Berdasarkan strategi-strategi yang sudah dijelaskan di atas berikut ini keseluruhan strategi pembelajaran kemampuan membaca kritis: 1 mahasiswa
diminta untuk menulis kata asing beserta arti dan konteksnya, 2 memberi tugas membaca, 3 meningkatkan skemata mahasiswa, 4 mengajak mahasiswa untuk
praktik secara langsung, 5 memberi mahasiswa dua teks berbeda tetapi satu tema, 6 membuat daftar pertanyaan sebelum membaca, 7 membuat kesimpulan
atau ringkasan, 8 mahasiswa memberi kritikan, dan 9 memproduksi.
4.3 Pembahasan
Penelitian berjudul Strategi Pembelajaran Kemampuan Membaca Kritis Berdasarkan Faktor Membaca dan Hasil Tes Kemampuan Membaca Kritis Pada
Mahasiswa Semester VI Kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Tahun Ajaran 20152016
ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran kemampuan membaca
kritis mahasiswa semester VI kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta berdasarkan faktor membaca
dan hasil tes kemampuan membaca kritis. Subbab ini akan membahas tiga hal yaitu faktor membaca, hasil tes
kemampuan membaca kritis, dan strategi pembelajaran kemampuan membaca kritis. Adapun penjelasnya sebagai berikut:
a. Faktor membaca Melalui angket faktor membaca dapat diketahui faktor membaca apa saja
yang mempengaruhi kemampuan membaca kritis mahasiswa. Faktor membaca
terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal dengan jumlah 101 pernyataan dan diklasifikasi ke dalam 14 indikatoar. Pernyataan yang terdapat dalam angket
faktor membaca yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Berdasarkan angket faktor membaca yang telah diisi oleh 33 mahasiswa,
diketahui bahwa hasil perhitungan angket faktor membaca adalah 69,01 dan masuk dalam kategori tinggi. Kategori tersebut sesuai dengan analisis indikator
dalam faktor membaca. Mahasiswa memiliki motivasi baca yang tinggi, sejumlah 72,73 mahasiswa mengaku dorongan membaca timbul atas kesadaran sendiri.
Mahasiswa juga memiliki sikap dan minat yang tinggi, sejumlah 75,76 mahasiswa menyatakan merasa respek kepada orang lain yang memberi jawaban
atas suatu pernyataan dengan menyebut sumber yang pernah dibaca. Kondisi emosi mahasiswa juga baik, sejumlah 91,94 mahasiswa mengaku saat perasaan
sedang enak, mahasiswa mudah memahami isi bacaan. Mahasiswa memiliki pengetahuan yang banyak, sejumlah 90,91 mahasiswa menyatakan bahwa
pengetahuan yang sudah mahasiswa miliki berperan besar untuk membantu mempermudah memahami isi bacaan. Sejumlah 84,85 mahasiswa menyatakan
memiliki berbagai teknik membaca sehingga mudah dalam memahami isi bacaan. Melalui membaca mahasiswa memperoleh manfaat, sejumlah 75,76
mahasiswa mengaku membaca bacaan yang bermanfaat baik secara langsung mendukung perkuliahan maupun tidak. Tingkat intelegensi mahasiswa tidak
tinggi namun sejumlah 60,61 mahasiswa mengaku dengan rajin dan tekun membaca akan mempermudah mahasiswa dalam memahami isi bacaan. Sosial
ekonomi mahasiswa tinggi, sejumlah 66,67 mahasiswa mengaku meskipun
penghasilan orang tua terbatas, tetapi mudah memperoleh bahan bacaan. Suasana lingkungan mahasiswa mendukung untuk membaca, sejumlah 66,67 mahasiswa
menyatakan lingkungan rumah mahasiswa sangat nyaman untuk membaca. Penjelasan di atas merupakan indikator yang mencerminkan sikap positif
mahasiswa, tetapi berikut ini juga akan dijelaskan indikator yang mencerminkan sikap negatif mahasiswa. Mahasiswa belum memiliki kebiasaan membaca,
sejumlah 42,42 mahasiswa tidak memiliki kecenderungan membaca setiap hari. Kondisi kesehataan juga mempengaruhi kemampuan membaca mahasiswa,
sejumlah 81,82 mahasiswa mengaku jika kondisi kesehataan tidak baik, mahasiswa kesulitan memahami isi bacaan. Mahasiswa hanya membaca jenis
bacaan tertentu, sejumlah 78,79 mahasiswa menyatakan hanya membaca jenis bacaan yang mahasiswa anggap menarik untuk dibaca.
Penguasaan bahasa mahasiswa rendah, sejumlah 81,82 mahasiswa mengaku meskipun berkaitan dengan bidang ilmu yang dipelajari, kadang-kadang
mahasiswa mengalami kesulitan untuk memahami isi bacaan. Mahasiswa tidak menyiapkan waktu yang tepat untuk membaca, sejumlah 75,76 mahasiswa
mengaku jadwal membaca sering terganggu apabila ada tamu datang. Mahasiswa sangat kesulitan menghadapi faktor teks, sejumlah 84,85 mahasiswa mengaku
tidak memapu memahami bacaan ketika menemukan kata-kata yang tidak tahu artinya, 51,51 mahasiswa mengaku mengalami kesulitan apabila menghadapi
kalimat yang terlalu panjang, 84,85 mahasiswa menyatakan tingkat keterbacaan yang sulit menghambat pemahaman, 84,85 mahasiswa mengaku kesulitan
memahami bacaan ketika menemukan kata-kata asing yang banyak dalam teks,
dan 84,85 mahasiswa mengaku struktur teks yang tidak sistematis juga mengahambat pemahaman mahasiswa.
Pengaruh budaya lisan dan media elektronik mempengaruhi kemampuan membaca mahasiswa. Sejumlah 42,42 mahasiswa mengaku budaya lisan dalam
hidup mahasiswa masih kuat sehingga kesulitan dalam memahami isi bacaan dan sejumlah 72,73 mahasiswa mengaku lebih memilih menonton televisi daripada
membaca. Hasil perhitungan di atas dapat diketahui faktor-faktor membaca yang
mempengaruhi mahasiswa mampu membaca kritis dan faktor-faktor membaca yang menghambat mahasiswa kurang mampu membaca kritis. Melalui penelitian
ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi sikap positif faktor membaca yang dimiliki mahasiswa, semakin tinggi pula kemampuan membaca kritisnya.
Sebaliknya, semakin tinggi sikap negatif faktor membaca yang dimiliki mahasiswa, akan semakin rendah pula kemampuan membaca kritisnya.
Hal ini berkaitan dengan pendapat Gray dalam Winardi, 2008 yang menyatakan motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau
eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Orang yang
mempunyai minat baca kuat akan diwujudkan dalam kesediaan untuk mendapatkan bahan bacaan kemudian membacanya atas kesadaran sendiri
Rahim, 2007:28. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sikap positif dari indikator motivasi, sikap dan minat, kondisi emosi, pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya, kebermanfaatan, tingkat intelegensi, latar belakang sosial ekonomi,
suasana lingkungan yang dimiliki mahasiswa dan masuk kategori tinggi akan mempengaruhi mahasiswa mampu membaca kritis sedangkan sikap negatif dari
indikator kebiasaan, kondisi kesehatan, ketertarikan, waktu, teks, pengaruh budaya lisan, dan pengaruh media elektronik yang dimiliki mahasiswa dan masuk
dalam kategori tinggi akan mempengaruhi mahasiswa kurang mampu membaca kritis.
b. Tes Kemampuan Membaca Kritis Tes kemampuan membaca kritis diberikan untuk mengukur tingkat
kemampuan membaca kritis mahasiswa. Tes membaca kritis terdapat 40 soal yang dibuat berdasarkan tujuh aspek membaca kritis yaitu 1 mengenali dan
mengingat, 2 memahami isi bacaan, 3 menerapkan konsep-konsep, 4 menganalisis, 5 membuat kesimpulan, 6 menilai, dan 7 memproduksi.
Hasil tes perhitungan rata-rata kemampuan membaca kritis mahasiswa adalah 21,94 dan masuk dalam krieria kurang. Berdasarkan hasil tes tersebut
dapat diketahui bahwa mahasiswa hanya memiliki kemampuan dalam dua aspek yaitu terdapat 56,36 mahasiswa mampu menerapkan konsep dan 56,06
mahasiswa mampu membuat kesimpulan sehingga bisa dikatakan bahwa kemampuan membaca kritis mahasiswa belum sempurna. Mahasiswa kurang
mampu dalam lima aspek yaitu terdapat 51,52 mahasiswa tidak mampu mengenali dan mengingat, 51,52 mahasiswa tidak mampu memahami isi
bacaan, 65,15 mahasiswa tidak mampu menganalisis, 50,50 mahasiswa tidak mampu menilai, dan 59,85 mahasiswa tidak mampu memproduksi.
Hasil tes ini tidak sesuai dengan faktor membaca yang dimiliki mahasiswa. Apabila faktor membaca menunjukan kategori tinggi seharusnya mahasiswa
memiliki kemampuan membaca kritis tinggi pula tetapi pada kenyataanya mahasiswa PBSI semester VI kelas A Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
diketahui kurang memiliki kemampuan membaca kritis. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki sikap negatif dalam faktor membaca yang tinggi sehingga
kemampuan membaca kritis mahasiswa kurang. Hal ini terkaitan dengan pendapat Albert dalam Tarigan, 2008:92
menyebutkan bahwa membaca kritis adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluasi, serta analistis, dan
bukan hanya mencari kesalahan. Setyawan 2008 juga menyatakan bahwa membaca kritis adalah kemampuan pembaca mengolah bahan bacaan secara kritis
untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersiratnya melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis,
dan menilai. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa semester VI kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata
Dharma kemampuan membaca kritis kurang sehingga memerlukan strategi pembelajaran.
c. Strategi Pembelajaran Kemampuan Membaca Kritis Berdasarkan analisis data, terdapat kesenjangan antara faktor membaca yang
masuk dalam kategori tinggi dan hasil tes kemampuan membaca kritis yang masuk dalam kategori kurang sehingga perlu adanya strategi pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan membaca kritis.
Ketidaksimbangan tersebut yang menjadi dasar peneliti membuat strategi pembelajaran kemampuan membaca kritis pada mahasiswa semester VI kelas A
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta tahun ajaran 2015. Strategi pembelajaran dibuat berdasarkan analisis
hasil observasi, faktor membaca dengan analisis SWOT, hasil tes kemampuan membaca kritis dan dikaitkan dengan analisis SWOT, dan wawancara. Adapun
strategi pembelajaran dikhususkan pada mahasiswa yang kurang mampu membaca kritis. Setiap aspek kemampuan membaca kritis memiliki strategi
masing-masing. Strategi ini dibuat supaya mahasiswa mampu membaca kritis. Adapun strategi pembelajaran kemampuan membaca kritis yaitu 1
mahasiswa diminta untuk menulis kata asing beserta arti dan konteksnya, 2 memberi tugas membaca, 3 meningkatkan skemata mahasiswa, 4 mengajak
mahasiswa untuk praktik secara langsung, 5 memberi mahasiswa dua teks berbeda tetapi satu tema, 6 membuat daftar pertanyaan sebelum membaca, 7
membuat kesimpulan atau ringkasan, 8 mahasiswa memberi kritikan, dan 9 memproduksi.
Hal tersebut berkaitan dengan pendapat Sanjaya, 2008:126 yang menyatakan strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Uno 2008:3 Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan untuk memilih kegiatan pembelajaran yang
akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan, dan
karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan membaca kritis pada mahasiswa semester VI kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
tahun ajaran 2015.
146
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, faktor membaca mahasiswa semester VI kelas A Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta tahun ajaran 2015 masuk dalam kategori tinggi. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa faktor kemampuan membaca mahasiswa adalah 69,01. Faktor membaca yang menunjukkan kategori tinggi yaitu mahasiswa memiliki motivasi membaca,
sikap dan minat membaca, kondisi emosi yang baik, memiliki banyak pengetahuan, menguasai berbagai teknik membaca, sosial ekonomi keluarga
mahasiswa mempermudah untuk memperoleh bahan bacaan, dan suasana lingkungan mahasiswa sangat nyaman untuk melakukan membaca.
Kedua, hasil tes kemampuan membaca kritis membaca mahasiswa semester VI kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta tahun ajaran 2015 masuk dalam kategori kurang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan membaca kritis
mahasiswa adalah 21,94. Hanya terdapat 11 mahasiswa yang lulus KKM dengan skor 24-29 dengan kategori cukup. Berdasarkan hasil tes diketahui hanya terdapat
dua aspek kemampuan membaca kritis yang dimiliki mahasiswa yaitu kemampuan menerapkan konsep-konsep dan membuat kesimpulan. Terdapat lima
aspek kemampuan membaca mahasiswa yang belum dapat dicapai yaitu