16
b Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau
melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana
c Sering menggunakan bahasa yang bersifat idiosinktratik aneh,
atau stereotip meniru-niru dan repetitive berulang-ulang. d
Kurang mampu bermain imajinatif atau permainan imitasi social lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.
3 Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif dan stereotip seperti yang
ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini : a
Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam
intensitas maupun fokus. b
Terpaku pada satu kegiatan ritualistik atau ritual specifik kebiasaan tertentu yang non fungsional tidak berhubungan
dengan fungsi. c
Gerakan-gerakan fisik aneh dan berulang-ulang seperti menggerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
d Keasyikan terus menerus terhadap bagian-bagian benda.
Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi abnormal paling sedikit pada
salah satu bidang 1 interaksi sosial, 2 kemampuan bahasa dan komunikasi 3 cara bermain simbolik dan imajinatif.
Sebaiknya tidak disebut dengan istilah Gangguan Rett, Gangguan Integratif, kanak-kanak, atau Sindrome Asperger Anak autis merupakan anak
yang mempunyai masalah dalam komukikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Anak autis juga memilki pola bermain, emosi dan aktivitas imajinasi yang
berbeda dengan anak normal seusianya. Mereka menunjukkan karakter unik yang berbeda dengan anak lainnya.
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk
perkembang secara optimal.
17
4. Prinsip Pembelajaran Pada Siswa Autistik
Karakteristik siswa autis yang memiliki gangguan pada komunikasi, perilaku, dan interaksi sosial dapat mengganggu terlaksananya pembelajaran.
Yosfan Afandi 2007, 156-157 menjelaskan ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan emosi, konsentrasi, dan perilaku
pada siswa autis. Cara untuk mengatasi masalah emosi ialah berusaha mencari dan menemukan penyebabnya, berusaha menenangkan siswa dengan
tetap bersikap tenang lalu setelah kondisi membaik kegiatan belajar dapat dilanjutkan. Disebabkan rentang waktu perhatian siswa autis cenderung
singkat, maka guru dapat mensiasati dengan membuat kegiatan belajar menarik bagi siswa, adanya istirahat sejenak untuk menghindari kejenuhan
siswa, dan waktu belajar bagi siswa ditingkatkan secara bertahap. Mengatasi masalah perilaku dapat dilakukan dengan memberikan reinforcement
penguatan perilaku, tidak memberikan waktu luang bagi siswa untuk asyik dengan diri sendiri, membuat kegiatan yang menarik dan posistif, serta
menciptakan situasi belajar yang tidak memicu munculnya perilaku tidak sesuai siswa autis.
Pembelajaran bagi siswa autis dilaksanakan dengan memegang prinsip khusus diantaranya terstruktur, terpola, terprogram, konsisten, dan kontinyu.
Yosfan Afandi 2007: 160-162 menjelaskan prinsip pembelajaran siswa autis sebagai berikut:
a. Terstruktur artinya materi pembelajaran diberikan dari yang paling mudah
bagi siswa.
18
b. Terpola berarti kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan jadwal yang
terjadwal dan bersifat rutin. c.
Prinsip terprogram artinya pembelajaran disusun dengan jelas target apa yang akan dicapai agar mudah dievaluasi. Dalam membuat program
pembelajaran materi disusun secara bertahap berdasarkan kemampuan siswa sehingga target program pertama menjadi dasar program
selanjutnya. d.
Konsisten berarti tetap. Tetap bagi guru saat bersikap, merespon, dan memperlakukan anak sesuai karakter siswa autis. Konsisten bagi siswa
yaitu mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai stimulan yang muncul pada ruang dan waktu yang berbeda. Konsisten bagi orang tua
siswa ialah bersikap pada siswa sesuai dengan program pembelajaran yang telah ditentukan bersama sebagai wujud generalisasi pembelajaran di
rumah dan di sekolah. e.
Kontinyu maksudnya kesinambungan antar prinsip dasar pengajaran, program pendidikan, dan pelaksanaan. Kontinyuitas tidak hanya dalam
pembelajaran di sekolah, namun juga perlu ditindaklanjuti di rumah dan dilingkungan sekitar siswa.
Selain prinsip pembelajaran di atas terdapat beberapa pertimbangan untuk menyusun pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus, termasuk
autis yang disebut dengan desain pembelajaran. Ontario Ministry of Education 2007: 33-36 menjelaskan bahwa terdapat desain pembelajaran
universal Universal Design for LearningUDL yang terdiri atas:
19
a. Universality and equity keuniversalan dan kewajaran. Siswa autis
memiliki level kognitif, kemampuan komunikasi, keterampilan sosial, dan karakteristik perilaku yang bervariasi. Oleh karena itu guru harus
mengumpulkan informasi
untuk mengetahui
kekuatankelebihan, kebutuhan, dan minat siswa guna mengidentifikasi kurikulum yang cocok,
akomodasi yang dibutuhkan, dan pendekatan instruksional yang efektif. b.
Flexibility and inclusion. Banyak siswa autis memiliki kesulitan memproses informasi dan tidak mampu segera merespon dan atas
permintaan untuk tugas-tugas yang diharapkan. Siswa membutuhkan kelenturan mengenai waktu dan metode yang digunakan untuk
mendemonstrasikan pengetahuan
dan keterampilan.
Guru perlu
mempertimbangkan alternatif yang bervariasi seperti waktu yang diperpanjang dan kegiatan tambahan yang direncanakan untuk memastikan
pengalaman belajar yang tepat sudah diberikan bagi seluruh siswa autis. c.
An appropriately designed space. Sebuah rancangan ruang belajar yang cocok bagi siswa autis dapat membantu mewujudkan pembelajaran yang
efektif. Hal ini disebabkan siswa autis memiliki hipersensitif pada rangsangan sensori dapat berupa visual, suara, sentuhan, ataupun
penciuman yang dapat mengganggu proses pembelajaran. Respon siswa terhadap rangsangan tersebut dapat berupa penolakan belajar. Maka dari
itu, guru mesti mempertimbangkan juga pada ukuran, ruang, dan rancangan fisik dan elemen visual dalam lingkungan belajar.
20
d. Simplicity. Guru sebaiknya memastikan bahwa informasi yang diberikan
dalam situasi pembelajaran disajikan dengan jelas dan mudah dipahami oleh semua siswa. Hambatan komunikasi pada siswa autis seringkali
membuat siswa autis sulit memproses informasi verbal seperti yang kompleks, abstrak, istilah popular, bahasa sehari-hari, dan salah
menafsirkan metafora. Metode yang efektif untuk menyederhanakan informasi dan memudahkan siswa memahami meliputi penggunaan bahasa
yang jelas dan singkat, memecah instruksi dan tugas-tugas menjadi langkah-langkah yang lebih kecil, dan menggunakan bantuan visual
tertulis atau jadwal tergambar. e.
Safety. “Teachers need to consider possible safety hazards and elements with the
potential to cause accidents in the classroom. Staff should be aware of and able to act on any safety assessments, safety plans, or safety protocols that
may apply to specific students in the classroom.
” Ditinjau dari penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa guru perlu
mempertimbangkan kemungkinan adanya bahaya dan elemen berpotensi menyebabkan kecelakaan di dalam kelas. Guru dan staf lainnya yang
berada di dalam kelas harus menyadari dan mampu bertindak pada penilaian keamanan apapun, rencana keselamatan, atau protokol keamanan
yang berlaku untuk siswa tertentu di dalam kelas. Terdapat cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi gangguan
belajar pada siswa autis, diantaranya dengan mencari dan menemukan penyebabnya, mengondisikan siswa dengan tenang agar mengikuti
pembelajaran, membuat kegiatan belajar menarik bagi siswa, adanya istirahat
21
sejenak untuk menghindari kejenuhan siswa, waktu belajar bagi siswa ditingkatkan secara bertahap, memberikan reinforcement penguatan
perilaku, tidak memberikan waktu luang bagi siswa untuk asyik dengan diri sendiri, membuat kegiatan yang menarik dan posistif, serta menciptakan
situasi belajar yang tidak memicu munculnya perilaku tidak sesuai siswa autis.
Berdasarkan paparan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bagi siswa autis dilaksanakan dengan prinsip terstruktur,
terpola, terprogram,
konsisten, dan
kontinyu. Terdapat
beberapa pertimbangan untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa autis
diantaranya universality and equity, flexibility and inclusion, An appropriately designed space, simplicity, dan safety.
B. Kajian Tentang Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit,
belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya
Sardiman, 2011: 22. Banyak ahli mengemukakan mengenai belajar. Pandangan beberapa ahli
tentang belajar dalam Syaiful Bahri Djamarah 2002: 12-13, yakni sebagai berikut: