Uji Reliabilitas dengan Butir Pertanyaan Perceived Quality Karakteristik Responden

43 Tabel 11. Pengujian validitas butir pertanyaan atribut kecap Sedap No. Atribut kecap Pearson Correlation [sig. 2-tailed] α = 0,05 Kesimpulan 1. Rasa kecap enak 0,955 0,000 Valid 2. Mudah meresap 0,991 0,000 Valid 3. Kekentalan pas 0,991 0,000 Valid 4. Meningkatkan citarasa masakan 0,991 0,000 Valid 5. Kemurnian bahan baku 0,976 0,000 Valid 6. Aman bagi kesehatan 0,976 0,000 Valid 7. Kandungan gizi tinggi 0,976 0,000 Valid 8. Mudah diperoleh 0,952 0,000 Valid 9. Harga terjangkau 0,942 0,000 Valid 10. Harga sesuai kualitas 0,953 0,000 Valid Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka semua atribut pada masing-masing merek kecap dinyatakan valid. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai Pearson Correlation yang positif dan 0,361 serta nilai probabilitas korelasi [sig. 2- tailed] ≤ taraf signifikan α untuk seluruh atribut pada semua merek kecap yang diujikan, dimana taraf signifikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Dengan demikian kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini dapat dikatakan telah berhasil mengukur apa yang ingin diukur atau dengan kata lain kuesioner bersifat valid. Selain itu kevalidan kuesioner juga berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner memiliki hubungan yang erat atau saling berkorelasi. Hasil pengujian validitas menggunakan SPSS 15.0 dapat dilihat pada lampiran 2.

5.3 Uji Reliabilitas dengan Butir Pertanyaan Perceived Quality

Uji reliabilitas merupakan pengujian yang dilakukan terhadap kuesioner untuk mengetahui konsistensinya apakah memberikan hasil yang sama apabila pengukuran dilakukan berulang-ulang. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya koefisien. Semakin tinggi nilai koefisien yang dihasilkan maka tingkat reliabilitasnya semakin tinggi. Dari seluruh pengujian terhadap kuesioner masing-masing merek kecap yang dikaji, menyatakan bahwa butir pertanyaan yang digunakan sudah memenuhi nilai yang reliabel. Hal ini terlihat dari semua nilai koefisien reliabilitas instrumen atau nilai Cronbach‟s Alpha r 0,9. Berdasarkan literatur yang dijadikan acuan dalam pengolahan data, apabila nilai r 0,9 maka kesimpulannya tingkat reliabilitasnya adalah sempurna. Output SPSS 15.0 untuk perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil pengolahan dengan metode Cronbach‟s Alpha menggunakan SPSS 15.0 adalah sebagai berikut: 44 Tabel 12. Nilai reliabilitas masing-masing merek kecap

5.4 Karakteristik Responden

a. Usia Responden Data karakteristik usia responden menunjukkan bahwa responden berusia mulai dari 20 tahun hingga 51 tahun. Jumlah responden terbanyak adalah pada rentang usia 31-40 sebanyak 38 dan mengikut di belakangnya responden pada rentang usia 41-50 tahun sebanyak 35. Beragamnya usia responden berarti bahwa kecap merupakan bumbu pelengkap yang umum digunakan oleh semua ibu rumah tangga, berapapun usianya. Kondisi ini berkaitan dengan fungsinya yang bukan hanya untuk meningkatkan citarasa masakan, namun juga dapat meningkatkan warna dan aromanya menjadi lebih baik sehingga disukai penggunaannya dalam memasak. Dengan demikian pasar yang bisa digarap oleh produsen kecap sangatlah besar. Sebagai bumbu pelengkap yang mayoritas digunakan konsumen rumah tangga untuk memasak makanan yang notabene makanan adalah kebutuhan pokok manusia, semua orang membutuhkannya. Hal ini turut didukung oleh pernyataan Manajer pemasaran PT. Unilever Indonesia Dicky Saelan, produsen Kecap Bango yang mengatakan bahwa bisnis kecap merupakan bisnis dengan market size yang sangat besar. Secara nasional terjadi peningkatan 10-20 tiap tahun karena tingkat konsumsi yang juga meningkat. Diperkirakan, nilai penjualan kecap secara nasional sekitar 130 juta liter atau setara dengan Rp 3 triliun lebih per tahun, baik dari penjualan kecap manis maupun asin http:www.agrina-online.com, 2006. Menurut Sumarwan 2003, usia 16 – 18 tahun termasuk ke dalam kelompok remaja lanjut, usia 19 – 24 tahun termasuk kelompok dewasa awal, usia 25 – 35 tahun termasuk kelompok dewasa lanjut, dan usia 36 – 50 tahun termasuk kelompok paruh baya. Dengan demikian hasil pengolahan data menunjukkan sebanyak 73 responden merupakan ibu rumah tangga yang tergolong ke dalam usia dewasa lanjut hingga paruh baya. Namun ada pula responden yang tergolong sebagai kelompok usia dewasa awal sebanyak 12 orang dan sisanya 15 orang merupakan kelompok usia yang melewati paruh baya. Data responden berdasarkan usia disajikan pada Tabel 13. No. Merek Kecap Nilai Reliabilitas 1 Korma 0.947 2 Bango 0.930 3 ABC 0.965 4 Indofood 0.969 5 Sedap 0.993 45 Tabel 13. Data responden berdasarkan usia b. Pekerjaan Responden Responden yang diambil secara non acak di 5 kotamadya di Jakarta, didapatkan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang bekerja penuh waktu di rumah sebanyak 70, pegawai swasta sebanyak 13, pegawai negeri sebanyak 12, dan berwirausaha sebanyak 5. Latar belakang pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga yang bekerja penuh waktu di rumah. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Engel et al. 1994 bahwa konsumsi makanan dalam keluarga dalam praktiknya sangat ditentukan oleh ibu rumah tangga yang memainkan peran sebagai penjaga gerbang atau gate keeper yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga. Tindakan tersebut salah satunya adalah dalam pembelian bahan pangan, termasuk kecap. Namun ada pula responden yang bekerja di luar rumah sebagai pegawai swasta, pegawai negeri, dan berwirausaha. Kondisi ini berarti bahwa konsumsi kecap yang terkait dengan kegiatan memasak, baik memasak sendiri ataupun dibantu pembantu rumah tangga tetap dilakukan oleh ibu rumah tangga terlepas dari apapun pekerjaannya. Selain itu, diperolehnya responden yang bekerja penuh waktu di rumah ibu rumah tangga dengan jumlah terbanyak, yaitu 70 dapat dijelaskan karena sebagian besar pengambilan data dilakukan di pemukiman warga di Jakarta antara pagi hingga sore hari sehingga kemungkinan untuk mendapat responden yang bekerja di luar rumah menjadi sedikit berkurang. Data responden berdasarkan jenis pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Data responden berdasarkan jenis pekerjaan No. Usia responden tahun Jumlah responden orang Persentase 1. 20 – 30 12 12 2. 31 – 40 38 38 3. 41 – 50 35 35 4. ≥ 51 15 15 5. Total 100 100 No. Pekerjaan responden Jumlah responden orang Persentase 1. Pegawai swasta 13 13 2. Ibu rumah tangga 70 70 3. Pegawai negeri 12 12 4. Wirausaha 5 5 5. Lainnya 6. Total 100 100 46 c. Pendidikan Responden Karakteristik konsumen yang berikutnya adalah berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan. Hasil survei terhadap konsumen rumah tangga menunjukkan hasil sebanyak 30 responden memiliki latar belakang pendidikan SMA, 26 SMP, 20 SD dan Diploma atau S1, serta pasca sarjana sebanyak 4. Hal ini menandakan bahwa konsumsi kecap dari berbagai merek nampaknya tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seorang responden. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 15 yang memperlihatkan jumlah responden yang hampir merata untuk semua tingkat pendidikan yang dicantumkan dalam kuesioner. Meratanya penyebaran tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden dinilai cukup mampu mengakses informasi yang terkait dengan masalah penelitian, sehingga mampu memahami instruksi yang diberikan dalam pengisian kuesioner. Dengan demikian informasi yang diperoleh sejalan dengan tujuan penelitian. Data pendidikan responden ini dapat dijadikan sebagai dasar segmentasi konsumen, supaya pasar yang dituju lebih spesifik dan efisien. Saat ini telah beredar banyak merek kecap dengan masing-masing karakteristik, salah satunya harga. Hal itu merupakan salah satu bentuk segmentasi yang dilakukan atas dasar kemampuan ekonomi yang juga terkait dengan latar belakang pendidikan. Data pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Data responden berdasarkan tingkat pendidikan No. Pendidikan responden Jumlah responden orang Persentase 1. SD 20 20 2. SMP 26 26 3. SMA 30 30 4. DiplomaS1 20 20 5. Pascasarjana 4 4 6. Total 100 100 d. Pengeluaran belanja harian per bulan responden Responden yang diambil dalam penyebaran kuesioner mengeluarkan uang belanja harian rataan per bulan sebesar Rp 500.000 – Rp 1.000.000 sebanyak 39, Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000 sebanyak 32, Rp 2.000.001 – Rp 3.000.0000 sebanyak 25, dan Rp 500.000 sebanyak 4. Hal ini menggambarkan bahwa mayoritas responden memiliki latar belakang ekonomi menengah hingga bawah. Menurut Sumarwan 2003, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran sangat terkait satu sama lain. Pendidikan yang rendah juga akan mencerminkan jenis pekerjaan dan pendapatan serta daya beli konsumen tersebut. Namun secara umum masyarakat dari seluruh kalangan ekonomi juga mengonsumsi kecap. Data pengeluaran belanja harian per bulan ini dapat dijadikan dasar dalam mensegmentasikan pasar yang ingin dituju. Dengan merujuk pernyataan Sumarwan di atas, maka daya beli konsumen dan keputusan pembelian terhadap suatu produk sangat ditentukan oleh kemampuan ekonominya. Data pengeluaran belanja harian per bulan responden dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 16. 47 Tabel 16. Data responden berdasarkan pengeluaran belanja harian per bulan e. Sumber informasi merek kecap Dari hasil pengolahan kuesioner secara deskriptif, kecap Korma paling banyak diketahui melalui teman atau saudara, hadiah pemberian, pasar tradisional, pengajian, spanduk, pasar modern, warung, dan sales. Merek kecap Bango paling banyak diketahui responden secara berturut-turut melalui iklan TV, teman atau saudara, warung, pasar modern, media cetak, billboard atau spanduk, pasar tradisional, dan iklan radio. Kecap ABC banyak dikenal oleh responden lewat iklan TV, warung, pasar modern, billboard atau spanduk, teman atau saudara, pasar tradisional, dan iklan radio. Merek kecap Indofood diketahui secara mayoritas oleh responden melalui iklan TV, pasar modern, hadiah pemberian, media cetak, teman atau saudara, pasar tradisional, warung, dan sales. Sedangkan kecap merek Sedap banyak diketahui oleh konsumen lewat iklan TV, hadiah pemberian, warung, pasar modern, billboard atau spanduk, teman atau saudara, pasar tradisional, dan warung. Sehingga secara keseluruhan sumber informasi yang paling banyak memberikan informasi kepada responden adalah iklan di televisi, teman atau saudara, pasar modern, warung, dan pemberian hadiah. Hasil perhitungan sumber informasi merek kecap dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sumber informasi responden dalam mengenal merek kecap Merek kecap A B C D E F G H I J K Korma 5 45 5 2 7 1 1 5 Bango 81 2 6 5 10 3 7 10 ABC 70 1 2 3 3 3 10 27 Indofood 39 2 2 2 24 13 2 1 Sedap 55 2 2 1 6 15 7 1 Total 245 3 10 15 62 14 49 35 47 3 5 Keterangan: A: iklan di TV E: teman atau saudara I: warung B: iklan di radio F: pasar tradisional J: sales C: media cetak G: pasar modern K: pengajian D: billboard atau spanduk H: hadiah pemberian No. Pengeluaran responden Jumlah responden orang Persentase 1. Rp 500.000 4 4 2. Rp 500.000 – Rp 1.000.000 39 39 3. Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000 32 32 4. Rp 2.000.001 – Rp 3.000.0000 25 25 5. ≥ Rp 3.000.001 6. Total 100 100 48 Secara sederhana iklan diartikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Melalui iklan ini diharapkan akan terjadi perubahan sikap yang ditentukan oleh 3 komponen, yaitu cognition pengetahuan, affection perasaan, dan conation perilaku. Apabila ketiga komponen ini menunjukkan adanya perubahan, maka mungkin sekali akan menyusul terjadinya perubahan sikap terhadap iklan yang disampaikan Schiffman dan Kanuk, 2007. Bentuk periklanan dapat disampaikan lewat berbagai media, salah satunya adalah TV. Menurut Ogilvy dalam Bungin 2008, tugas utama iklan TV adalah menjual barang atau jasa bukan menghibur. Iklan TV ini dibangun dari kekuatan visualisasi yang lebih menonjol dibanding simbol verbal dan biasanya ditayangkan dalam waktu yang singkat, sehingga iklan TV berusaha keras meningggalkan kesan yang mendalam kepada pemirsa dalam waktu beberapa detik Bungin, 2008. Iklan TV ini memiliki beberapa kelebihan dibanding iklan pada media lain, yaitu: 1. Kesan realistik karena sifatnya yang visual dan merupakan kombinasi warna-warna, suara, dan gerakan sehingga iklan TV begitu hidup dan nyata. 2. Masyarakat lebih tanggap karena iklan TV disiarkan di rumah-rumah dalam suasana yang santai atau rekreatif sehingga masyarakat lebih siap untuk memberikan perhatian. 3. Iklan TV ditayangkan hingga beberapa kali dalam sehari, sehingga memungkinkan masyarakat menyaksikannya dalam frekuensi yang cukup dan dapat membangkitkan pengaruh iklan. 4. Adanya pemilihan area siaran zoning dan jaringan kerja networking yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat. 5. Ideal bagi para pedagang eceran karena iklan TV dapat menjangkau kalangan pedagang eceran sebaik ia menjangkau konsumen. 6. Terkait erat dengan media lain. Kelebihan-kelebihan tersebut sejalan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, bahwa responden paling banyak mengetahui merek kecap melalui iklan TV. Selain itu berdasarkan hasil analisis pekerjaan responden, diperoleh jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan responden adalah ibu rumah tangga yang bekerja penuh waktu di rumah sehingga memiliki lebih banyak waktu di rumah. Sebagai bentuk hiburan atau rekreatif biasanya mereka menonton TV. Kondisi ini dapat dimanfaatkan produsen kecap untuk memperkenalkan produknya lewat iklan TV, sehingga promosinya mengenai target pasar yang tepat. Namun kecap Korma hingga kini belum melakukan pengenalan produk melalui iklan TV, padahal sebagian besar konsumen bisa mengetahui merek kecap karena diiklankan di TV. Tidak dipungkiri TV merupakan media yang masih paling kuat menimbulkan pengaruh pada masyarakat karena masih dianggap menjadi pilihan utama para pengiklan untuk menjangkau konsumennya. Melalui iklan TV, masyarakat bisa memperoleh edukasi dan doktrinasi akan produk yang diiklankan. Hal ini harusnya menjadi semacam pendorong bagi kecap Korma. K arena sebagai produk yang mengusung posisioning “Kecap yang enak dan halal” harusnya lewat iklan TV diferensiasi yang digambarkan melalui posisioning tersebut bisa disampaikan kepada khalayak ramai, terutama ibu rumah tangga yang merupakan pelaku pengambilan keputusan dalam pembelian kecap. Tentunya tidak cukup dengan iklan TV saja aktivasi merek disampaikan, namun juga harus terintegrasi dengan cara dan media promosi lainnya supaya aktivasi merek dan upaya edukasi yang dilakukan produsen terus menerus dirasakan keberadaannya oleh konsumen yang pada akhirnya menjadi kenal dan tertarik untuk membeli. Selain lewat iklan TV, promosi dengan cara word of mouth WOM yang biasanya dilakukan kepada orang terdekat juga masih mempunyai andil dalam mengenalkan suatu 49 merek kecap kepada konsumen. Hal ini terbukti dengan hasil analisis pada Tabel 17 yang menunjukkan jumlah reponden yang mengenal merek kecap lewat teman atau saudara menduduki posisi kedua setelah iklan TV. Menurut Sumardy Ma, Head of Consultant Octovate Consulting Group 2009, ibu rumah tangga memiliki karakteristik sebagai talker WOM agent yang tepat. Sebab ibu-ibu dipandang memiliki kredibilitas yang tinggi untuk didengar oleh orang lain. Selain itu ibu-ibu juga memiliki network yang cukup luas dibandingkan orang lain dalam keluarga atau lingkungan. Kecap yang menjadi obyek dalam penelitian ini merupakan consumer goods yang dalam pembelian dan penggunaannya melibatkan ibu rumah tangga. Dengan berdasar pada sifat produk, maka wajar apabila banyak diantara konsumen yang mengenal merek kecap melalui teman atau saudara lewat efek WOM tadi. Definisi WOM menurut Agus W. Soehadi, adalah bentuk promosi yang intinya adalah bagaimana aktivitas yang dilakukan oleh brand owner itu dibicarakan oleh para konsumen. Maka dari hal tersebut dapat dilihat seberapa jauh aktivitas yang dilakukan oleh brand dibicarakan oleh konsumennya. WOM memiliki 2 sifat, yaitu organic WOM dan By Plan WOM. Organic WOM hadir di saat konsumen secara sukarela mempromosikan sebuah produk atau merek, sedangkan By Plan adalah sebuah produk dibicarakan memang sudah didisain oleh sang produsen agar bisa dibicarakan Nugroho, 2011. Bentuk WOM yang terjadi pada kecap Korma adalah organic WOM, sebab pemakaian yang berasal dari rekomendasi teman atau saudara menjadi suatu kebiasaan yang turun temurun. Misalnya saja pada beberapa responden pengguna kecap Korma yang ditemui pada saat wawancara mengenal kecap ini karena sejak masih serumah dengan ibunya telah setia menggunakan. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi produsen Korma, sebab loyalitas yang mereka bangun pada pelanggan berbuah dengan datangnya pelanggan baru lewat rekomendasi. Upaya melalui komunitas juga sudah dilakukan oleh kecap Korma, namun dibangun sendiri oleh konsumen tanpa campur tangan produsen. Komunitas tersebut adalah majelis ta‟lim atau kelompok pengajian. Cara ini terbilang unik dan khas. Dimana sebagai produk yang mengusung kata “halal” lewat merek maupun imejnya, Korma berani menggandeng kerja sama dengan majelis ta‟lim. Tenaga sales amat menentukan dalam tata laksananya, sebab merekalah yang mengintroduksi pemukiman warga untuk mencari ceruk komunitas pengajian yang bisa dijadikan pelanggan baru. Komunitas pengajian ini sudah pasti mempunyai ketua dimana peran ketua juga turut menentukan dalam pengedukasian anggota komunitasnya. Sebagai orang yang disegani, efek rekomendasi yang dilakukan akan lebih mudah diikuti sehingga dalam praktiknya disebut sebagai WOM by plan. Sarana informasi berikutnya yang menjadi ajang pengenalan merek kecap adalah melalui pasar modern dan warung. Berdasarkan studi Nielsen Shopper Trends studi tahunan tentang perilaku belanja konsumen yang dilakukan di 5 kota besar: Jakarta Raya – Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan dengan mengambil jumlah responden sebanyak 1.804 orang diperoleh hasil bahwa lebih dari 13 36 dari pembelanja minimarket mengaku mengunjungi toko untuk belanja darurat dan 30 persen dari pembelanja pasar mengatakan mereka mengunjungi pasar untuk keperluan makan hari ini. Di lain pihak, pembelanja mengandalkan toko tradisional untuk membeli komoditas pangan dasar, seperti kecap 60 dan kopi bubuk 58 Zachra, 2011. Menurut Febby Ramaun, Associate Director dari Retailer Services di Nielsen, meskipun pengembangan minimarket terus mengalami peningkatan, pasar basah dan pasar tradisional lainnya seperti toko tradisional dan gerobak sayur masih merupakan wadah belanja yang paling sering dikunjungi oleh konsumen Indonesia. Pasar basah dikunjungi paling sering oleh pembelanja untuk produk segar dan konsumen menghabiskan setengah dari pengeluaran rumah tangga bulanan mereka untuk produk segar ini Zachra, 2011. 50 Menjamurnya jumlah swalayan, baik skala besar maupun kecil, misalnya minimarket di pemukiman masyarakat saat ini juga turut mendukung pengenalan merek kecap ke konsumen. Melalui minimarket masyarakat bisa menemukan pengalaman belanja yang berbeda sehingga promosi kecap dengan mendistribusikannya ke minimarket- minimarket tertentu dapat menjadi sarana promosi yang bagus untuk memperkenalkannya. Keberadaan warung di sekitar lingkungan rumah pun juga dapat diandalkan dalam mempromosikan merek kecap lokasinya yang dekat dengan rumah menjadi fakor pendorong pembeli untuk terus mendatanginya, sebab hingga kini jumlah konsumen yang mengetahui kecap melalui warung masih tetap banyak. Hasil analisis ini sesuai dengan data yang diperoleh dari analisis pekerjaan responden, yaitu ibu rumah tangga yang bekerja penuh waktu di rumah. Ibu rumah tangga ini umumnya memiliki lebih banyak waktu luang, salah satunya untuk melakukan belanja kebutuhan sehari-hari yang biasanya dilakukan di warung ataupun swalayan pasar modern. Hadiah pemberian sebagai sumber informasi diketahuinya merek kecap oleh konsumen terkait dengan kebiasaan adat yang dilakukan di daerah tempat tinggal konsumen. Dalam kondisi tertentu masyarakat menggelar acara syukuran yang seringkali disertai dengan kegiatan pengajian. Sebagai buah tangan biasanya di akhir acara para tamu yang hadir akan diberikan sejumlah sembako termasuk di dalamnya kecap. f. Jenis promosi yang membuat konsumen tertarik membeli kecap Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program pemasaran. Melalui promosi ini konsumen dapat mengetahui suatu produk, sebab promosi berfungsi untuk menyebarkan informasi, mempengaruhi, dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia, menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan Tjiptono, 2008. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18 dan 19, bahwa jenis promosi yang membuat konsumen tertarik untuk membeli kecap adalah iklan di televisi, pemberian hadiah gelas, piring, atau kecap dalam kemasan lebih kecil, dan kegiatan CSR. 51 Tabel 18. Jenis promosi yang membuat responden tertarik membeli kecap No. Promosi Sangat tidak tertarik Tidak tertarik Biasa Tertarik Sangat tertarik Skor total 1. Iklan di TV 20 17 59 4 347 2. Pemberian hadiah gelas, piring, kecap dlm kemasan lebih kecil, dll 16 16 41 27 379 3. Sponsor acara 30 30 33 7 317 4. Pemberian sampel kecap 39 19 33 9 312 5. Promosi dengan SPG 55 24 20 1 267 6. Bintang iklan terkenal 48 18 29 5 291 7. Iklan di radio 70 23 7 237 8. Iklan di media cetak 41 41 18 277 9. Iklan di internet 68 27 5 237 10. Iklan di billboard, spanduk, umbul-umbul, brosur 33 27 40 307 11. Kegiatan CSR 16 22 53 9 355 12. Kupon undian 51 14 23 12 296 13. Potongan harga misal: beli 1 dapat 1 8 11 42 39 412 Tabel 19. Interpretasi skor total jenis promosi yang diminati No. Promosi Skor Persepsi 1 Iklan di TV 347 Tertarik 2 Pemberian hadiah gelas, piring, kecap dlm kemasan lebih kecil, dll 379 Tertarik 3 Sponsor acara 317 Biasa 4 Pemberian sampel kecap 312 Biasa 5 Promosi dengan SPG 267 Sangat tidak tertarik 6 Bintang iklan terkenal 291 Tidak Tertarik 7 Iklan di radio 237 Sangat tidak tertarik 8 Iklan di media cetak 277 Tidak Tertarik 9 Iklan di internet 237 Sangat tidak tertarik 10 Iklan di billboard, spanduk, umbul-umbul, brosur 307 Tidak Tertarik 11 Kegiatan CSR 355 Tertarik 12 Kupon undian 296 Tidak Tertarik 13 Potongan harga misal: beli 1 dapat 1 412 Sangat tertarik 52 Pengiklanan produk kecap di TV akan membuat upaya penyampaian informasi lebih mudah terlaksana. Sebab TV adalah media yang menggabungkan audio dan visual, sehingga kesan yang ditimbulkan akan lebih mendalam. Selain itu pemberian hadiah juga diinterpretasikan menarik oleh konsumen. Menurut Kurnia 2006, pada dasarnya manusia memiliki sifat fear dan greedy atau ketakutan dan keserakahan, sehingga akan memunculkan beberapa perilaku khas dalam kegiatan konsumsi, yaitu membeli karena bonus, membeli karena diskon, membeli karena hadiah undian, membeli karena persediaan dan waktu terbatas, membeli karena percaya pada penjual, membeli karena uangnya cukup, dan membeli karena sesuai kebutuhan. Hal ini sesuai dengan jenis promosi pemberian potongan harga yang dinilai sangat menarik oleh konsumen, karena kondisi perekonomian yang labil membuat kenaikan harga untuk berbagai barang dan jasa sehingga potongan harga untuk produk tertentu bisa jadi akan membuat konsumen tertarik. Pemberian hadiah juga dinilai memiliki nilai ketertarikan tersendiri bagi konsumen, sehingga produk kecap yang menyertakan bonus, seperti sendok, piring, mangkok, ataupun kecap dalam kemasan yang lebih kecil diminati konsumen untuk mendorong terjadinya pembelian kecap. Kegiatan corporate social responsibility CSR dinilai menarik oleh responden dalam mendorong perilaku pembelian kecap. Bentuk bakti perusahaan terhadap masyarakat sekitar dapat menjadi bentuk simbiosis mutualisme antara produsen dan konsumen, dimana konsumen menikmati manfaat dari kegiatan CSR sedangkan bagi perusahaan akan menimbulkan citra positif sehingga menarik simpati konsumen. Bentuk sponsorship dan pemberian sampel kecap dinilai biasa oleh konsumen, karena konsumen menganggap dilakukan atau tidaknya bentuk promosi tersebut tidak akan banyak mempengaruhi ketertarikan mereka. Pengiklanan dengan menggunakan bintang iklan endorser, media cetak, kupon undian, spanduk, umbul-umbul, billboard, serta brosur ternyata tidak menarik bagi konsumen. Mengingat kesibukan ibu rumah tangga dalam melakukan pekerjaan rumah menyebabkan tidak cukupnya waktu untuk membaca iklan kecap di majalah ataupun tabloid dan koran. Sedangkan penggunaan bintang iklan menurut konsumen bukanlah hal yang menarik, sebab konsumen lebih mengutamakan kepada fungsi produk bukan tampilan ataupun kemenarikan pengiklanan. Kupon undian berhadiah juga dinilai tidak menarik, sebab masyarakat berpendapat kupon undian terkadang hanya menjual impian belaka dan perealisasiannya pun sulit pada kenyataannya. Memasang iklan dengan spanduk, umbul- umbul, dan poster dianggap tidak menarik oleh kosnumen, mereka menganggap pada akhirnya media tersebut hanya akan menjadi sampah. Promosi dengan SPG, iklan di radio, dan iklan di internet dinilai sangat tidak menarik. Kehadiran SPG yang menjajakan produk dinilai mengganggu bagi konsumen dalam berbelanja sehingga tidak diharapkan kehadirannya. Sedangkan penggunaan radio sudah jarang saat ini, sehingga bentuk periklanan di radio menjadi sangat tidak menarik bagi konsumen. Terlebih periklanan lewat internet yang dinilai tidak efektif. Jika dilihat dari golongan responden yang berlatar belakang ekonomi menengah bawah, mereka jarang sekali atau bahkan tidak pernah menggunakan internet. Melalui analisis bentuk promosi yang diminati oleh konsumen, maka akan menjadi masukan bagi perusahaan tentang bentuk promosi yang paling efektif dan paling mengena di masyarakat sehingga mengefisienkan biaya promosi yang dikeluarkan. Selang interpretasi konsumen mengenai jenis promosi yang diminati disajikan dalam Tabel 20. 53 Tabel 20. Selang interpretasi jenis promosi yang diminati Persepsi Selang Sangat tidak tertarik 237-272 Tidak tertarik 273-308 Biasa 309-344 Tertarik 345-380 Sangat tertarik 381-416

5.5 Analisis Elemen Brand Equity