4.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma
Keenam tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melanggar norma dipaparkan berdasarkan subkategori ketidaksantunan sebagai
berikut.
4.2.1.1 Subkategori Menentang
Cuplikan tuturan 1 MT
: “Telat pulang tu mbok ngebel rumah, ben wong tuwa ra bingung”
P : “Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo bali dewe”
A1 Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika mitra tutur berusaha menegur
penutur yang terlambat pulang. Sudah ada kesepakatan jika terlambat harus memberi kabar terlebih dahulu melalui telepon. Namun, penutur
justru kesal dan berusaha menentang kesepakatan tersebut dengan memberikan jawaban sekenanya kepada mitra tutur
Cuplikan tuturan 5 MT
: “Rasah wengi-wengi le bali”
P : “Iyo Pak, sekalian subuh.” A5
Konteks tuturan: penutur hendak bepergian bersama teman-temannya pada sore hari, mitra tutur berpesan kepada penutur agar tidak pulang
larut malam, sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam keluarga. Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan terkesan
sembrono, sehingga memunculkan kekesalan mitra tutur
1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan A1
: “Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo bali dewe” Apa-apa kok seperti anak kecil, nanti juga pulang sendiri
Tuturan A5
: “Iyo pak, sekalian subuh.”
2 Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan A1: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus,
penutur melanggar aturan yang telah disepakati, penutur tidak mengindahkan
teguran dari mitra tutur.
Tuturan A5: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sembrono,
penutur berbicara sembari tersenyum tanpa melihat ke arah mitra tutur, penutur tidak mengindahkan pesan dari mitra tutur.
3 Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan A1: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan
keras pada frasa bali dewe, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang
terdapat dalam tuturan: kok dan to.
Tuturan A5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan
lunak pada frasa sekalian subuh, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, karena
terdapat satu kata yang menggunakan bahasa Jawa, yaitu kata iyo.
4 Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan A1: Tuturan terjadi ketika mitra tutur berusaha menegur penutur yang
terlambat pulang. Sudah ada kesepakatan jika terlambat harus memberi kabar melalui telepon. Namun, penutur justru kesal dan berusaha menentang
kesepakatan tersebut dengan memberikan jawaban sekenanya. Penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 46 tahun. Penutur adalah
anak dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah mengungkapkan kekesalanya kepada mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi adalah komisif. Tuturan tersebut
mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur diam saja dan meninggalkan penutur.
Tuturan A5: Penutur hendak bepergian bersama teman-temannya pada sore
hari, mitra tutur berpesan kepada penutur agar tidak pulang larut malam, sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam keluarga. Namun, penutur
justru menjawab sekenanya dan terkesan sembrono, sehingga memunculkan kekesalan mitra tutur. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 19
tahun, mahasiswa semester 4 dan mitra tutur berusia 47 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah berusaha menentang pesan dari
MT. Tindak verbal yang terjadi adalah komisif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT kesal terhadap penutur karena merasa
disepelekan.
5 Maksud Ketidaksantunan
Tuturan A1 dan A5 memiliki maksud yang berbeda. Tuturan A1 disampaikan penutur dengan maksud kesal, karena mitra tutur menegurnya ketika terlambat
pulang ke rumah. Berbeda dengan tuturan A5, meskipun termasuk dalam subkategori menentang, pada kenyataannya tuturan itu disampaikan dengan
maksud mengajak bercanda mitra tuturnya.
4.2.1.2 Subkategori Menolak