Brand Equity TINJAUAN PUSTAKA

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brand Equity

Definisi brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan Aaker dalam Durianto et al., 2004. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol. Dengan demikian, jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, maka beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula. Menurut Kotler dan Keller 2009, ekuitas merek atau brand equity adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, serta dalam harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Sedangkan Kertajaya dalam Handayani et al. 2010 mendefinisikan ekuitas merek sebagai aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas. Menurut Aaker 1997, brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu: 1. Brand awareness Brand awareness menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek, sebagai bagian dari suatu produk tertentu. 2. Brand association Brand association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. 3. Perceived quality Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. 4. Brand loyalty Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. 5. Other proprietary brand assets aset-aset merek lainnya Aset-aset merek lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset tersebut berhasil menghalangi dan mencegah kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Aset-aset lainnya seperti paten, cap dagang, dan saluran hubungan. Selanjutnya untuk mengetahui uraian mengenai konsep ekuitas merek maka akan disajikan dengan menggunakan skema yang menggambarkan keterkaitan antar variabel pembentuk ekuitas merek serta hubungannya dengan tujuan yang hendak diwujudkan, yaitu dalam upaya menciptakan nilai bagi pelanggan dan nilai bagi perusahaan, seperti skema berikut ini: 4 Gambar 1. Konsep brand equity Aaker, 1997  Brand awareness Kesadaran Merek Kesadaran merek diartikan sebagai kesanggupan calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari produk tertentu Aaker dalam Durianto et al., 2004. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinu dari perasaan yang tidak pasti bahwa produk tersebut, merek dalam suatu kelompok produk. Kesadaran merek bukan hanya menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengaitkan merek nama merek, logo, simbol, dan sebagainya Tjiptono, 2005. Kesadaran merek dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, yakni: 1. Tidak menyadari merek unaware brand Tingkat ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam kesadaran merek. Pada posisi ini, konsumen sama sekali tidak menyadari keberadaan merek suatu produk. 2. Pengenalan merek brand recognition Pada tingkat ini, konsumen mengenal merek produk namun diperlukan bantuan untuk mengingatnya. 3. Pengingatan kembali merek brand recall Tingkat pengingatan kembali merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan. 4. Puncak pikiran top of mind Pada tingkat ini konsumen menyebutkan merek yang pertama kali diingatnya ketika ditanyakan merek dalam suatu kelas produk tertentu. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di benak konsumen. Umumnya konsumen akan lebih mudah mengingat 2 jenis merek, yaitu merek yang disukai atau merek yang dibenci, namun konsumen cenderung untuk mengingat merek yang sering atau pernah digunakan. Maka dari itu, merek yang memiliki nilai top of mind paling tinggi memiliki peluang yang paling tinggi pula untuk dipilih konsumen dalam pembelian. Perceived quality Brand loyalty Brand awareness Brand association Other proprietary brand assets Brand equity Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat: 1. Interpretasiproses informasi 2. Rasa percaya diri dalam pembelian 3. Pencapaian kepuasan dari pelanggan Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat: 1. Efisiensi dan efektivitas program pemasaran 2. Brand loyalty 3. Hargalaba 4. Perluasan merek 5. Peningkatan perdagangan 6. Keuntungan kompetitif 5 Namun keadaan yang ideal bagi suatu merek di mata konsumen tidak hanya tergantung pada nilai top of mind saja, tetapi juga bentuk grafik kesadaran mereknya. Dimana kondisi pengingatan merek terbaik akan menghasilkan bentuk grafik yang cenderung menurun mulai dari jumlah top of mind hingga unaware brand. Hal ini berarti bahwa sebagian besar konsumen lebih banyak berada pada tingkatan kesadaran top of mind, dan semakin ke tingkatan kesadaran merek di bawahnya maka jumlahnya semakin berkurang. Durianto et al. 2004 mengemukakan bahwa peran brand awareness terhadap brand equity dapat dipahami dengan membahas bagaimana brand awareness menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan 4 cara: 1. Anchor to which other association can be attached Suatu merek dapat digambarkan sebagai sebuah jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut. 2. Familiarity-liking Dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa biasa terutama untuk produk- produk yang sifatnya low involvement keterlibatan rendah, misalnya pasta gigi, tissue, dan lain-lain. Suatu kebiasaan dapat menimbulkan ketertarikan dan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan. 3. Substancecommitment Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan ini yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena beberapa alasan mungkin karena program iklan perusahaan yang intensif, jaringan distribusi yang luas, ekstensif yang sudah lama dalam industri, dan sebagainya. Jika kualitas 2 merek sama, brand awareness akan menjadi faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan pembelian. 4. Brand to consider Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang akan dibeli. Merek yang memiliki posisi top of mind yang paling tinggi mempunyai nilai yang tinggi pula. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam benak konsumen adalah merek yang disukai atau dibenci. Agar brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki, ada 6 cara yang bisa dilakukan, yakni: 1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya. 2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek. 3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya. 4. Perluasan nama merek yang dapat dipakai agar merek semakin layak diingat pelanggan. 5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, ataupun keduanya. 6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibanding membentuk pengenalan. 6  Perceived Quality Kesan Kualitas Kesan kualitas perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan Aaker, 1997. Menurut Gravin dalam Umar 2005, terdapat 8 dimensi yang bisa digunakan untuk menentukan kualitas barang, yakni: 1. Performance, yaitu berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli suatu produk. 2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna menambah fungsi dasar. 3. Reliability, yaitu hal yang berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu. 4. Conformance, yaitu kesesuaian antara spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. 5. Durability, yaitu daya tahan atau masa pakai barang. 6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang. 7. Aesthetics, yaitu karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika. 8. Fit and finish, yaitu sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas. Berbagai hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived quality, antara lain Aaker, 1997: 1. Komitmen terhadap kualitas Perusahaan harus memiliki komitmen yang tinggi untuk memproduksi barang dan jasa dengan kualitas terbaik serta senantiasa memeliharanya secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi. 2. Budaya kualitas Komitmen kualitas harus tercermin dalam budaya perusahaan, norma perilaku, dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya, maka kualitas yang harus dimenangkan. 3. Informasi masukan dari pelanggan Dalam membangun perceived quality, pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali pimpinan perusahaan keliru dalam memperkirakan hal yang dianggap penting oleh pelanggan. 4. Sasaranstandar yang jelas Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum, sebab sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas, maka sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri. 5. Kembangkan karyawan yang inisiatif Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi perusahaan dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan. Menurut Rangkuti 2002, terdapat 4 nilai yang dihasilkan dari perceived quality, yakni: 7 1. Alasan untuk membeli Persepsi mutu sebuah merek memberi alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih. Selain itu keterbatasan uang dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh perceived quality yang ada di benak konsumen. 2. Diferensiasi atau posisi dan harga premium Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam dimensi perceived quality, apakah merek tersebut merupakan yang terbaik? Atau sama baiknya dengan merek lain? Apakah merek tersebut ekonomis? Selain itu dengan perceived quality yang terbangun di benak konsumen, maka produsen dapat menentukan harga premium yang dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas. 3. Perluasan saluran distribusi Dengan tingginya nilai perceived quality yang dimiliki oleh suatu merek produk, maka para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalurnya. Dengan begitu jalur distribusi akan semakin luas dan kuat. Dengan citra menyalurkan produk berkualitas, distributor dapat menawarkan harga yang menarik dan dapat menguasai niaga distribusi. 4. Perluasan merek Suatu merek produk dengan perceived quality yang kuat dapat dieksploitasi ke arah perluasan merek. Produk dengan perceived quality yang kuat akan mempunyai kemungkinan sukses lebih besar dibanding dengan yang lemah, sehingga perluasan dari merek dengan perceived quality yang kuat memungkinkan perolehan pangsa pasar yang lebih besar pula.  Brand association Asosiasi Merek Menurut Aaker 1997, brand association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Sedangkan menurut Durianto et al. 2004, brand association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait pada suatu merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam menggunakan suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. Secara sederhana, definisi brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Menurut Aaker dalam Durianto et al. 2004, fungsi dari brand association adalah: 1. Membantu proses penyusunan informasi. 2. Memberikan landasan penting bagi upaya pembedaan suatu merek dengan merek lainnya. 3. Membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. 4. Menciptakan sikap atau perasaan positif atas dasar pengalaman mereka serta perubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang berbeda. 8 5. Menjadi dasar bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian sense of fit antara merek dengan sebuah produk baru. Menurut Durianto et al. 2004, terdapat beberapa acuan dalam penentuan brand association, yakni: 1. Atribut produk Mengasosiasikan atribut atau karakteristik produk merupakan strategi positioning yang sering digunakan. Mengembangkan asosiasi akan bermanfaat dan efektif apabila atribut tersebut bermakna, atau dengan kata lain asosiasi dapat secara langsung menerjemahkan alasan apa yang membuat konsumen membeli produk tersebut. 2. Atribut tidak berwujud Faktor yang tidak berwujud merupakan hal yang umum, seperti kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang menyimpulkan serangkaian atribut yang obyektif. 3. Manfaat bagi pelanggan Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi menjadi 2, yaitu rational benefits dan psychological benefits. Manfaat rasional berkaitan dengan atribut produk yang dapat menjadi bagian dalam pengambilan keputusan yang rasional. Sedangkan manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukkan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. 4. Harga relatif Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat dari harga. 5. Penggunaan Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. 6. Penggunapelanggan Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari merek tersebut. 7. Orang terkenalkhalayak Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi yang kuat yang dimiliki orang terkenal ke merek tersebut. 8. Gaya hidupkepribadian Asosiasi sebuah merek dengan gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. 9. Kelas produk Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. 10. Para pesaing Mengetahui pesaing dan berusaha atau bahkan mengungguli pesaing. 11. Negarawilayah geografis Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. 9  Brand Loyalty Loyalitas Merek Menurut Rangkuti 2002, kesetiaan merek adalah ukuran dari kesetiaan pelanggan kepada suatu merek. Loyalitas merek merupakan gagasan sentral dalam pemasaran, karena merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan dengan sebuah merek. Apabila loyalitas pelanggan meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan pesaing dapat dikurangi. Menurut Aaker 1997, kesetiaan merek terdiri dari 5 tingkatan, yakni: 1. Berpindah-pindah switcher Pelanggan yang berada pada posisi ini dapat dikatan sebagai pelanggan yang berada pada tingkatan kesetiaan merek yang paling dasar. Semakin sering pelanggan menindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek lainnya, mengindikasikan bahwa pelanggan tersebut tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri pelanggan yang berada pada tingkatan ini adalah pelanggan yang membeli suatu produk karena harganya yang murah. 2. Pembeli yang bersifat kebiasaan habitual buyer Pembeli yang berada pada tingkatan kesetiaan ini dikatakan sebagai pembeli yang melakukan pembelian terhadap merek tertentu sebagai suatu kebiasaan. 3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan satisfied buyer Pembeli yang masuk ke dalam kategori ini adalah pembeli yang puas bila dapat mengonsumsi merek tersebut, meski demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost biaya peralihan merek yang terkait dengan waktu, uang, tenaga, atau risiko kerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. 4. Menyukai merek liking the brand Pembeli yang masuk ke dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek tersebut. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi ataupun oleh kerabatnya atau mungkin juga karena perceived quality yang tinggi. 5. Pembeli yang komit committed buyer Pembeli yang berada pada tingkatan ini merupakan pembeli yang setia, yaitu pembeli yang memiliki kebanggaan dengan menggunakan suatu merek tertentu. Merek tersebut menjadi sangat penting, dipandang dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya pembeli. Pada tingkatan ini salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan dengan tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Brand loyalty dapat menjadi suatu aset yang strategis bagi perusahaan apabila dikelola dengan baik. Potensi-potensi tersebut menurut Durianto et al. 2004 antara lain adalah: 1. Mengurangi biaya pemasaran Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan bila dibandingkan dengan biaya menarik pelanggan yang baru. Sehingga, brand loyalty yang meningkat akan berbanding terbalik dengan biaya pemasaran yang perlu dikeluarkan. 2. Meningkatkan perdagangan 10 Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara perdagangan. 3. Menarik minat pelanggan baru Banyaknya pelanggan yang merasa puas dan setia terhadap suatu merek merupakan daya tarik tertentu bagi calon pelanggan baru untuk mengonsumsi merek produk tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung risiko tinggi. 4. Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing Brand loyalty akan memberi waktu bagi sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbarui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisirkannya.

2.2 Merek