PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN.

(1)

i

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh : Ulfah Khumayasari

NIM 13108241151

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN

Oleh:

Ulfah Khumayasari NIM 13108241151

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasamasiswa kelas IV SD N Progowati, 2) mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn, dan 3) mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain eksperimen semu. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Nonequivalent Pretest Posttest Control Group Design. Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas IVA (kelas eksperimen) dan kelas IVB (kelas kontrol). Jumlah sampel sebanyak 41 siswa diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes, kuesioner dan observasi. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney, uji t dan uji Multivariate Analysis of Variance (MANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest siswa kelompok eksperimen adalah 82,75, sedangkan nilai rata-rata posttest kelas kontrol adalah 69,76 dan nilai gain kelas eksperimen sebesar 0,621 sedangkan nilai gain kelas kontrol sebesar 0,52. Nilai rata-rata kuesioner akhir kelas eksperimen sebesar 99,6, sedangkan nilai rata-rata kuesioner akhir kelas kontrol sebesar 77,38 dan nilai gain kelas eksperimen sebesar 0,517 sedangkan nilai gain kelas kontrol sebesar 0,017. Berdasarkan presentase skala likert 1-4, kemampuan kerjasama siswa kelas eksperimen masuk dalam kategori sangat baik, sedangkan untuk kelas kontrol masuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis MANOVA, didapatkan nilai signifikansi 0,006 < 0,05 untuk variabel prestasi belajar dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 untuk variabel kemampuan kerjasama.


(3)

iii

THE EFFECTS OF COOPERATIVE LEARNING JIGSAW TYPE TOWARD COOPERATION ABILITY AND LEARNING ACHIEVEMENT

OF FOUR GRADE STUDENT AT SD N PROGOWATI ON PKN SUBJECTS

By:

Ulfah Khumayasari NIM 13108241151

ABSTRACT

This researchs aim to:1) determing the effect of cooperative teaching models type Jigsaw on the ability of cooperation of 4th grade students on SD N Progowati on Pendidikan Kewarganegaraan subjects, 2) determining the effect of cooperative teaching models type Jigsaw on learning achievement of 4th grade students on SD N Progowati on Pendidikan Kewarganegaraan subjects, and 3) determining the effect of cooperative teaching models type Jigsaw on the ability of cooperation and learning achievement of 4th grade students on SD N Progowati on Pendidikan Kewarganegaraan subjects,

This kind of the research was experimental research with quasi experiment design used Nonequivalent Pretest Posttest Control Group Design. The subjects of this research were 4th grade students class A as experimental class and 4th grade students class B as control class. The samples of this research were 41 student that taken usingpurposive sampling technique. Data were collected by test, questionnaires and observations. Data were analyzed with Mann-Whitney test and t test.

The result of this research shows that the mean score of posttest of experimental class was 82,75, while the mean of posttest of control class was 69,76 and experimental class gain value was 0,621 while the control class gain value was 0,52.The average value of the final questionnaireexperimental class was 99.6, while the mean score of thefinal questionnaire control class was 77.38 and the gain value of experimental class was 0.517 while the control class was 0.017. Based on the percentage of Likert scale 1-4, the ability to cooperate of experimental class students in criteriais categoried very good, while the control class is categorized good. Based on the results of MANOVA analysis, obtained a significance value 0.006 < 0,05 for learning achievement variable and significance values 0.000 < 0,05 for the ability of cooperation variabel.


(4)

iv


(5)

(6)

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendukung dan mendoakanku. 2. Teman- temanku yang selalu memberikan semangat.


(8)

viii MOTTO

“Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia menyelesaikannya dengan baik” ( HR. Thabrani )

“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” (Terjemahan Qur’an Surat Al- insyirah: 6)

“Setiap orang memiliki waktu masing-masing yang tidak bisa dipercepat maupun diperlambat. Kesabaran dan ketekunan adalah teman terbaik untuk menunggu waktu itu” (Penulis)


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidaayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “PENGARUH MODEL

PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP

KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN” ini dengan lancar. Tugas akhir skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih. Pernyataan terima kasih yang sedalam- dalamnya dan penghargaan yang setinggi- tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Wuri Wuryandani, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkaan waktu, tenaga, dan pikiran guna memberi motivasi, saran, dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan lancar.

2. Bapak Drs. Suparlan, M. Pd. I. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan rekomendasi dalam penyusunan tugas akhir skripsi.

3. Bapak Dr. Haryanto, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan atas izin yang telah diberikan untuk penyusunan tugas akhir skripsi ini. 4. Ibu Murni Budiyati, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD N 1 Progowati yang telah memberi izin untuk melakukan observasi dan wawancara di sekolah tersebut.


(10)

x

5. Ibu Murniyati, S.Pd. selaku Guru Kelas IV A atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian untuk melengkapi data pada tugas akhir skripsi ini.

6. Bapak Saryono, S.Pd. selaku Guru Kelas IV B atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian untuk melengkapi data pada tugas akhir skripsi ini

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

8. Pipit Cony Saputri, Adi Teguh Yuana, Nikita Mulyawati dan Willi Septianto yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

9. Teman-teman PGSD 2013 kelas B yang telah memberi dukungan dalam proses penyelesaian skripsi.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusun skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapat balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi yang bermanfaat bagi pembaca atau pihak yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 2 Juni 2017 Penulis


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR DIAGRAM ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Penegasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar ... 10

1. Belajar ... 10

2. Prestasi Belajar ... 11

3. Prestasi Belajar PKn ... 16

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 17

B. Kemampuan Kerjasama ... 18


(12)

xii

2. Syarat-syarat terjadinya Kerjasama ... 21

3. Indikator Kerjasama ... 24

C. Model Pembelajaran Cooperative ... 27

1. Model Pembelajaran ... 27

2. Model Pembelajaran Cooperative ... 29

3. Jigsaw ... 35

a. Pengertian Jigsaw ... 35

b. Langkah-langkah Jigsaw ... 37

c. Kelebihan dan Kekurangan Jigsaw ... 40

D. Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 42

1. Pengertian Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 42

2. Langkah-langkah Pembelajaran Ekspositori ... 43

3. Kelebihan dan Kelemahan Strategi Ekspositori ... 45

E. Pendidikan Kewarganegaraan ... 46

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 46

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 47

F. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 48

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 51

H. Kerangka Berpikir ... 52

I. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Variabel Penelitian ... 58

C. Populasi dan Sampel ... 58

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

E. Teknik Pengumpulan Data ... 60

F. Prosedur Penelitian ... 61

G. Instrumen Penelitian ... 64

H. Pengujian Instrumen ... 72

1. Uji Validitas ... 72


(13)

xiii

3. Uji Taraf Kesukaran ... 74

4. Uji Daya Beda ... 75

I. Teknik Analisis Data ... 76

1. Analisis Data Hasil Tes Prestasi ... 76

2. Analisis Data Hasil Kuesioner dan Observasi ... 84

3. Pengujian Hipotesis ... 84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 89

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 89

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 91

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 97

1. Analisis Data Hasil Pretest ... 97

2. Analisis Data Hasil Posttest ... 101

3. Analisis Uji Gain Data Pretest dan Posttest ... 106

4. Analisis Data Kuesioner Awal ... 107

5. Analisis Data Kuesioner Akhir ... 113

6. Analisis Uji Gain Hasil Kuesioner ... 118

7. Analisis Gain Indikator Kemampuan Kerjasama ... 119

8. Analisis Hasil Observasi Kerjasama ... 122

C. Pengujian Hipotesis ... 124

1. Pengujian Hipotesis Kemampuan Kerjasama ... 124

2. Pengujian Hipotesis Prestasi Belajar ... 125

3. Pengujian Hipotesis Kemampuan Kerjasama dan Prestasi Belajar ... 126

D. Pembahasan ... 129

1. Pengaruh Jigsaw terhadap Kemampuan Kerjasama ... 129

2. Pengaruh Jigsaw terhadap Prestasi Belajar ... 131

3. Pengaruh Jigsaw terhadap Kemampuan Kerjasama dan Prestasi Belajar ... 133


(14)

xiv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 135 B. Saran ... 136


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Sintak Pembelajaran Cooperative ... 32

Tabel 2 Diagram Nonequevalent Pretest Posttest Control Group Design ... 57

Tabel 3 Jadwal Penelitian ... 60

Tabel 4 Kisi-kisi Soal Pretest ... 64

Tabel 5 Kisi-kisi Soal Posttest ... 66

Tabel 6 Kisi-kisi Lembar Observasi Kerjasama ... 68

Tabel 7 Kisi-kisi Lembar Kuesioner Kerjasama ... 69

Tabel 8 Skor Kuesioner ... 70

Tabel 9 Kisi-kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Jigsaw ... 71

Tabel 10 Hasil Analisis Reliabilitas ... 74

Tabel 11 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 75

Tabel 12 Klasifikasi Daya Beda ... 76

Tabel 13 Tingkatan Nilai Gain ... 83

Tabel 14 Kriteria Skala Likert ... 84

Tabel 15 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol ... 93

Tabel 16 Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ... 93

Tabel 17 Distribusi Frekuensi Kuesioner Awal Kelas Kontrol ... 94

Tabel 18 Distribusi Frekuensi Kuesioner Akhir Kelas Kontrol ... 94

Tabel 19 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen ... 95

Tabel 20 Distribusi Frekuensi Postest Kelas Eksperimen ... 96

Tabel 21 Distribusi Frekuensi Kuesiner Awal Kelas Eksperimen ... 96

Tabel 22 Distribusi Frekuensi Kuesiner Akhir Kelas Eksperimen .... 97

Tabel 23 Nilai Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 97

Tabel 24 Nilai Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 98

Tabel 25 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 98

Tabel 26 Hasil Uji Normalitas Data Pretest ... 99

Tabel 27 Hasil Uji Beda Pretest ... 101


(16)

xvi

Tabel 29 Nilai Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 102

Tabel 30 Deskripsi Data Posttest Kelas Ekesperimen dan Kontrol . 103 Tabel 31 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ... 104

Tabel 32 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ... 105

Tabel 33 Hasil Uji Beda Data Posttest ... 106

Tabel 34 Hasil Analisis Gain ... 107

Tabel 35 Hasil Kuesioner Kelas Kontrol ... 108

Tabel 36 Hasil Kuesioner Kelas Eksperimen ... 109

Tabel 37 Deskripsi Data Hasil Kuesioner Awal ... 110

Tabel 38 Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Awal ... 111

Tabel 39 Hasil Uji Beda Data Kuesioner Awal ... 112

Tabel 40 Hasil Kuesioner Akhir Kelas Kontrol ... 113

Tabel 41 Hasil Kuesioner Akhir Kelas Eksperimen ... 114

Tabel 42 Deskripsi Data Hasil Kuesioner Akhir ... 115

Tabel 43 Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Akhir ... 116

Tabel 44 Hasil Uji Homogenitas data Hasil Kuesioner Akhir ... 117

Tabel 45 Hasil Uji Beda Data Hasil Kuesioner ... 117

Tabel 46 Hasil Analisis Gain ... 118

Tabel 47 Hasil Analisis Gain Indikator Kuesioner Kerjasama ... 120

Tabel 48 Kriteria Skala Likert ... 121

Tabel 49 Hasil Kuesioner Kerjasama Berdasarkan Kriteria Skala Likert ... 121

Tabel 50 Perolehan Skor Observasi Kerjasama ... 123

Tabel 51 Hasil Uji Box’s Tests of Equality of Variance Matrices ... 127

Tabel 52 Hasil Uji Multivariate Tests ... 128


(17)

xvii

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 1 Alur Kerangka Pikir ... 54


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Soal Pretest ... 140

Lampiran 2 Soal Posttest ... 144

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Kerjasama ... 148

Lampiran 4 Lembar Observasi Kerjasama Siswa ... 151

Lampiran 5 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw ... 155

Lampiran 6 Hasil Uji Coba Pretest ... 157

Lampiran 7 Hasil Uji Coba Posttest ... 162

Lampiran 8 Hasil Uji Coba Kuesioner ... 167

Lampiran 9 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 169

Lampiran 10 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 189

Lampiran 11 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 209

Lampiran 12 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 224

Lampiran 13 Data Nilai Hasil Pretest dan Posttets Kelas Eksperimen ... 240

Lampiran 14 Data Nilai Hasil Pretest dan Posttets Kelas Kontrol ... 241

Lampiran 15 Data Hasil Kuesioner Kelas Eksperimen ... 242

Lampiran 16 Data Hasil Kuesioner Kelas Kontrol ... 243

Lampiran 17 Data Hasil Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen ... 244

Lampiran 18 Data Hasil Observasi Kerjasama Kelas Kontrol ... 245

Lampiran 19 Hasil Uji Normalitas Data Pretest ... 246

Lampiran 20 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretest ... 247

Lampiran 21 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ... 248

Lampiran 22 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ... 249

Lampiran 23 Hasil Uji t Data Posttest ... 250


(19)

xix

Lampiran 25 Hasil Uji Mann-Whitney Data Kuesioner Awal ... 252

Lampiran 26 Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Akhir ... 253

Lampiran 27 Hasil Uji Homogenitas Data Kuesioner Akhir ... 254

Lampiran 28 Hasil Uji t Data Kuesioner Akhir ... 255

Lampiran 29 Hasil Pekerjaan Pretest Siswa Kelas Eksperimen ... 256

Lampiran 30 Hasil Pekerjaan Pretest Siswa Kelas Kontrol ... 258

Lampiran 31 Hasil Pekerjaan Posttest Siswa Kelas Eksperimen ... 260

Lampiran 32 Hasil Pekerjaan Pretest Siswa Kelas Eksperimen ... 262

Lampiran 33 Hasil Pekerjaan Kuesioner Awal Siswa Kelas Eksperimen ... 264

Lampiran 34 Hasil Pekerjaan Kuesioner Awal Siswa Kelas Kontrol ... 266

Lampiran 35 Hasil Pekerjaan Kuesioner Akhir Siswa Kelas Eksperimen ... 268

Lampiran 36 Hasil Pekerjaan Kuesioner Akhir Siswa Kelas Kontrol... 270

Lampiran 37 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen Observer 1 ... 272

Lampiran 38 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen Observer 2 ... 276

Lampiran 39 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Kontrol Observer 1 ... 280

Lampiran 40 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen Observer 2 ... 284

Lampiran 41 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw Observer 1 ... 288

Lampiran 42 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw Observer 2 ... 292

Lampiran 43 Surat Izin Penelitian ... 296

Lampiran 44 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 299


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran ini akan membantu peserta didik dalam memahami dirinya sebagai warga negara yang mampu berperilaku sesuai dengan kewajibannya sebagai warga negara yang baik.

Tujuan dari mata pelajaran PKn yang tercantum dalam KTSP (Depdiknas, 2006) adalah agar peserta didik mampu : 1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, 2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, 3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, 4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan pembelajaran merupakan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan


(21)

2

sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2010:17). Lebih lanjut, Uno (2006: 2) menjelaskan bahwa pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (sebagai) upaya untuk membelajarkan siswa. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang direncanakan guru untuk membantu siswa dalam mengalami proses belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran sudah tercapai. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, seorang guru membutuhkan suatu strategi pembelajaran yang tepat menggunakan berbagai model dan metode pembelajaran. Sujarwo (2011: 100) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan sejumlah komponen pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat lain menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan (Suyono dan Hariyanto, 2011: 19).

Proses pencapaian tujuan melalui kegiatan pembelajaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa komponen. Sujarwo (2011: 5) menjelaskan bahwa komponen tersebut secara sistematik terdiri atas : 1) tujuan pembelajaran, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) perencanaan pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, 5) strategi pembelajaran, 6) media pembelajaran dan 7) evaluasi pembelajaran. Masing-masing komponen tersebut memiliki peran dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran.


(22)

3

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Apabila peserta didik mampu memahami apa yang disampaikan oleh guru selama mengikuti kegiatan pembelajaran, tentu mereka akan berhasil dalam proses belajar mereka. Oleh karena itu, peran guru dalam memfasilitasi peserta didik agar dapat memahami materi yang disampaikan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SD N Progowati, diperoleh informasi bahwa metode pembelajaran yang diterapkan guru di SD N Progowati masih konvensional. Guru belum menerapkan model-model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa. Selain itu, sebagian besar guru belum memanfaatkan berbagai media dan fasilitas sekolah dalam proses pembelajaran.

Dari hasil wawancara dengan wali kelas IV SD N Progowati, diperoleh informasi bahwa guru belum pernah menggunakan model-model pembelajaran inovatif dalam kegiatan pembelajaran. Ketika mengajar guru menggunakan beberapa metode pembelajaran dan memvariasikannya. Metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran antara lain ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Media yang sering digunakan adalah media gambar. Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa guru belum merancang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Berdasarkan hasil observasi di kelas IV SD N Progowati, ditemukan beberapa masalah yang terkait dengan sikap dan perilaku siswa selama mengikuti


(23)

4

pembelajaran. Saat guru menggunakan metode ceramah, banyak siswa yang kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Kemudian, saat guru membuat kelompok dan meminta siswa untuk berdiskusi, hanya beberapa siswa yang berpartisipasi dalam diskusi kelompok, sedangkan siswa lain ada yang bermain dengan temannya dan ada juga yang berkelahi. Bahkan ada juga siswa yang tidak mau berkelompok dengan salah satu siswa. Ketika guru meminta siswa untuk menyampaikan pendapat, hanya ada beberapa siswa yang mendominasi untuk menyampaikan pendapat. Jika situasi seperti ini terus dibiarkan maka akan timbul kesenjangan antar siswa yang akan berdampak pada tingkat pemahaman siswa dalam belajar. Dari hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa siswa belum memiliki sikap kerjasama yang baik di kelas tersebut. Hal tersebut menggambarkan bahwa kemampuan kerjasama siswa di kelas tersebut belum dikembangkan dengan baik.

Selain sikap kerjasama siswa yang masih rendah, ada permasalahan lain yang ditemukan di kelas tersebut. Berdasarkan hasil rapor siswa kelas IV di SD N Progowati pada mata pelajaran PKn ditemukan informasi bahwa 50 % dari 22 siswa belum mencapai KKM, 30% dari 22 siswa berada pada batas KKM dan 20 % dari 22 siswa telah melebihi batas KKM. Hal tersebut berdampak pada prestasi belajar mereka yang masih tergolong rendah. Rendahnya prestasi belajar tersebut diduga salah satunya karena adanya kesenjangan yang terjadi di kelas tersebut dan siswa yang memiliki kemampuan lebih belum bisa menerapkan sikap kerjasama yang baik di dalam kelas..


(24)

5

Sikap kerjasama yang baik dapat dilatih dan dikembangkan oleh guru melalui kegiatan pembelajaran. Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk lebih banyak berinteraksi dan menyelesaikan tugas bersama dengan teman-temannya dalam sebuah kelompok. Kegiatan tersebut dapat dirancang dengan menggunakan berbagai model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa di dalam kelompok adalah model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, saling membantu dalam mempelajari materi (Slavin, 2009: 9). Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Suprijono (2011: 61) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Berdasarkan hasil penelitian Fajar Ayu Ningsih (2013) diperoleh fakta bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS. Selain itu, penelitian Sarvia Trisnawati (2014) juga menunjukkan fakta bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini akan diujicobakan pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati.


(25)

6

Dari latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw terhadap Kemampuan Kerjasama dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD N Progowati pada Mata Pelajaran PKn”.

B.Identifikasi Masalah

Proses pembelajaran di kelas IV pada mata pelajaran PKn masih dilakukan dengan menggunakan metode konvensional. Selain itu, guru telah menggunakan media gambar dan sumber belajar yang dimiliki siswa. Namun, masih ditemukan beberapa masalah. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn masih rendah.

2. Guru belum pernah menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif. 3. Siswa belum bisa bekerjasama dengan baik.

4. Kegiatan pembelajaran yang dirancang guru belum bisa melatih dan mengembangkan kemampuan kerjasama siswa.

C.Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya masalah dan terbatasnya kemampuan peneliti, maka permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada rendahnya kemampuan kerjasama siswa, rendahnya prestasi belajar siswa kelas IV di SD N Progowati siswa pada mata pelajaran PKn dan guru belum pernah menerapkan model pembelajaran yang inovatif.


(26)

7 D.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn?.

2. Bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn?.

3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn ?.

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasamasiswa kelas IV SD N Progowati.

2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn.

3. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn.


(27)

8 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis :

Menambah khasanah keilmuan atau wawasan tentang metode pembelajaran yang tepat dan efektif bagi siswa dan sebagai referensi atau bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis : a. Bagi siswa :

Menambah pengalaman belajar siswa dan melatih kemampuan siswa dalam bekerjasama.

b. Bagi guru :

Memberikan inspirasi bagi guru untuk mengembangkan dan mengaplikasikan berbagai model dan metode pembelajaran yang lebih kreatif, inovatif, variatif dan menarik.

c. Bagi sekolah :

Sebagai masukan bagi pengembang sekolah untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.

G.Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap istilah dalam skripsi ini, maka perlu dikemukakan definisi istilah. Batasan pengertian dari judul penelitian ini adalah :


(28)

9

1. Prestasi belajar adalah keberhasilan yang dicapai siswa dari segi penguasaan, pengetahuan, dan keterampilan dengan melihat nilai test yang diperoleh berupa angka dari 10-100 pada mata pelajaran PKn materi Globalisasi.

2. Kemampuan kerjasama adalah kemampuan siswa dalam bekerja bersama temannya dalam sebuah kelompok. Kemampuan kerjasama dilihat dari delapan indikator yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.

3. Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw adalah salah satu tipe model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil (kelompok asal), kemudian masing-masing siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari suatu materi di kelompok ahli. Setelah pembahasan di kelompok ahli, siswa kembali ke kelompok asal dan menyampaikan apa yang telah dipelajari di masing-masing kelompok ahli.


(29)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Prestasi Belajar 1. Belajar

Setiap manusia di dunia ini pasti mengalami proses belajar dalam kehidupannya melalui pengalaman hidup sehari–hari. Dalam proses belajar tersebut manusia akan menemukan hal–hal baru yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Hasil dari proses belajar tersebut akan membantu manusia dalam menjalani kehidupannya dan akan berdampak pula bagi perubahan yang terjadi dalam dirinya.

Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan secara sengaja untuk mengembangkan kemampuan individu secara optimal (Sujarwo, 2011: 1). Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Sardiman (2012: 20) yang menyatakan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya, sedangkan dalam arti sempit belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.

Pendapat lain tentang belajar disampaikan oleh Suyono dan Hariyanto (2011: 9) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Lebih lanjut, Sugihartono, dkk (2013: 74) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah


(30)

11

laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dari definisi di atas, belajar dalam penelitian ini dimaknai sebagai sebuah proses yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan individu, meningkatkan keterampilan dan memperbaiki tingkah laku melalui pengalaman langsung dengan lingkungan dengan tujuan untuk menjadi pribadi seutuhnya.

2. Prestasi Belajar

Proses belajar berlangsung sepanjang hayat dan dapat terjadi dimana saja. Setiap proses yang kita lakukan akan menghasilkan sesuatu sebagai hasil dari proses itu, begitu pula proses belajar. Proses belajar yang kita lakukan akan memberikan perubahan dalam kehidupan kita baik dari segi pengetahuan maupun tingkah laku.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, siswa belajar tentang banyak hal. Siswa akan memperoleh berbagai pengetahuan yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Hasil dari proses belajar yang dialami siswa tersebut dapat dilihat dari hasil belajar mereka. Suprijono (2011 : 7) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Dari teori tersebut, dapat diketahui bahwa hasil belajar mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa.

Dari segi pemerolehan pengetahuan, keberhasilan proses belajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Siswa yang dapat memahami materi dan


(31)

12

memperoleh pengetahuan dengan baik akan mempunyai prestasi belajar yang baik, begitupun sebaliknya. Prestasi belajar sebagai hasil dari proses belajar lebih mengacu pada aspek kognitif siswa. Oleh karena itu, prestasi belajar dapat menggambarkan seberapa banyak pengetahuan yang telah siswa peroleh selama proses belajar mereka.

Syah (2003: 213) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil belajar yang meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Pendapat lain menyatakan bahwa prestasi adalah hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu sehingga untuk mengetahui tingkat prestasi belajar perlu dilakukan evaluasi belajar (Sudjana, 2009: 3).

Prestasi belajar siswa dapat dilihat setelah guru melakukan evaluasi atau penilaian dalam pembelajaran. Penilaian atau evaluasi tersebut dapat dilakukan setelah guru melakukan kegiatan pembelajaran. Hal –hal yang dinilai dalam penilaian atau evaluasi tersebut disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan dasar untuk mengukur keberhasilan pembelajaran dan juga menjadi landasan untuk menentukan materi, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran (Rusman, 2011: 171).

Bloom dan Krathwohl menyatakan bahwa klasifikasi tujuan terdiri dari tiga domain yaitu (Rusman, 2011: 171):

1) domain kognitif, adalah domain yang menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi yaitu:


(32)

13

a) pengetahuan yang menitikberatkan pada aspek ingatan terhadap materi yang telah dipelajari mulai dari fakta sampai teori,

b) pemahaman yaitu langkah awal untuk dapat menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep ataupun pengertian,

c) aplikasi yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi nyata, meliputi aturan, metode, konsep, prinsip, hukum dan teori,

d) analisis yaitu kemampuan dalam merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah untuk dimengerti,

e) sintesis yaitu kemampuan mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru, dan

f) evaluasi yaitu kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan eksternal.

2) domain afektif, adalah domain yang menekankan pada sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat yang memiliki lima tingkatan yaitu: penerimaan, responding, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi, dan

3) domain psikomotorik, adalah domain yang menekankan pada gerakan-gerakan fisik. Domain ini memiliki enam tingkatan yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan mekanis terpola, respon kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan keterampilan natural.


(33)

14

Klasifikasi tujuan tersebut sesuai dengan klasifikasi hasil belajar yang juga dikemukakan oleh Benyamin Bloom yang secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotoris. Suyono dan Hariyanto (2011: 167) menyatakan bahwa pengertian cognitive atau kapabilitas intelektual semakna dengan pengetahuan, mengetahui, berpikir dan intelek, sedangkan affective semakna dengan perasaan, emosi dan perilaku, dan psychomotor semakna dengan aturan dan keterampilan fisik, terampil dan melakukan.

Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Sudjana (2009: 22) yang menjelaskan bahwa ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut:

1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek selanjutnya disebut kognitif tingkat tinggi,

2) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi, dan 3) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Lebih lanjut, Sudjana (2009: 23-28) menjelaskan bahwa enam aspek dalam ranah kognitif di atas adalah sebagai berikut:


(34)

15

1) pengetahuan: pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau ingatan seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota, 2) pemahaman: lebih tinggi tingkatannya daripada pengetahuan, misalnya

menjelaskan dengan kalimat sendiri, memberi contoh dan menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain,

3) aplikasi: merupakan penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus,

4) analisis: merupakan usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya,

5) sintesis: merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh, dan

6) evaluasi: merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dan lain-lain.

Dalam proses penilaian prestasi belajar, indikator-indikator yang digunakan lebih ditekankan pada ranah kognitif yaitu yang berkaitan dengan pemahaman siswa terhadap materi dan pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil dari proses penilaian tersebut dinyatakan dalam bentuk angka atau skor yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan belajar siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya


(35)

16

prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan dan diukur (Syah, 2003: 214).

Dari definisi di atas, prestasi belajar dalam penelitian ini dimaknai sebagai hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar yang ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil tersebut lebih ditekankan pada ranah kognitif siswa. Hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan yang terjadi dalam diri siswa yang merupakan akibat dari proses belajar itu sendiri. Tinggi rendahnya prestasi belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya proses belajar yang telah ia lakukan.

3. Prestasi Belajar PKn

Prestasi belajar PKn yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran PKn materi globalisasi yang ditandai dengan penguasaan materi dan kompetensi yang telah ditetapkan yaitu : a) siswa dapat menjelaskan pengertian globalisasi, b) siswa dapat menjelaskan proses terjadinya globalisasi, d) siswa dapat menyebutkan ciri-ciri globalisasi, d) siswa dapat menunjukkan contoh sederhana perubahan yang terjadi di masyarakat akibat globalisasi, e) siswa dapat menunjukkan contoh sederhana perubahan perilaku masyarakat akibat globalisasi, f) siswa dapat menunjukkan contoh sederhana perubahan gaya hidup masyarakat akibat globalisasi, g) siswa dapat menjelaskan dampak positif yang terjadi akibat globalisasi, dan h) siswa dapat menjelaskan dampak negatif yang terjadi akibat globalisasi.


(36)

17

Indikator prestasi belajar PKn dalam penelitian ini lebih ditekankan pada ranah kognitif yaitu yang berhubungan dengan seberapa dalam pemahaman siswa terhadap materi Globalisasi yang telah dipelajari. Tingkatan kognitif yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan pada tingkat mengingat/ mengetahui (C1), mengerti/ memahami (C2), dan menerapkan/ mengaplikasikan (C3) karena ketiga tingkatan tersebut yang dianggap sesuai untuk anak usia sekolah dasar terutama kelas IV.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang mereka alami. Keberhasilan proses belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sugihartono, dkk (2013: 76) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam diri individu, meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut sebagai berikut (Sugihartono, dkk, 2013: 76):

a. Faktor internal terdiri dari:

1) faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh dan

2) faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan


(37)

18 b. Faktor eksternal terdiri dari:

1) faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar keluarga, perhatian orang tua dan latar belakang kebudayaan,

2) faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antarsiswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah, dan

3) faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa di masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan di masyarakat dan media masa.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ada banyak hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Secara umum faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa, sehingga guru sebaiknya memahami faktor-faktor tersebut agar dapat membantu siswa dalam mencapai keberhasilan belajarnya.

B.Kemampuan Kerjasama 1. Pengertian Kerjasama

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia dituntut untuk bisa membawa dirinya dan mengelola dirinya sendiri untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Kemudian, sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk bisa menjalin interaksi yang baik dengan manusia lain dalam kehidupannya. Menjalin hubungan dan berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk


(38)

19

hidup di dunia ini. Jika tidak, maka manusia akan mengalami banyak gangguan dalam kejiwaannya. Oleh karena itu, mengembangkan kecerdasan dan kemampuan sosial merupakan hal yang penting bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Manusia yang memiliki kecerdasan sosial yang baik akan memiliki kemampuan sosial yang baik, sehingga ia dapat menjalin hubungan baik dan berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.

Namun, di masa sekarang ini banyak ditemukan fakta bahwa nilai-nilai sosial yang seharusnya dimiliki oleh manusia mulai luntur dari kehidupan manusia itu sendiri. Disinilah dapat dilihat bahwa kecerdasan sosial sangat penting bagi kehidupan manusia. Seseorang dengan kecerdasan intelektual yang tinggi belum tentu memiliki kecerdasan sosial yang tinggi pula. Kedua kecerdasan tersebut memiliki pengaruh tersendiri bagi kehidupan manusia, sehingga kecerdasan tersebut perlu dipupuk dan dikembangkan sejak dini.

Salah satu kemampuan sosial yang harus dikembangkan bagi siswa sekolah dasar adalah kemampuan dalam berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain dalam sebuah kelompok. Kemampuan seseorang untuk melakukan kerjasama merupakan perwujudan dari adanya interaksi yang baik untuk mencapai tujuan tertentu. Kemampuan dalam KBBI berasal dari kata mampu yang berarti bisa atau sanggup melakukan sesuatu. Dengan kemampuan seseorang akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ia hadapi dalam hidupnya dan terhindar dari kegagalan.

Kerjasama diartikan sebagai suatu aktivitas dalam kelompok kecil dimana terdapat kegiatan saling berbagi dan bekerja secara kolaboratif untuk


(39)

20

menyelesaikan sesuatu (Asma, 2006: 11). Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa kerjasama dapat terjadi apabila ada dua orang atau lebih yang melakukan aktivitas secara bersama-sama dan saling membantu dalam menyelesaikan sesuatu.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Johnson, dkk (2012: 28) yang menyatakan bahwa kerjasama merupakan upaya umum manusia yang secara stimultan mempengaruhi berbagai macam keluaran instruksional. Keluaran tersebut seperti pencapaian, tingkat penalaran yang lebih tinggi, retensi, motivasi, pentransferan pembelajaran, daya tarik interpersonal, persahabatan, menghilangkan prasangka, menghargai perbedaan, dukungan sosial, rasa harga diri, kompetensi sosial, kesehatan psikologis, dan penalaran moral (Johnson, dkk, 2012: 29). Dari pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa kerjasama merupakan upaya manusia yang menghasilkan berbagai perilaku yang berkaitan dengan interaksi sosial dan dapat membantu manusia dalam berinteraksi dengan orang lain.

Lebih lanjut, Saputra dan Rudyantoro (2005: 40) menyatakan bahwa kerjasama merupakan sifat ketergantungan manusia yang memungkinkan dan mengharuskan setiap insan/ kelompok sosial untuk selalu berinteraksi dengan orang lain atau kelompok lain. Dari pendapat tersebut, dapat diketuhi bahwa setiap manusia tidak akan bisa hidup tanpa bekerjasama dengan orang lain karena manusia hidup dengan saling bergantung pada manusia lain.

Dari beberapa pendapat di atas, pengertian kemampuan kerjasama dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki siswa untuk berinteraksi


(40)

21

dengan temannya di dalam sebuah kelompok sehingga memungkinkan terjadinya kerjasama dalam kelompok tersebut. Kemampuan kerjasama tersebut muncul karena adanya interaksi antar anggota kelompok yang mempunyai tujuan yang sama. Di dalam proses pembelajaran, tujuan tersebut dapat berupa penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru.

Kemampuan bekerjasama dipandang sebagai salah satu kemampuan dasar yang utama bagi seorang siswa. Seorang siswa harus mampu berinteraksi dan bekerjasama dalam kelompok dengan baik agar ia tidak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain di masa depan. Seseorang yang mempunyai kemampuan kerjasama yang baik akan dapat bekerjasama dengan orang lain dimanapun ia berada. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan kemampuan siswanya dalam bekerjasama sejak dini melalui proses pembelajaran yang inovatif dan melibatkan siswa secara langsung.

2. Syarat-syarat terjadinya Kerjasama

Kerjasama antara satu orang dengan orang lainnya tidak terjadi begitu saja. Namun, terjadi karena ada sesuatu hal yang mempengaruhi. Baik itu dari luar individu maupun dari dalam individu. Pada hakikatnya, manusia di dunia ini tidak akan bisa hidup tanpa adanya kerjasama dengan manusia lain. Manusia pasti membutuhkan bantuan dari orang lain dan dari kebutuhan mendasar tersebut, manusia akan memerlukan kerjasama untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Di dalam kerjasama terjadi hubungan timbal balik yang memberikan kebermaknaan bagi masing-masing pihak. Saputra dan Rudyantoro (2005: 40) menyatakan


(41)

22

bahwa dengan hubungan timbal balik ini akan menghilangkan kecurigaan, prasangka dan praduga. Oleh karena itu, kerjasama menjadi hal yang penting agar hubungan antar individu dapat berjalan dengan baik.

Soekanto (1990: 72) menyatakan bahwa:

“bentuk kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja seta balas jasa yang akan diterima”

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kerjasama terjadi apabila ada tujuan yang sama dan iklim atau suasana yang mendukung terjadinya kerjasama. Terjadinya kerjasama tidak semata-mata terjadi begitu saja, namun ada syarat-syarat tertentu yang memungkinkan terjadinya kerjasama. Saputra dan Rudyantoro (2005: 40), menyatakan bahwa syarat-syarat terjadinya kerjasama antara lain:

a. Kepentingan yang sama: kerjasama terjadi apabila ada kepentingan yang sama yang ingin dicapai oleh semua anggota.

b. Keadilan: didasari oleh prinsip keadilan artinya setiap orang yang ikut bekerjasama memperoleh imbalan yang sesuai dengan kontribusinya dalam pelaksanaan kerjasama.

c. Saling pengertian: dilandasi oleh keinginan untuk mengerti dan memahami kepentingan dari orang-orang yang terlibat dalam kerjasama tersebut.

d. Tujuan yang sama: kerjasama akan terbentuk apabila semua orang memiliki tujuan yang serupa tentang hal yang ingin dicapai.


(42)

23

e. Saling membantu: kerjasama merupakan dasar keberhasilan dalam mencapai tujuan. Hal tersebut akan terjadi bila semua orang dalam kelompok bersedia untuk saling membantu teman sekelompoknya jika diperlukan.

f. Saling melayani: kesediaan untuk saling melayani menjadi unsur yang mempercepat terjadinya kerjasama.

g. Tanggung jawab: kerjasama merupakan perwujudan tanggung jawab dari tiap orang yang terlibat dalam kelompok.

h. Penghargaan: hal yang terpenting dalam kerjasama adalah keinginan untuk saling menghargai sesama anggota kelompok.

i. Kompromi : kerjasama kelompok adalah gabungan kerja dari tiap orang yang terlibat dalam kelompok sosial.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan kerjasama terjadi karena adanya tujuan dan kepentingan yang sama dari pihak-pihak yang bekerjasama. Di dalam kerjasama juga ada prinsip-prinsip yang mendasar seperti keadilan, saling pengertian, saling membantu, saling melayani, saling menghargai, tanggung jawab, dan kompromi. Beberapa hal tersebut merupakan syarat-syarat yang mempengaruhi terjadinya kerjasama antarindividu. Oleh karena itu, sikap kerjasama perlu ditanamkan kepada seorang anak sejak kecil, karena di dalam kerjasama terdapat nilai-nilai penting yang berguna bagi kehidupan anak di masa depan.


(43)

24 3. Indikator Kerjasama

Keterampilan kerjasama siswa dapat ditanamkan melalui pembiasaan di sekolah. Kerjasama antar siswa dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk lebih mudah memahami materi melalui bantuan dari temannya. Kerjasama antar siswa dapat terjadi secara alami, namun tidak semua siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam bekerjasama secara langsung. Oleh karena itu, peranan guru dalam menciptakan suasana yang memungkinkan siswa untuk bekerjasama sangat dibutuhkan.

Di dalam pembelajaran di sekolah, kerjasama siswa dapat terjadi dalam sebuah kelompok. Dengan berkelompok, siswa mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mempraktikkan sikap dan perilaku berpartisipasi pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka (Isjoni, 2010: 64). Agar siswa dapat bekerjasama dengan baik di dalam sebuah kelompok, siswa tersebut membutuhkan beberapa keterampilan yaitu keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif tersebut adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas (Isjoni, 2010: 65).

Lugdren menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut adalah sebagai berikut (Isjoni, 2010: 65-67):

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal

Keterampilan tingkat awal ini meliputi: 1) menggunakan kesepakatan yaitu menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan dalam kelompok, 2) menghargai kontribusi atau memperhatikan apa yang dilakukan anggota lain dalam kelompok, 3) mengambil giliran dan berbagi tugas, 4) berada dalam kelompok selama kegiatan berlangsung, 5) berada dalam tugas, artinya


(44)

25

setiap anggota kelompok wajib menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, 6) mendorong partisipasi semua anggota kelompok untuk memberikan berkontribusi, 7) mengundang orang lain, artinya meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 8) menyelesaikan tugas tepat waktu, dan 9) menghormati perbedaan individu,

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah

Keterampilan kooperatif tingkat menengah tersebut meliputi: 1) menunjukkan penghargaan dan simpati, 2) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, 3) mendengarkan dengan arif, 4) bertanya, 5) membuat ringkasan, 6) menafsirkan, 7) mengorganisir, dan 8) mengurangi ketegangan, dan

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi: 1) mengelaborasi, 2) memeriksa dengan cermat, 3) menanyakan kebenaran, 4) menetapkan tujuan, dan 5) berkompromi.

Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut dapat dilatih dan diajarkan mulai dari keterampilan tingkat awal. Setelah siswa memiliki keterampilan kooperatif tingkat awal, ia akan dapat mengembangkan keterampilan kooperatif lainnya seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan dan melatih keterampilan kooperatif pada siswa sekolah dasar terutama untuk keterampilan kooperatif tingkat awal.

Sebuah kelompok dapat dikatakan bekerjasama apabila kelompok tersebut memiliki beberapa indikator yang menunjukkan adanya kerjasama.


(45)

Indikator-26

indikator tersebut dapat digunakan untuk melihat atau mengamati perilaku kerjasama di dalam sebuah kelompok. Beberapa indikator tersebut menurut Johnson (2007: 169) antara lain:

a. Tetap fokus pada kerja kelompok. b. Bekerja bersama kelompok. c. Mencapai keputusan kelompok.

d. Meyakinkan bahwa setiap solusi dapat dipahami oleh semua anggota kelompok.

e. Mendengarkan pendapat orang lain. f. Berbagi kepemimpinan dalam kelompok. g. Memastikan setiap orang ikut berpartisipasi. h. Mencatat hasil yang dicapai oleh kelompok.

Berdasarkan indikator kerjasama yang telah diuraikan di atas dan dikaitkan dengan keterampilan kooperatif yang perlu dikembangkan pada anak usia sekolah dasar, maka indikator kerjasama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Tetap fokus pada kerja kelompok dan berada di dalam kelompok.

b. Berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas kelompok. c. Mencapai keputusan kelompok.

d. Meyakinkan bahwa setiap keputusan dapat dipahami oleh semua anggota kelompok (mau menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum jelas). e. Mendengarkan pendapat orang lain.

f. Berbagi tugas dan menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. g. Mendorong anggota kelompok lain untuk berpartisipasi.


(46)

27 h. Mencatat hasil yang dicapai oleh kelompok.

Indikator-indikator kerjasama tersebut dipilih karena dianggap sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar. Selain itu indikator-indikator tersebut telah menggambarkan karakteristik kerjasama di dalam sebuah kelompok dan dirasa mudah untuk diamati, sehingga data tentang kemampuan kerjasama siswa dalam penelitian ini akan lebih mudah untuk diperoleh.

C.Model Pembelajaran Cooperative 1. Model Pembelajaran

Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi, berinterelasi dan berinterdependensi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Sujarwo, 2011: 5). Komponen-komponen dalam pembelajaran tersebut akan mempengaruhi keberhasilan suatu proses pembelajaran. Lebih lanjut, Sujarwo (2011: 5) menyatakan bahwa komponen-komponen pembelajaran terdiri atas: 1) tujuan pembelajaran, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) perencanaan sebagai suatu segmen kurikulum, 5) strategi pembelajaran, 6) media pembelajaran, dan 7) evaluasi pembelajaran.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pembelajaran di sekolah. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang ingin dicapai oleh pendidik yang telah ditetapkan sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar


(47)

28

guru perlu merancang strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Sujarwo (2011: 10) menyatakan bahwa strategi pembelajaran dimaknai sebagai suatu strategi dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan yang diharapkan. Strategi pembelajaran dipilih dengan didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam proses pembelajaran, strategi pembelajaran yang telah dibuat diimplementasikan melalui penggunaan berbagai model dan metode pembelajaran.

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2011: 46). Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Daryanto dan Muljo Rahardjo (2012: 241) yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Lebih lanjut, Majid (2016: 13) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, model pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Dari uraian di atas, definisi model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematis dalam merancang kegiatan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi guru


(48)

29

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Model Pembelajaran Cooperative

Ada banyak sekali model pembelajaran yang dapat digunkan guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai guru. Salah satu model pembelajaran yang digunakan saat ini adalah model pembelajaran cooperative. Model pembelajaran cooperative adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk saling bekerjasama sehingga siswa akan lebih aktif dan lebih sering berinteraksi dengan temannya.

Slavin (2009: 4) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Asma (2006: 12) yang menyatakan bahwa belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerjasama dalam kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai mata pelajaran dengan baik. Lebih lanjut, Sujarwo (2011: 101) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling berkomunikasi, bekerjasama serta berinteraksi dengan susunan dan rancangan


(49)

30

tugas yang dibuat oleh pendidik, sehingga tercipta kesempatan munculnya suatu aktivitas berupa kerjasama.

Dari uraian di atas, definisi pembelajaran kooperatif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan bertukar pengetahuan dengan temannya serta memungkinkan terjadinya kerjasama antar siswa dalam sebuah kelompok yang heterogen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan bersama.

Tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2009: 33) adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Lebih lanjut, Asma (2016: 12) menyatakan bahwa tujuan dari pengembangan pembelajaran cooperative adalah untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Kedua pendapat di atas sejalan dengan pemikiran Majid (2016: 175) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tujuan, diantaranya:

1) meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik;

2) agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang;

3) mengembangkan keterampilan siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.


(50)

31

Penggunaan model pembelajaran kooperatif di dalam kelas sangat dianjurkan karena ada beberapa alasan penting yang mendukung penggunaan model pembelajaran kooperatif ini. Isjoni (2010: 16) menyatakan bahwa, model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi dan dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Isjoni, 2010: 16).

Pembelajaran cooperative memiliki beberapa karakteristik. Beberapa karakteristik tersebut menurut Sujarwo (2011: 108) antara lain: 1) peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, 2) kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda-beda, 4) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Dalam menerapkan pembelajaran cooperative, kerjasama merupakan hal yang paling penting. Oleh sebab itu, penanaman keterampilan kooperatif sangat perlu dilakukan, antara lain menghargai pendapat orang lain, mendorong berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk bertanya, mengambil giliran dan berbagi tugas (Isjoni, 2010: 63). Agar kerjasama antar siswa dapat berlangsung dengan baik, ada beberapa komponen atau unsur-unsur dari


(51)

32

pembelajaran cooperative yang harus dimunculkan. Komponen-komponen esensial tersebut menurut Johnson, dkk (2012: 43) antara lain:

1) melihat secara jelas interdependensi positif,

2) interaksi mendukung (tatap muka) yang cukup besar,

3) melihat secara jelas tanggung jawab individual dan tanggung jawab personal untuk mencapai tujuan kelompok,

4) sering menggunakan skil-skil kelompok kecil dan skil interpersonal yang relevan,

5) pemrosesan kelompok yang cukup sering dan teratur terhadap pemfungsian saat ini untuk mengembangkan keefektifan di waktu berikutnya.

Kelima unsur tersebut secara ringkas telah dijelaskan oleh Suprijono (2011: 58) yaitu:

1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif). 2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan). 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif). 4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).

5. Group processing (pemrosesan kelompok).

Berdasarkan kelima unsur tersebut, guru perlu melakukan pembagian kerja yang baik agar penerapan model pembelajaran ini berhasil dan tidak membuat siswa merasa kebingungan. Selain itu, guru jugaharus mengetahui beberapa sintak dalam penerapan model pembelajaran ini. Sintak model pembelajaran cooperative terdiri dari enam fase (Suprijono: 2011: 65) yang digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Sintak Pembelajaran Cooperative

Fase-fase Perilaku Guru

Fase 1: Present goals and set(menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik)

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.


(52)

33 Fase 2: Present information

(menyajikan informasi)

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.

Fase 3: Organize student inti learning teams

(mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar)

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

Fase 4: Assist team work and study (membantu kerja tim dan belajar)

Membantu tim-tim belajar selam peserta didik mengerjakan tugasnya. Fase 5: Test on the materials

(mengevaluasi)

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi

pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6: Provide recognition (memberikan pengakuan atau penghargaan)

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

Setiap model pembelajaran pasti memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli tentang penerapan model pembelajaran cooperative ini ditemukan beberapa kelebihan dan kekurangan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Asma (2006: 26), beberapa kelebihan tersebut anatara lain:


(53)

34

1. Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih menjadi lebih aktif.

2. Fungsi ingatan siswa menjadi lebih aktif, siwa lebih bersemangat dan berani mengemukakan pendapat saat berdiskusi.

3. Meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi.

4. Membantu siswa mengaktifkan pengetahuan latar mereka dan belajar dari pengetahuan latar teman-temannya.

5. Meningkatkan kecakapan individu dan kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk terhadap temannya.

6. Menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas.

Kelemahan dari model pembelajaran ini yaitu kontribusi siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa berprestasi tinggi akan merasa kecewa, hal tersebut disebabkan karena peran anggota kelompok yang pandai akan lebih dominan. Oleh karena itu, hal yang harus dihindari dalam penerapan model pembelajaran ini adalah terjadinya pertentangan antara siswa yang berprestasi tinggi dan siswa yang berprestasi rendah. Selain itu, Asma (2006: 27) menyatakan bahwa penyelesaian suatu materi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Guru juga membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan model pembelajaran ini dengan


(54)

35

baik. Oleh karena itu, dibutuhkan persiapan yang baik dan pengelolaan kelas yang baik dalam menerapkan model pembelajaran ini.

Ada banyak sekali metode-metode pembelajaran cooperative yang dapat digunakan oleh guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Slavin (2009: 9) menyatakan bahwa, metode-metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran tim siswa antara lain: 1) Student Team-Achievement Division (STAD), 2) Team Games-Tournament (TGT), 3) Jigsaw II, 4) Team Accelerated Instruction (TAI), dan 5) Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC). Selain itu, ada metode-metode pembelajaran kooperatif yang lainnya yaitu: 1) Group Investigation (GI), 2) Learning Together (Belajar Bersama), 3) Complex Instruction (Pengajaran Kompleks), dan 4) Structure Dyadic Methods (Metode Struktur Berpasangan) (Slavin, 2009: 24).

3. Jigsaw

a. Pengertian Jigsaw

Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran cooperative yang terdiri dari tim-tim belajar yang heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa dan setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan materi yang menjadi bagiannya dan harus mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompok lainnya. Syarifuddin (2011) menyatakan bahwa Jigsaw adalah model pembelajaran dengan menggunakan pengelompokan/ tim kecil yaitu yang terdiri dari empat, enam, bahkan sampai delapan orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda.


(55)

36

Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan para koleganya. Kemudian model ini dikemas agar lebih praktis dan mudah diaplikasikan oleh Slavin yaitu Jigsaw II. Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw ini paling cocok digunakan dalam pelajaran-pelajaran semacam kajian-kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu pengetahuan (sains), dan berbagai bidang terkait yang tujuan pembelajarannya adalah pemerolehan konsep bukan keterampilan (Asma, 2006: 72).

Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe yang membagi siswa kedalam beberapa kelompok kecil (kelompok asal), kemudian masing-masing siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari suatu materi di kelompok ahli. Setelah pembahasan di kelompok ahli, siswa kembali ke kelompok asal dan menyampaikan apa yang telah dipelajari atau dibahas di masing-masing kelompok ahli. Aronson dalam Johnson (2012: 76) menyatakan bahwa dalam Jigsaw para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kooperatif, semua kelompok-kelompok diberi topik yang sama dan setiap anggota kelompok diberi satu bagian berbeda dari topik tersebut untuk dipelajari dan kemudian mengajari anggota kelompok lainnya.

Lebih lanjut, Slavin (2009: 273) menjelaskan bahwa kunci keberhasilan metode Jigsaw ini adalah interdependensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik saat penilaian. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Asma (2006: 72) yang menyatakan bahwa kunci bagi keberhasilan model Jigsaw ini adalah adanya saling ketergantungan antar siswa yaitu setiap siswa saling


(56)

37

tergantung pada teman-teman di kelompoknya untuk memberikan informasi yang diperlukan agar dapat memperoleh nilai yang baik atas pekerjaan mereka.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa dalam menerapkan model pembelajaran Jigsaw keterampilan dan kemampuan siswa dalam bekerjasama sangat diperlukan. Penerapan model Jigsaw dalam pembelajaran juga akan meningkatkan aktivitas dan interaksi antar siswa, sehingga guru dapat melatih sekaligus meningkatkan kemampuan kerjasama siswa.

b. Langkah-langkah Jigsaw

Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw menurut Slavin (2009: 238) adalah sebagai berikut:

1) persiapan meliputi:

a) mempersiapkan materi, langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan materi antara lain sebagai berikut (Slavin, 2009: 238-240): (1) memilih satu atau dua bab, cerita dan unit-unit lain yang mencakup materi

untuk dua atau tiga hari,

(2) membuat lembar ahli untuk tiap unit yang akan digunakan siswa untuk mengetahui dimana ia harus berkonsentrasi saat membaca dan dengan kelompok ahli yang mana dia akan bekerja,

(3) membuat kuis, tes esai atau bentuk penilaian lain untuk setiap unit yang berisi paling sedikit delapan pertanyaan atau kelipatan dari jumlah unit yang ada, dan


(57)

38

(4) membuat skema diskusi untuk tiap topik yang akan digunakan untuk mengarahkan diskusi dalam kelompok ahli.

b) membagi siswa ke dalam tim, siswa dibagi dalam tim heterogen yang terdiri dari empat sampai lima anggota,

c) membagi siswa ke dalam kelompok ahli, pembagian dapat dilakukan secara acak atau guru dapat membagi sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, dan d) penentuan skor awal pertama, skor awal diberikan seperti pada STAD dan

dicatat dalam lembar skor. 2) Jadwal kegiatan meliputi:

a) membaca, siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi,

b) diskusi kelompok ahli, siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli,

c) laporan tim, para ahli kembali ke kelompok mereka masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya, dan

d) tes, para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik. 3) rekognisi tim atau perhitungan skor tim, perhitungan skor dilakukan dengan

menghitung semua skor yang diperoleh termasuk skor awal dan skor kemajuan dan tim yang sukses diberikan penghargaan.

Selanjutnya, langkah-langkah pembelajaran Jigsaw juga dikemukakan oleh Suprijono (2011: 89) yang menyatakan bahwa pembelajaran Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang jumlahnya tergantung pada jumlah


(58)

39

konsep yang akan dipelajari, kelompok tersebut disebut home team (kelompok asal). Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada masing-masing kelompok. Setiap orang bertanggung jawab mempelajari materi yang diberikan oleh guru. Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan untuk berdiskusi. Setelah diskusi kelompok selesai, mereka kembali ke kelompok asal. Siswa dikelompok asal merefleksi pengetahuan yang telah mereka dapatkan di kelompok ahli. Sebelum pelajaran diakhiri, guru melakukan diskusi seluruh kelas dan memberikan review terhadap materi yang telah dipelajari.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang langkah-langkah Jigsaw di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran Jigsaw dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru mengenalkan topik yang akan dipelajari oleh siswa.

2. Guru membentuk kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 orang yang disebut kelompok asal.

3. Guru membagi materi menjadi sub materi yang akan menjadi tanggung jawab masing-masing siswa.

4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari materi yang menjadi bagiannya.

5. Guru membentuk kelompok ahli yang jumlahnya sama dengan sub materi yang telah dibagi.


(59)

40

7. Guru meminta anggota kelompok ahli untuk kembali ke kelompok asal dan kemudian menyampaikan hasil diskusi yang telah dilakukan di kelompok ahli. 8. Guru memberikan tes atau kuis-kuis individual kepada masing-masing siswa. 9. Guru melakukan perhitungan skor tim dan memberi penghargaan.

Dalam menerapkan model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw, guru perlu melakukan langkah-langkah yang telah ditetapkan di atas. Hal terpenting yang harus dilakukan guru adalah mengorganisasikan kelas agar tetap kondusif saat pelaksanaan diskusi. Guru juga perlu membatasi waktu untuk berdiskusi dan memonitor siswa saat berdiskusi agar langkah-langkah pembelajaran dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

c. Kelebihan dan Kekurangan Jigsaw

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan begitupun dengan model pembelajaran tipe Jigsaw. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Teguh Eko Pamuji (2015), kelebihan dari penerapan model pembelajaran Jigsaw antara lain: a) dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendak pribadi, b) hubungan antara guru dan murid dapat berjalan seimbang dan memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab, c) memotivasi guru untuk bekerja lebih kreatif, d) memadukan berbagai pendapat belajar yaitu pendekatan kelompok, kelas dan individu. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa melalui Jigsaw, guru dapat mengembangkan kreativitas siswa sekaligus kemampuan siswa dalam bekerjasama serta dapat menciptakan suasana belajar yang baru bagi siswa. Selain


(60)

41

itu, guru secara tidak langsung akan termotivasi untuk melakukan inovasi-inovasi pembelajaran lain yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

Kemudian, kekurangan dari penerapan pembelajaran Jigsaw antara lain: a) guru harus selalu mengingatkan siswa untuk menggunakan keterampilan kooperatif saat kegiatan kelompok, b) kurangnya anggota kelompok dapat menimbulkan masalah, c) membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi jika ruang belum terkondisi dengan baik justru akan menimbulkan kegaduhan. Sebagai sebuah model pembelajaran, Jigsaw memiliki kelemahan yaitu tidak dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan memerlukan persiapan yang matang sebelum diterapkan.

Pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran yang menekankan pada kerjasama siswa salah satunya adalah Jigsaw akan dapat melatih siswa untuk bersikap demokratis, kooperatif, bertanggung jawab, menghargai orang lain dan peduli terhadap orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat membantu mengurangi kesenjangan yang terjadi diantara siswa, sehingga siswa akan saling membantu dalam mencapai tujuan bersama. Siswa juga bisa saling bertukar pengetahuan dan belajar bersama dalam mamahami materi. Seiring berjalannya waktu, siswa akan dapat saling menghargai dan peduli terhadap temannya, sehingga masalah di kelas seperti perkelahian, saling mengejek, menjauhi teman tidak akan terjadi lagi. Sikap kerjasama yang telah terbangun sejak dini akan dapat meningkatkan hubungan sosial yang dapat diterapkan siswa dalam hidup bermasyarakat.


(61)

42 D.Strategi Pembelajaran Ekspositori

1. Pengertian Strategi Pembelajaran Ekspositori

Kegiatan pembelajaran di SD N Progowati dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan aplikasi dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Melalui strategi ini, guru atau pendidik menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pembelajaran yang disampaikan dapat dikuasai peserta didik dengan baik (Suyadi, 2013 : 146).

Lebih lanjut, Sanjaya (2012: 179), menyatakan bahwa strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Strategi pembelajaran ekspositori disebut juga sebagai strategi pembelajaran langsung karena dalam strategi ini, materi disampaikan secara langsung oleh guru.

Dari pendapat di atas, strategi pembelajaran ekspositori dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu strategi pembelajaran dimana guru membelajarkan materi kepada siswa secara langsung dengan maksud agar siswa dapat memahami materi dengan baik. Dalam strategi pembelajaran ekspositori, siswa tidak dituntut untuk menemukan dan mempelajari materi sendiri, namun materi yang harus dipelajari siswa sudah jadi dan siswa hanya tinggal mempelajarinya. Selain itu, dalam menerapkan strategi ini, guru memegang peran yang sangat dominan.


(62)

43

Ada beberapa karakteristik strategi pembelajaran ekspositori antara lain (Sanjaya, 2012: 179) :

a. Dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal.

b. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus di hafal.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran.

Strategi pembelajaran ekspositori memiliki beberapa prinsip antara lain (Suyadi, 2013: 148):

a. Prinsip berorientasi pada tujuan, artinya tujuan menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan strategi ini. Sebelum strategi diterapkan, terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur,

b. Prinsip komunikasi, artinya guru atau pendidik sebagai komunikator, sedangkan peserta didik sebagai komunikan atau penerima pesan,

c. Prinsip kesiapan, artinya agar peserta didik dapat menerima informasi atau materi pelajaran, terlebih dahulu mereka harus siap, baik secara fisik maupun psikis guna menerima pelajaran, dan

d. Prinsip berkelanjutan, artinya strategi pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran lebih lanjut.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Ekspositori

Setiap strategi pembelajaran memiliki langkah-langkah saat akan diterapkan. Langkah-langkah strategi pembelajaran ekspositori disampaikan oleh Sanjaya (2012: 185) antara lain:


(63)

44 a. Persiapan (Preparation)

Tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan antara lain: 1) memberikan sugesti postifi, 2) mengemukakan tujuan yang harus dicapai, dan 3) membuka file dalam otak siswa.

b. Penyajian (Presentation)

Langkah ini merupakan langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam langkah ini antara lain: 1) penggunaan bahasa, 2) intonasi suara, 3) menjaga kontak mata dengan siswa, dan 4) menggunakan joke-joke menyegarkan.

c. Korelasi (Correlation)

Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran. d. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.

e. Mengaplikasikan (Aplication)

Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Teknik yang dapat digunakan adalah dengan


(1)

300 Lampiran 45. Dokumentasi Penelitian

Pretest Kelas Kontrol (Kelas IV B)

Pretest Kelas Eksperimen


(2)

301

Perlakuan 1 Kelas Kontrol

Perlakuan 2 Kelas Eksperimen


(3)

302 Posttest Kelas Kontrol

Posttest Kelas Eksperimen


(4)

303

DOKUMENTASI PROSES PEMBELAJARAN

Pembentukan Kelompok Asal

Diskusi Kelompok Ahli


(5)

304 Pemberian Skor Tim 1

Pemberian Skor Tim 2


(6)

305 Pemberian Reward Pertemuan 2

Penyampaian Hasil Diskusi Kelas Kontrol


Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Cooperative Jigsaw Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Mengenal Sistem Pemerintahan Pusat Di Mi Al-Mujahidin Kota Tangerang

3 24 115

Penerapan Metode Cooperative Jigsaw Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Mengenal Sistem Pemerintahan Pusat di MI Al-Mujahidin Kota Tangerang

3 30 115

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar

1 15 62

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw pada pelajaran IPS kelas IV dalam materi sumber daya alam di MI Annuriyah Depok

0 21 128

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn MELALUI MODEL COOPERATIVE INTEGRATED Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn Melalui Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Pada Kelas IV SD N Kendayaan Bl

0 1 15

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn MELALUI MODEL COOPERATIVE INTEGRATED Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn Melalui Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Pada Kelas IV SD N Kendayaan Bl

0 1 15

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI.

0 5 31

Meningkatkan kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa mata pelajaran IPA kelas V SD N Sarikarya tahun 2014/2015 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

0 0 342

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I terhadap minat dan prestasi belajar mata pelajaran IPS kelas V SD Kanisius Sengkan.

0 2 165

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN DASAR DESAIN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X DI SMK N 3 KLATEN.

0 4 256