga cenderung fluktuatif setelah tahun 2006, dimana pada periode itu harga CPO domestik lebih fluktuatif dibandingkan pada periode tahun 2000-2006. Tabel 11 Keragaman spread harga CPO domestik-harga minyak goreng domestik periode 2000-2012 Tahun Standar Deviasi Spread rata-rata Rpkg CV 2000 333.63 1389.69 24.01 2001 306.95 1740.67 17.63 2002 136.43 1618.33 8.43 2003 154.97 1606.42 9.65 2004 203.99 1707.42 11.95 2005 219.10 1376.08 15.92 2006 270.01 1196.58 22.57 2007 267.45 1143.87 23.38 2008 866.08 2461.85 35.18 2009 455.60 2286.11 19.93 2010 540.67 1958.09 27.61 2011 523.73 1905.71 27.48 2012 374.89 2000.86 18.74 kuartal pertama

6.5 Pergerakan Harga Minyak Goreng Curah Antar Wilayah

Minyak goreng curah merupakan komoditas yang mudah mengalami fluktuasi harga. Selama periode bulan Januari 2000-April 2012 harga minyak goreng di 10 kota besar terlihat fluktuatif sepanjang waktu pengamatan Gambar 22. Meskipun terdapat adanya pergerakan harga di beberapa kota yang tidak sama seperti Denpasar dan Makasar, namun secara umum seluruh harga yang diamati mempunyai kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Persamaan pergerakan harga merupakan indikasi adanya integrasi pasar. Meskipun demikian adanya integrasi harus dibuktikan melalui pengujian. Gambar 22 Pergerakan harga minyak goreng antar kota besar periode Januari 2000-April 2012 Dari Tabel 12 terlihat jika pergerakan harga minyak goreng curah di 10 kota besar di Indonesia menunjukkan keragaman harga yang cukup tinggi pada setiap kota. Jika dibandingkan dengan komoditas beras, maka fluktuasi harga minyak goreng jauh lebih tinggi dan lebih sering terjadi. Menurut Sari 2010, CV harga eceran beras di tingkat nasional pada tahun 2000-2008 hanya berkisar 1-4 . Sehingga meskipun persentase pengeluaran masyarakat untuk minyak goreng lebih kecil dari bahan pangan pokok beras, tetapi pemerintah memandang perlunya intervensi untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Harga rata-rata minyak goreng yang paling rendah terjadi di Medan sebesar Rp 6 408kg. Hal ini sesuai dengan kondisi riil, dimana wilayah Sumatera Utara merupakan sentra industri minyak goreng terbesar di Indonesia. Propinsi ini termasuk wilayah surplus minyak goreng dimana hanya 6 dari total produksi minyak goreng di wilayah tersebut yang digunakan untuk keperluan di wilayah Sumatera Utara, sedangkan sisanya sebesar 94 digunakan untuk memenuhi kebutuhan propinsi lain dan untuk ekspor KPPU, 2010. Kondisi ini mendorong terciptanya tingkat harga yang lebih rendah pada pasar minyak goreng di Medan. Sebaliknya harga rata-rata minyak goreng yang tertinggi adalah harga di Denpasar yaitu sebesar Rp 7 381kg. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat harga pada pasar minyak goreng di Denpasar adalah karena propinsi Bali merupakan net importer untuk komoditas minyak goreng sawit. Di propinsi ini sebagaimana Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur tidak terdapat satu pun industri pengolahan minyak goreng sawit. Mengingat Denpasar mempunyai kedekatan dengan Jawa Timur sebagai salah satu sentra minyak goreng , tingginya tingkat harga juga menimbulkan dugaan jika pasar minyak goreng di Jawa Timur dan Bali tidak terintegrasi penuh. Dengan demikian, perbedaan harga antara harga minyak goreng di Medan dengan Denpasar Rp 972kg merupakan disparitas harga rata-rata yang tertinggi diantara disparitas antar kota pada 10 kota yang diamati dalam penelitian ini. Ditinjau dari keragaman harga antar kota, fluktuasi tertinggi terjadi di kota Pekanbaru CV= 10.65. Tingginya fluktuasi harga minyak goreng di kota ini lebih banyak dipengaruhi oleh fluktuasi harga CPO. Sebagaimana diketahui, propinsi Riau merupakan sentra kelapa sawit terbesar. Produksi CPO di wilayah ini sebagian besar ditujukan untuk keperluan ekspor. Perubahan harga CPO, baik harga CPO dunia maupun domestik dengan cepat ditransmisikan ke pasar minyak goreng. Hal yang sama terjadi dengan harga minyak goreng di Medan. Meskipun harga rata-rata di Medan merupakan harga rata-rata terendah dibandingkan 9 kota lain, namun harga di Medan juga lebih fluktuatif. Sebagaimana halnya harga di Pekanbaru, harga minyak goreng di Medan juga mudah dipengaruhi oleh fluktuasi harga CPO. Harga minyak goreng di kota-kota di wilayah konsumen pada umumnya cenderung lebih stabil, kecuali Denpasar. Koefisien keragaman harga minyak goreng di kota ini mencapai 9.18 yang merupakan keragaman yang tertinggi jika dibandingkan dengan kota konsumen lain. Selain dipengaruhi dari sisi penawaran, fluktuasi harga di Denpasar juga dipengaruhi shock pada sisi permintaan. Sebagai daerah pariwisata utama, jumlah arus wisatawan sangat berpengaruh terhadap konsumsi minyak goreng di propinsi Bali. Perubahan dari sisi permintaan tidak dapat dengan cepat disesuaikan oleh sisi penawaran, mengingat propinsi Bali merupakan net consumer yang mengandalkan pasokan minyak goreng dari wilayah lain. Pergeseran permintaan pada akhirnya akan mengubah tingkat harga. Diantara 10 kota tersebut, pergerakan harga minyak goreng di Jakarta merupakan yang paling stabil CV=7.22. Perkembangan industri minyak goreng di wilayah DKI Jakarta dewasa ini menjadikan propinsi ini sebagai salah satu sentra industri minyak goreng sawit. Di wilayah DKI Jakarta telah banyak berdiri pabrik minyak goreng sawit yang mempunyai kapasitas besar, misalnya pabrik yang dimiliki oleh Grup Astra Agro Lestari, Indofood dan Majuan. Kapasitas terpasang pabrik minyak goreng sawit milik ketiga perusahaan ini mencapai 550 000 tontahun Kemenperin, 2011. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebesar 9.8 juta jiwa BPS, 2012 maka kebutuhan minyak goreng di DKI Jakarta untuk konsumsi rumah tangga dan industri adalah sebesar 162.4 ribu tontahun. Dengan demikian terdapat surplus produksi minyak goreng di DKI 387.7 ribu ton per tahun, sehingga pasar minyak goreng di Jakarta relatif mempunyai kestabilan baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Tabel 12 Harga dan keragaman harga minyak goreng antar kota besar di Indonesia periode bulan Januari 2000-April 2012 Wilayah Harga Rata-Rata Rpkg Standar Deviasi CV Rata-rata MEDAN 6408.67 615.26 9.56 PEKANBARU 6746.22 668.92 10.65 PALEMBANG 6487.92 561.53 8.20 JAKARTA 7024.24 489.42 7.22 BANDUNG 6765.72 517.29 7.47 SEMARANG 6540.83 561.99 8.19 SURABAYA 6668.79 603.28 8.64 DENPASAR 7381.04 652.19 9.18 PONTIANAK 6751.73 595.71 8.46 MAKASAR 6639.61 571.05 8.03 rata-rata tahunan tahun 2012 rata-rata 4 bulan