Analisis habitual buyer Uji Biplot

71 dengan tingkat kesetiaan merek paling dasar. Apabila semakin besar persentase switcher yang diperoleh maka artinya semakin banyak pelanggan yang seringkali mengalihkan pembelian kecapnya ke merek lain. Pelanggan yang tergolong ke dalam pelanggan switcher a dalah yang menjawab “sering” atau “selalu” saat ditanyakan “Seberapa sering Anda beralih ke kecap merek lain?”. Hasil perhitungan switcher diperlihatkan dalam Tabel 32. Tabel 32. Hasil perhitungan switcher pada berbagai merek kecap Nilai Korma Bango ABC Indofood Sedap Rata-rata 1,83 2,13 2,57 2,00 2,78 Standar deviasi 0,92 1,06 1,02 1,41 1,39 Switcher 8,33 8,33 21,43 25,00 44,44 Konsumen kecap Sedap memiliki jumlah switcher terbanyak dari hasil perhitungan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh keberadaannya yang relatif masih baru di pasaran dibanding keempat merek lainnya, sehingga jenis konsumen yang mencoba-coba masih mendominasi merek kecap Sedap. Konsumen yang berpindah-pindah merek cenderung untuk mencoba-coba semua merek hingga menemukan merek kecap yang sesuai dengan seleranya. Lain halnya dengan kecap Korma dan Bango yang sama-sama memiliki nilai persentase switcher terpaut 36,11 lebih sedikit dari kecap Sedap. Hal ini dapat dijelaskan dengan keberadaan kecap Bango yang sudah lama di pasaran dan didukung oleh penyesuaian produk dari masa ke masa sesuai dengan keinginan konsumen. Sedangkan untuk kecap Korma sendiri berdasarkan pengolahan data mengenai sumber informasi pengenalan merek kecap, mayoritas konsumen menjawab mengenal kecap Korma secara turun temurun dan atas rekomendasi orang terdekat. Dengan adanya hubungan saudara sebagai dasar penggunaan kecap Korma membuat kecap ini tetap disukai dari waktu ke waktu sehingga frekuensi konsumen yang sering berpindah merek sedikit. Untuk nilai persentase switcher kecap ABC dan Indofood hampir sama, namun masih berada jauh di bawah kecap Sedap. Hal ini tetap harus menjadi bahan perhatian produsen supaya pelanggannya lebih loyal. Secara keseluruhan nilai rata-rata switcher kelima merek kecap yang dianalisis termasuk dalam kategori sangat buruk hingga cukup 1,80 – 3,40 yang menunjukkan bahwa perpindahan merek dari semua merek kecap cukup besar.

2. Analisis habitual buyer

Analisis habitual buyer dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar persentase konsumen yang membeli suatu merek produk karena suatu kebiasaan, sehingga bisa diartikan bahwa pelanggan tidak memiliki keinginan khusus untuk mencoba kecap merek lainnya. Pelanggan yang tergolong ke dalam habitual buyer adalah konsumen yang menjawab “sangat setuju” dan “setuju” apabila ditanyakan “Apakah Anda setuju bahwa alasan Anda mengonsumsi kecap merek tersebut kare na kebiasaan?”. Hasil perhitungan habitual buyer disajikan pada Tabel 33. 72 Tabel 33. Hasil perhitungan habitual buyer pada berbagai merek kecap Nilai Korma Bango ABC Indofood Sedap Rata-rata 4,13 3,55 3,31 2,75 3,33 Standar deviasi 0,85 0,87 0,95 1,5 0,87 Habitual buyer 87,50 71,43 61,54 25,00 55,56 Kecap Korma dan Bango menghasilkan nilai persentase habitual buyer paling tinggi. Hal ini dipicu oleh tindakan konsumsi kecap Korma yang oleh para konsumennya diperoleh secara turun temurun hingga menjadi suatu kebiasaan. Terlebih lagi dengan cara promosi Korma yang khas dalam memasarkan produk melalui komunitas pengajian. Dengan perantara ketua komunitas yang turut serta menjadi panutan dalam mengonsumsi kecap Korma, maka semakin besar pengaruhnya dalam menciptakan kebiasaan bagi mereka dalam menggunakannya. Sedangkan untuk merek Bango sendiri menduduki peringkat kedua habitual buyer dengan selisih terpaut 16,07 dari merek Korma. Bango memang lebih unggul dalam hal pengiklanan produk melalui berbagai media, namun keengganan pelanggan untuk beralih merek kecap karena sudah merasa terbiasa dan cocok dengan merek yang digunakan lebih banyak terjadi pada merek Korma. Kecap ABC dan Sedap memiliki nilai persentase habitual buyer yang juga terpaut tidak begitu jauh dari merek Bango, yaitu masing-masing 9,89 dan 15,87 sehingga dapat dikatakan pelanggan kedua merek kecap tersebut masih memiliki keengganan untuk beralih ke merek lain karena merasa merek yang digunakan sudah merupakan suatu kebiasaan. Nilai persentase habitual buyer terendah diperoleh kecap Indofood sebesar 25, hal ini berarti bahwa para pelanggan merek tersebut belum menemukan suatu yang khas dari kecap Indofood sehingga membuat kegiatan konsumsinya menjadi suatu kebiasaan. Secara keseluruhan nilai rata-rata habitual buyer kelima merek kecap berada pada kategori cukup hingga baik 3,40 – 4,20 yang menunjukkan bahwa pelanggan masing-masing merek kecap memiliki sifat kebiasaan yang cukup baik dalam memilih merek kecap yang dibelinya.

3. Analisis satisfied buyer